Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi di Indonesia

20 40 60 80 100 Kelembagaan Ketenagaan Penyelenggaraan Sapras - Pembiayaan Sosial Kab. Barito Kuala Kab. Ketapang Kab. Jembrana Kab. Belu Kab. Konaw e Kab. Boalemo Kab. Sumbaw a

4.5 Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi di Indonesia

Tengah Seperti halnya kondisi keberlanjutan penyuluhan di Indonesia Timur, di Indonesia Tengah kondisi keberlanjutan penyuluhan untuk seluruh dimensi umumnya berada dalam kondisi yang kurang berkelanjutan Gambar 8. Kecuali dimensi penyelenggaraan yang umumnya masih berada dalam kondisi yang cukup berkelanjutan. Gambar 8 Diagram layang nilai indeks keberlanjutan sistem penyuluhan era desentralisasi di Indonesia Tengah Dimensi yang paling jelek kinerjanya di wilayah Indonesia tengah adalah sapras-pembiayaan. Dari 7 tujuh kabupaten yang diambil sampelnya, seluruhnya berada dalam kondisi keberlanjutan buruk karena nilai indeksnya kurang dari 25. Nilai indeks tertinggi pada dimensi ini adalah 24.38 yang dicapai oleh Kabupaten Boalemo urutan tertinggi kedua secara nasional, sedangkan yang terendah ditemukan di Kabupaten Belu dengan nilai indeks dimensi sebesar 13.54. Dimensi yang paling berkelanjutan di wilayah Indonesia tengah adalah penyelenggaraan dimana seluruh daerah dikategorikan berada dalam kondisi keberlanjutan cukup. Nilai indeks dimensi ini berkisar antara 53.31 sampai 57.49. Kabupaten yang paling baik kinerjanya pada dimensi ini adalah Kabupaten Sumbawa sedangkan yang terbelakang dicapai Kabupaten Konawe. Dimensi selanjutnya yang dinilai baik status keberlanjutannya adalah dimensi kelembagaan. Rentang nilai indeks sosial berkisar antara 35.44-51.13. Umumnya keberlanjutan dimensi ini dikategorikan kurang. Dari 7 tujuh kabupaten yang diambil sampelnya, ada 1 kabupaten yang berada dalam kondisi keberlanjutan cukup, yaitu Kabupaten Jembrana yang juga terbaik secara nasional. Jika dibandingkan antara performa indeks keberlanjutan masing-masing dimensi di wilayah Indonesia Tengah dengan pencapaian performa secara nasional maka terlihat bahwa secara umum kondisi keberlanjutan dimensi kelembagaan, penyelenggaraan dan sapras-pembiayaan lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Kecuali untuk nilai rata-rata dimensi ketenagaan dan sosial lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional Tabel 16. Rendahnya nilai rata- rata dimensi sosial diwilayah tengah dibandingkan nasional diduga disebabkan faktor keberadaan kearifan lokal seperti yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Adapun relatif lebih rendahnya nilai rata-rata indeks dimensi ketenagaan dibandingkan nasional dipengaruhi juga oleh distribusi dimensi ketenagaan yang merupakan kelanjutan program masa sentralistik. Kondisi yang menarik dikaji pada wilayah ini adalah tingginya nilai rata- rata dimensi sapras-pembiayaan dibandingkan nasional. Hal ini diduga terkait pula dengan potensi wilayah yang didominasi sektor perikanan dan kelautan sehingga distribusi sapras-pembiayaan pada masa sentralistik dialokasikan di wilayah tersebut. 13 2 Tabel 16. Nilai indeks keberlanjutan masing-masing dimensi setiap daerah di wilayah Indonesia Tengah 20 40 60 80 100 Kelembagaan Ketenagaan Penyelenggaraan Sapras - Pembiayaan Sosial Kab. Cilacap Kab. Deli Serdang Kab. Gresik Kab. Bantul Kab. Serang Kab. Lampung Timur Kota Padang

4.6 Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi di Indonesia