Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi Secara Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi di Indonesia

20 40 60 80 100 Kelembagaan Ketenagaan Penyelenggaraan Sapras - Pembiayaan Sosial Kab. Jayapura Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Halmahera Utara Kab. Seram Bagian Barat Kab. Halmahera Selatan Kota. Sorong Kab. Barito Kuala Kab. Ketapang Kab. Jembrana Kab. Belu Kab. Konaw e Kab. Boalemo Kab. Sumbaw a Kab. Cilacap Kab. Deli Serdang Kab. Gresik Kab. Bantul Kab. Serang Kab. Lampung Timur Kota Padang

4.3 Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi Secara

Dimensional Berdasarkan hasil perhitungan multi dimensional scaling terhadap 5 lima dimensi yang mempengaruhi status keberlanjutan sistem penyuluhan era desentralisasi di Indonesia, diketahui bahwa secara umum sistem penyuluhan perikanan berada pada kondisi yang kurang berkelanjutan. Hal ini diindikasikan dari nilai indeks keberlanjutan dimensi pada masing-masing daerah yang menjadi titik sampel umumnya berada dibawah 50 Gambar 6. Pengecualian untuk dimensi penyelenggaraan, nilai indeks keberlanjutan di mayoritas daerah masih mengindikasikan kondisi yang cukup berkelanjutan. Rata-rata nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sapras- pembiayaan, dan sosial berdasarkan hasil analisis masing-masing sebesar 43.78, 44.97, 55.92, 17.00 dan 44.82. Gambar 6 Diagram layang nilai indeks keberlanjutan sistem penyuluhan era desentralisasi di Indonesia. 20 40 60 80 100 Kelembagaan Ketenagaan Penyelenggaraan Sapras - Pembiayaan Sosial Kab. Jayapura Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Halmahera Utara Kab. Seram Bagian Barat Kab. Halmahera Selatan Kota. Sorong

4.4 Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi di Indonesia

Timur Berdasarkan hasil analisis multi dimensional scaling terhadap 6 enam kabupatenkota yang termasuk dalam wilayah Indonesia Timur, secara umum kondisi keberlanjutan dari dimensi kelembagaan, ketenagaan, sapras-pembiayaan dan sosial berada pada kondisi yang kurang berkelanjutan Gambar 7. Indikasi ini terlihat dari nilai indeks dimensi yang berada di bawah 50. Pengecualian untuk dimensi penyelenggaraan, umumnya masih berada dalam kondisi yang berkelanjutan meskipun dalam kategori yang cukup. Gambar 7 Diagram layang nilai indeks keberlanjutan sistem penyuluhan era desentralisasi di Indonesia Timur Jika dibandingkan antara performa indeks keberlanjutan masing-masing dimensi di wilayah Timur Indonesia dengan pencapaian performa secara nasional maka secara umum rata-rata nilai dimensi yang dikaji berada di bawah rata-rata nasional, pengecualian untuk dimensi sapras-pembiayaan dan sosial Tabel 15. Ada dugaan bahwa relatif lebih tingginya nilai rata-rata indeks dimensi sosial di wilayah timur disebabkan oleh adanya kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah tersebut. Kabul 2006 memberikan contoh kearifan lokal mengenai pengelolaan sumberdaya perikanan yang dibuat sampai ke level desa yang mengatur mengenai jalur penangkapan dan larangan pemasaran ikan hasil pengeboman. Amanah 2007 mengemukakan bahwa kearifan lokal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi sosial. Bahkan ditambahkan pula bahwa ada keterkaitan positif antara dinamika sosial budaya, kepemimpinan informal, kualitas program, kompetensi serta dukungan sarana. Artinya kemungkinan pelaksanaan penyuluhan akan semakin mudah jika di wilayah sudah ada tradisi kearifan lokal. Relatif lebih tingginya nilai dimensi sapras-pembiayaan di wilayah timur dibandingkan dengan nasional kemungkinan disebabkan oleh distribusi sapras- pembiayaan memang difokuskan pada bidang perikanan yang memang memiliki potensi besar di wilayah ini. Sondakh 2003 menjelaskan bahwa di wilayah Indonesia Timur, potensi sumberdaya perikanan relatif besar. Selanjutnya Margono 2003 mengatakan bahwa terkait dengan pembangunan maka perubahan-perubahan pasti terjadi di semua daerah, apalagi pada masa desentralisasi yang tingkat perubahan dan kemajuan dapat berbeda di masing- masing wilayah, dimana ada kecenderungan bahwa wilayah berupaya mengejar ketertinggalannya. Dimensi yang paling berkelanjutan di wilayah Indonesia Timur adalah penyelenggaraan. Nilai indeks dimensi ini berkisar antara 49.63 sampai 59.04 sehingga secara umum keberlanjutan dimensi ini dapat dikategorikan cukup. Daerah yang paling baik performanya adalah Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang juga merupakan urutan kedua tertinggi secara nasional dan yang paling buruk performanya adalah Kabupaten Halmahera Utara. Dimensi selanjutnya yang dinilai baik kinerjanya adalah dimensi sosial. Rentang nilai indeks sosial berkisar antara 39.81 sampai 52.42. Umumnya keberlanjutan dimensi ini dikategorikan kurang karena secara rata-rata di bawah 50. Performa keberlanjutan untuk masing-masing daerah berturut-turut adalah Kabupaten Maluku Tenggara Barat 52.42, Kabupaten Halmahera Utara 48.50, Kabupaten Jayapura 46.92, Kota Sorong 46.32, Kabupaten Halmahera Selatan 45.18 dan Kabupaten Seram Bagian Barat 39.81 . Dimensi sapras-pembiayaan merupakan dimensi yang paling jelek kinerjanya di wilayah Indonesia timur. Kisaran nilai indeks dimensi ini berkisar antara 10.15-26.90. Dari kabupaten yang diambil sampelnya, hanya satu daerah yang berada dalam kondisi keberlanjutan kurang yaitu Kota Sorong terbaik secara nasional, sedangkan sisanya dapat dikategorikan keberlanjutan buruk. 12 9 Tabel 15. Nilai indeks keberlanjutan masing-masing dimensi setiap daerah di wilayah Indonesia Timur 20 40 60 80 100 Kelembagaan Ketenagaan Penyelenggaraan Sapras - Pembiayaan Sosial Kab. Barito Kuala Kab. Ketapang Kab. Jembrana Kab. Belu Kab. Konaw e Kab. Boalemo Kab. Sumbaw a

4.5 Status Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi di Indonesia