Karakteristik PBL Sintaks Proses Pembelajaran PBL

33 Hal-hal tersebut di atas memungkinkan untuk diterapkan pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran Matematika. Masalah yang diberikan dapat diorganisir tersebut sehingga dapat membentuk pengetahuan peserta didik sekaligus juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif mereka. Sebagaiman Roh 2003 menyatakan “PBL in mathematics classes would provide young students more opportunities to think critically, represent their own creative ideas, and communicate with their peers mathematically”. Hal tersebut selaras dengan MacMath 2009 yang menyatakan PBL dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kreativitas. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning PBL merupakan model pembelajaran yang menekankan pada pemberian masalah pada peserta didik untuk mendorong proses berpikir tingkat tinggi dan pemahaman peserta didik dalam mengkaitkan konsep dan aplikasi dalam dunia nyata. Nuansa pembelajaran yang dibangun adalah active learning yang menekankan pada student oriented. Peserta didik didorong aktif mengkonstruksi pemahaman dan meningkatkan keterampilan yang berkaitan dengan proses pembelajaran sehingga mengarahkan siswa pada pembelajaran bermakna meaningful learning.

2.3.2 Karakteristik PBL

Pembelajaran berbasis masalah mempunyai karakteristik pembelajaran yang membedakannya dengan pembelajaran yang lain. Hal tersebut muncul dalam proses pembelajaran yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah atau PBL. Menurut Arends sebagaimana dikutip oleh Trianto 2007: 69 – 70, berbagai 34 pengembang pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan karakteristik PBL sebagai berikut. 1 Pengajuan pertanyaan atau masalah. PBL ini mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara social penting dan secara pribadi bermakna untuk peserta didik. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi tersebut. 2 Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. 3 Penyelidikan autentik. PBL mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah. 4 Menghasilkan produk dan memamerkannya. 5 Kolaborasi. PBL dicirikan dengan peserta didik yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan social dan keterampilan berpikir.

2.3.3 Sintaks Proses Pembelajaran PBL

Menurut Ibrahim Nur sebagaimana dikutip oleh Trianto 2007: 71 – 72 terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut adalah sebagai berikut. 35 1 Tahap 1, orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. 2 Tahap 2, mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3 Tahap 3, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4 Tahap 4, mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. 5 Tahap 5, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

2.4 Pembelajaran Ekspositori

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 6 53

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK SISWA.

0 0 39

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY II.

0 1 56

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF GEOMETRI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN PROGRAM CABRI GEOMETRY II.

0 0 56

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBANTUAN WINGEOM.

0 0 24

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERSTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 0 41

PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

1 2 183

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENGAJUAN DAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

0 0 12

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik

0 0 11

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E BERBANTUAN E-MODUL TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA - Raden Intan Repository

0 3 109