model penyuluhan perikanan yang efektif dan efisien di era desentralisasi dapat diwujudkan dalam tempo yang relatif cepat
4 Pengelolaan perikanan tangkap, sebagai informasi acuan dan bahan pertimbangan dalam penentuan sumbangsih penyuluhan perikanan terhadap
pengembangan dan efektifitas pengelolaan perikanan tangkap
1.5 Hipotesis
Hipotesis umum yang menyusun penelitian ini adalah kebijakan dasar pengembangan penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia akan berbeda
di masing-masing daerah dan sangat tergantung pada cara pandang pemerintah daerah terhadap nilai strategis penyuluhan dalam rangka optimalisasi potensi
sumberdaya. Adapun hipotesis khusus yang dibangun dalam penelitian ini adalah:
1 Terdapat perbedaan fokus pengembangan dimensi yang akan dikembangkan oleh daerah dalam era desentralisasi penyuluhan
2 Terdapat perbedaan status keberlanjutan penyuluhan perikanan era desentralisasi di wilayah Indonesia Timur, Tengah dan Barat;
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Pencapaian tujuan pengembangan penyuluhan perikanan di daerah membutuhkan serangkaian kajian secara integral yang meliputi variabel-vaeriabel
multidimensional seperti kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, sapras- pembiayaan dan sosial.
Berbagai faktor akan turut mempengaruhi dalam pengembangan penyuluhan perikanan di daerah terutama yang berkaitan dengan penyerahan
kewenangan menyangkut kelembagaan penyuluhan perikanan, ketenagaan dan pembiayaan yang harus menjadi tanggung jawab daerah. Pada saat bersamaan
kebijakan penyelenggaraan penyuluhan perikanan sudah harus berdiri sendiri dipisahkan dari pertanian karena kekhasan dan karakteristik yang berbeda antara
perikanan dan pertanian. Salah satu dampak desentralisasi penyelenggaraan penyuluhan perikanan
ke daerah adalah adanya stagnasi atau kesenjangan. Dipandang dari dimensi
kelembagaan, penyuluhan yang selama ini difungsikan sebagai ”rumah para penyuluh” bersifat variatif di masing-masing daerah. Kelembagaan dinas pun
beragam dan ada yang tidak melaksanakan fungsi penyuluhan perikanan. Keragaman ini tentunya akan berpengaruh pada tugas dan fungsi kelembagaan itu
sendiri dan berdampak pada penyelenggaraan penyuluhan perikanan di daerah. Di sisi lain masalah keberadaan dan pemanfaatan para penyuluh menjadi beragam
pula. Karir dan kompetensi para penyuluh fungsional menjadi tidak jelas dan beberapa di antaranya beralih fungsi kegiatan yang lebih banyak berada di luar
bidang penyuluhan. Dalam situasi yang tidak menentu itu, motivasi kerja para penyuluh turun drastis dan bahkan ada yang tidak melaksanakan tugasnya lagi.
Keprofesionalan penyuluh perikanan belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena implementasi regulasi dalam penilaian angka kredit penyuluh perikanan
belum berjalan. Hal ini makin diperparah dengan tidak adanya pengaturan penyelenggaraan penyuluhan perikanan dan program-program penyuluhan yang
wajib mereka lakukan di lapangan, di samping tidak adanya dukungan Biaya Operasional Penyuluh BOP yang memadai untuk melayani kebutuhan-
kebutuhan kelompoknya, apalagi biaya khusus yang di alokasikan dalam rangka penyelenggaraan penyuluhan perikanan dikatakan hampir tidak disediakan oleh
semua daerah. Berdasarkan deskripsi kondisi di atas, maka telah terjadi
stagnasikesenjangan dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan di daerah, sehingga perlu dicari solusi alternatif pengembangannya. Kesenjangan antar
daerah kemungkinan makin diperparah oleh adanya pola pembangunan kewilayahan pada masa lalu yang difokuskan berdasarkan wilayah timur, tengah
dan barat sehingga kemungkinan adanya perbedaan di masing-masing wilayah masih ada. Oleh karenanya perlu pula dalam analisis dilakukan kajian mengenai
perbedaan pengembangan penyuluhan perikanan di masing-masing wilayah. Alternatif pengembangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan dikaji
dalam pengembangan sistem penyuluhan perikanan berdasarkan 5 dimensi yaitu: kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, saranaprasarana dan pembiayaan,
serta respons pelaku utama sosial dan diharapkan adanya perubahan paradigma stakeholder, peningkatan peran pemerintah dan peningkatan operasional
penyelenggaraan penyuluhan perikanan di daerah. Selanjutnya rancangan
skenario kebijakan pengembangan penyuluhan perikanan di daerah dilakukan dengan mengubah kondisi dari faktor-faktor yang berpengaruh pada masing-
masing dimensi untuk menghasilkan rekomendasi bagi pihak-pihak pengambil keputusan. Kerangka pikir tersebut seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian kajian pengembangan sistem penyuluhan
perikanan era desentralisasi di Indonesia.
Kajian Pengembangan sistem Penyuluhan Perikanan
Kesenjangan Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan
Alternatif Pengembangan Penyuluhan Perikanan
Kelembagaan Ketenagaan
Penyelenggaraan Sarana
Biaya Pelaku
Utama
Perubahan Paradigma
Peran PEMDA
Operasional Penyuluhan
Rancangan Skenario Kebijakan Pengembangan Penyuluhan di Daerah
Rekomendasi Penyelenggaraan Penyuluhan
Spesifik Perikanan Desentralisasi
Kelembagaan Ketenagaan
Pembiayaan
Dalam penyusunan kajian pengembangan sistem penyuluhan perikanan terlebih dahulu diawali dengan menentukan kondisi saat ini existing condition.
Penentuan dan penilaian terhadap kondisi saat ini dianalisis dengan menggunakan metode Rapid Appraisal Index Development System of Fisheries Extension on
Decentralize Circumstance in IndonesiaPengembangan sistem Penyuluhan Perikanan Era Desentralisasi di Indonesia Rap- INSINYURKANIN yang
dikembangkan dari metode Rapfish Kavanagh, 2001. Selanjutnya berdasarkan hasil exsisting condition serta stakeholders assesment maka dirancang skenario
kebijakan pengembangan penyuluhan perikanan di daerah dengan menggunakan analisis prospektif. Analisis prospektif menghasilkan rekomendasi yang dapat
dioperasionalkan dalam pengembangan penyuluhan perikanan di daerah.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian