Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi Secara

4.2 Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi Secara

Multi Dimensi Pada masa desentralisasi, peranan daerah menjadi sangat vital dalam pengembangan sistem penyuluhan. Hal ini terjadi karena adanya pelimpahan wewenang penyelenggaraan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Ada kalanya, pelimpahan wewenang tersebut menjadi berkah bagi daerah-daerah yang memiliki perhatian besar terhadap penyelenggaraan penyuluhan. Sebaliknya pelimpahan wewenang dapat menjadi beban bagi daerah yang tidak menganggap bahwa instrumen penyuluhan merupakan faktor penting yang menunjang pembangunan perikanan. Permasalahan menjadi semakin kompleks karena secara geografis, Indonesia dapat dibagi menjadi tiga wilayah yaitu Indonesia bagian timur, tengah dan barat, dimana ditemukan sinyalemen bahwa keberlanjutan penyelenggaraan pembangunan di era desentralisasi dipengaruhi oleh kondisi geografis tersebut. Keberlanjutan penyuluhan perikanan era desentralisasi dapat ditinjau dari 5 lima dimensi yaitu kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sapras- pembiayaan dan sosial. Selain itu ditinjau pula keberlanjutan dari sudut pandang multidimensi untuk melihat kecenderungan keberlanjutan secara keseluruhan. Berdasarkan hasil analisis keberlanjutan penyuluhan perikanan dipandang dari multi dimensi maka ditemukan fakta bahwa di wilayah Indonesia Timur secara umum kondisi keberlanjutan penyuluhan perikanan berada dalam status yang kurang berkelanjutan Tabel 12 . Hal ini terlihat dari nilai rata-rata dimensi wilayah yang besarnya 43.23 dengan kisaran nilai antara 40.71-46.23. Dari keseluruhan daerah yang termasuk dalam wilayah timur, nilai indeks multidimensi yang tertinggi ditemukan di Kabupaten Jayapura sedangkan yang terendah di jumpai di Kabupaten Seram Bagian Barat. Tabel 12 Nilai indeks multi dimensi daerah yang berada di wilayah Indonesia Timur Wilayah Daerah Multi dimensi Kab. Jayapura 46.23 Kab. Maluku Tenggara Barat 46.11 Kab. Halmahera Utara 42.55 Kab. Seram Bagian Barat 40.71 Kab. Halmahera Selatan 42.18 Timur Kota. Sorong 41.61 Rata-rata wilayah 43.23 Kisaran 40.71-46.23 Serupa dengan kondisi keberlanjutan penyuluhan perikanan multidimensi di wilayah timur, umumnya status keberlanjutan penyuluhan perikanan di kawasan Indonesia Tengah juga berada dalam kondisi yang kurang berkelanjutan. Rata- rata nilai indeks wilayah Indonesia Tengah adalah 44.11 dengan kisaran antara 41.69-46.02 Tabel 13. Kabupaten Jembrana merupakan daerah yang paling tinggi nilai indeks multi dimensinya, di wilayah ini dengan besaran 46.02, kemudian diikuti dengan Kabupaten Barito Kuala dengan nilai 45.94. Adapun daerah yang terendah nilai multidimensinya adalah Kabupaten Konawe dengan nilai 41.69. Tabel 13 Nilai indeks multi dimensi daerah yang berada di wilayah Indonesia Tengah Wilayah Daerah Multi dimensi Kab. Barito Kuala 45.94 Kab. Ketapang 44.80 Kab. Jembrana 46.02 Kab. Belu 41.90 Kab. Konawe 41.69 Kab. Boalemo 44.43 Tengah Kab. Sumbawa 43.97 Rata-rata wilayah 44.11 Kisaran 41.69-46.02 Untuk wilayah Indonesia Barat, status keberlanjutan penyuluhan perikanan secara multidimensi juga sama dengan Indonesia Timur dan Tengah, yaitu berada dalam kondisi kurang berkelanjutan. Kisaran nilai indeks multidimensi adalah 42.87-46.88, dengan nilai rata-rata wilayah sebesar 44.56 Tabel 14. Daerah yang paling tinggi nilai indeks multi dimensinya berturut-turut adalah Kabupaten Cilacap 46.88 dan Kabupaten Gresik 46.46, adapun daerah yang paling rendah nilai indeks multidimensinya adalah Kabupaten Serang dengan nilai 42.87. Tabel 14 Nilai indeks multi dimensi daerah yang berada di wilayah Indonesia Barat Wilayah Daerah Multi dimensi Kab. Cilacap 46.88 Kab. Deli Serdang 43.84 Kab. Gresik 46.46 Kab. Bantul 44.52 Kab. Serang 42.87 Kab. Lampung Timur 43.88 Barat Kota Padang 43.45 Rata-rata wilayah 44.56 Kisaran 42.87-46.88 Jika dibandingkan nilai rata-rata multidimensi antara wilayah Indonesia Timur, Tengah dan Barat maka terlihat bahwa wilayah Indonesia Barat secara multi dimensi paling baik kinerjanya dengan besaran 44.56, kemudian diikuti dengan wilayah Indonesia Tengah 44.11 dan yang paling rendah adalah Indonesia Timur dengan besaran 43.23. Nilai-nilai tersebut menunjukkan secara umum memang status keberlanjutan penyuluhan perikanan paling baik ditemukan di wilayah Indonesia Barat, namun demikian perbedaan rata-rata nilai indeks yang tidak terlalu besar dan seluruh wilayah berada dalam kondisi kurang berkelanjutan. Diduga bahwa pada masa lampau, kebijakan penyuluhan perikanan yang masih terintegrasi dengan penyuluhan pertanian masih bersifat sentralistik, sehingga aksesibilitas wilayah barat lebih baik dibandingkan wilayah tengah dan timur. Faktor lain yang diduga menyebabkan hal ini adalah adanya kebijakan penyuluhan masa lampau yang difokuskan pada Indonesia Barat sehingga aset-aset yang terkait dengan multidimensi masih banyak ditemukan di Indonesia Barat. 20 40 60 80 100 Kelembagaan Ketenagaan Penyelenggaraan Sapras - Pembiayaan Sosial Kab. Jayapura Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Halmahera Utara Kab. Seram Bagian Barat Kab. Halmahera Selatan Kota. Sorong Kab. Barito Kuala Kab. Ketapang Kab. Jembrana Kab. Belu Kab. Konaw e Kab. Boalemo Kab. Sumbaw a Kab. Cilacap Kab. Deli Serdang Kab. Gresik Kab. Bantul Kab. Serang Kab. Lampung Timur Kota Padang

4.3 Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi Secara