Keberlanjutan dimensi kelembagaan Potret Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi

Down Up Bad Good -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 O the r D is ti ngi s hi ng Fe a tur e s Real Fisheries Reference anchors Anchors

4.9.1 Keberlanjutan dimensi kelembagaan

Nilai indeks keberlanjutan dipandang dari dimensi kelembagaan berkisar antara 23.79-51.11 pada skala keberlanjutan 0-100. Dari 20 Kabupaten yang menjadi sampel analisis, hanya dua daerah yang memiliki indeks keberlanjutan lebih dari 50 Gambar 27. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mayoritas kabupatenkota berada dalam kondisi kurang berkelanjutan dipandang dari dimensi kelembagaan. Gambar 30 Analisis Rap-INSINYURKANIN yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan. Dominannya kondisi ketidakberlanjutan pada dimensi kelembagaan mungkin disebabkan oleh upaya pemerintah daerah untuk efisiensi kelembagaan di masing-masing daerah. Ada tendensi bahwa model kelembagaan bukanlah faktor penentu keberhasilan upaya penyuluhan namun kembali pada koordinasi dalam penyelenggaraan penyuluhan. Hal ini senada dengan pendapat Dharmawan, 2006, yang menyatakan bahwa bentuk dan jumlah kelembagaan bukanlah menjadi variabel yang sangat penting dalam efektifitas penyelenggaraan kegiatan namun kembali pada koordinasi dan konsultasi secara terbuka. Kuat pula dugaan bahwa di mayoritas daerah yang dikaji, aspek kelembagaan hanya diterima sebagai kewajiban menjalankan prinsip desentralisasi namun belum diwujudkan secara nyata dalam bentuk pembentukan kelembagaan yang diikuti dengan tugas pokok dan fungsi, unsur-unsur manajemen dan perangkat-perangkat lainnya dalam rangka penyelenggaraan penyuluhan. Selama ini pembentukan kelembaagaan di daerah masih diprioritaskan untuk bidang-bidang yang langsung menghasilkan penerimaan bagi daerah. Padahal menurut DKP 2004 kelembagaan perikanan dan kelautan seyogyanya harus lebih mampu mensejahterakan masyarakat. Menurut Dharmawan 2006, kelembagaan terkait dengan penyelenggaraan seharusnya tidak hanya menjadi monopoli pemerintah namun juga perlu merangkul kelembagaan-kelembagaan lain seperti kelembagaan bisnis dan swadaya agar penyelenggaraannya menjadi lebih efektif dan efisien. Selanjutnya Sumardjo 1999 mengatakan bahwa di masa mendatang peran kelembagaan swasta dan swadaya perlu lebih di kembangkan sehingga peran kelembagaan pemerintah secara perlahan hanya dibatasi pada tataran fasilitasi dan dinamisasi. Gambaran rinci mengenai kondisi nilai indeks kelembagaan di masing- masing daerah tertera pada Gambar 28. Performa keberlanjutan dimensi kelembagaan terbaik ditemukan di Kabupaten Jembrana dengan nilai indeks 51.11 dan Kabupaten Halmahera Utara dengan nilai indeks 50.88. Nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan di kedua daerah tersebut dapat dikategorikan cukup. Performa keberlanjutan dimensi kelembagaan terburuk ditemukan di Kabupaten Halmahera Selatan dengan nilai indeks keberlanjutan hanya 23.79. Relatif baiknya performa dimensi kelembagaan di Kabupaten Jembrana dan Halmahera Utara disebabkan keinginan kuatkomitmen dari masing-masing pemerintah untuk optimalisasi potensi sumberdaya. Indikasi hal ini ditunjukkan melalui pembentukan kelembagaan yang memadai sebagai prasyarat untuk mengelola potensi sumberdaya. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 N il ai i n d eks keb er lan ju tan T1 T2 T3 T4 T5 T6 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 Gambar 28 Kondisi indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan di masing-masing daerah Isu yang sangat menarik jika mengacu pada nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan adalah faktor kedekatan geografis tidak mempengaruhi performa nilai dimensi. Hal ini terlihat jelas dari performa dimensi kelembagaan antara Kabupaten Halmahera Utara dan Halmahera Selatan yang sangat jauh berbeda meskipun secara geografis, potensi perikanan dan mungkin juga kultur relatif sama. Jika mengacu kedua gambaran tersebut dapat dikatakan bahwa peranan dan keinginan kuat dari pemerintah daerah terhadap optimalisasi potensi wilayah justru menjadi variabel penting yang menentukan performa dimensi kelembagaan. Dugaan ini juga diperkuat dengan perbandingan antara nilai indeks kelembagaan yang relatif sama di dua wilayah yang secara karekteristik potensi perikanannya berbeda. Kedua daerah tersebut adalah Kabupaten Cilacap yang memiliki potensi di bidang perikanan tangkap dan Kabupaten Lampung Timur yang sangat maju dalam bidang budidaya perikanan. Seperti dilaporkan oleh Alex et al. 2000 bahwa keberhasilan desentralisasi penyuluhan di Kolombia disebabkan ketersediaan sumberdaya alam dan manusia yang memadai dan didukung pula oleh keinginan kuat pemerintah untuk memanfaatkan seluruh sumberdaya yang dimiliki secara optimal. Dimensi kelembagaan dibentuk dari 13 atribut yang dinilai dapat mempengaruhi status keberlanjutan Gambar 29. Berdasarkan hasil analisis laverage dari masing-masing atribut, terdapat 5 lima atribut sensitif yang mempengaruhi status keberlanjutan dimensi kelembagaan, yaitu 1 beban tugas, 2 program penyuluhan, 3 aturan dan mekanisme kerja, 4 hubungan dan kerjasama, serta 5 kesesuaian tupoksi. Nilai laverage dari masing-masing atribut tersebut berturut-turut adalah 3.14; 2.79; 2.65;2.60 dan 2.52. Adapun atribut yang paling tidak sensitif adalah hierarki hubungan, nilai laverage atribut ini adalah 0.93, artinya sistem penyuluhan mengabaikan hubungan-hubungan yang dibatasi oleh hierarki kelembagaan karena lebih ditekankan pada hubungan fungsional antara pusat, provinsi dan kabupatenkota. Sensitifitas dari atribut mengindikasikan bahwa perbaikan terhadap atribut- atribut yang sensitif akan sangat mempengaruhi performa dari nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan. Terkait dengan hal tersebut maka untuk meningkatkan performa dimensi kelembagaan maka hal penting yang harus dibenahi adalah beban tugas, program penyuluhan, aturan dan mekanisme kerja, hubungan dan kerjasama serta kesesuaian tupoksi. Jika mengacu pada presentase atribut sensitif dan tidak sensitif maka 45.45 dari jumlah atribut adalah atribut sensitif dan sisanya sebanyak 54.55 bukan merupakan atribut sensitif. Kondisi tersebut tentu mengisyaratkan bahwa sejumlah atribut harus ditingkatkan kinerjanya untuk meningkatkan performa dimensi kelembagaan secara keseluruhan. Terkait dengan hal diatas maka beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja dimensi kelembagaan adalah sebagai berikut: 1 Dalam konteks penyuluhan perikanan era desentralisasi maka beban tugas harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas yang tersedia untuk memberikan layanan optimal bagi pelaku utama. 2 Program penyuluhan dirancang dengan pendekatan partisipatif, artinya penyusunan program dan kegiatan penyuluhan perikanan harus disinergiskan dan diharmonisasikan antara kepentingan pelaku utama, kondisi wilayah dan pelestarian lingkungan. 3 Aturan dan mekanisme kerja harus dirancang secara jelas, dan diikuti dengan pedoman pelaksanaan, dan selanjutnya wadahi oleh aspek legalitas dalam bentuk peraturan-peraturan. Aturan yang disusun harus terharmonisasi dengan peraturan lainnya. Implementasi aturan dan mekanisme kerja tersebut harus dievaluasi dan monitoring secara berkala untuk kepentingan perbaikan yang berkelanjutan. 4 Hubungan dan kerjasama perlu dibangun untuk memperluas jaringan kelembagaan dengan secara vertikal, horisontal dengan melibatkan berbagai pihak terkait 5 Tupoksi yang dimiliki oleh masing-masing kelembagaan harus disesuaikan dengan tugas utama penyuluhan yaitu menetapkan aturan penyelenggaraan penyuluhan serta memberikan pelayanan bagi pelaku utama. Tupoksi tersebut harus dilaksanakan secara proporsional. Penjelasan mengenai kelembagaan penyuluhan, Rivera 2004 mengemukakan bahwa sejarah penyuluhan menunjukkan adanya 3 tiga langkah untuk merealisasikan dan mensukseskan upaya penyuluhan yaitu : 1 mendorong terbentuknya kelembagaan penyuluhan, 2 merancang model penyuluhan dan 3 mengevaluasi metode penyuluhan yang efektif. Gambar 29 Peran masing-masing atribut dimensi kelembagaan yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai RMS.

4.9.2 Keberlanjutan dimensi ketenagaan