Analisis ID matrix dari hasil analisis kebutuhan berdasarkan analisis keberlanjutan Analisis ID matrix untuk integrasi hasil analisis kebutuhan dan analisis keberlanjutan

4.11.4 Analisis ID matrix dari hasil analisis kebutuhan berdasarkan analisis keberlanjutan

Berdasarkan hasil analisis prospektif terhadap 16 faktor yang merupakan atribut utama dalam pengembangan penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia berdasarkan analisis keberlanjutan dapat dilakukan pengelompokkan faktor berdasarkan kuadran. Pada kuadran I yang terletak di bagian kiri atas terdapat 3 tiga faktor kunci yang berpengaruh terhadap kinerja sistem yaitu 1 kesesuaian tupoksi, 2 upaya peningkatan kompetensi, 3 akses terhadap sumberdaya Gambar 44. Pada kuadran II yang terletak di bagian kanan atas, diidentifikasi pula 4 empat faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap pencapain tujuan namun memiliki ketergantungan antar faktor yang tinggi, yaitu 1 program penyuluhan, 2 aturan dan mekanisme kerja, 3 peran pelaku usaha dan 4 hubungan dan kerjasama. Adapun pada kuadran III yang terletak di bagian kanan bawah dan kuadran IV yang terletak diposisi kiri bawah diidentifikasi masing-masing 6 enam dan 3 tiga faktor yang terdapat di dalam kuadran tersebut. Gambar 44 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia berdasarkan analisis keberlanjutan.

4.11.5 Analisis ID matrix untuk integrasi hasil analisis kebutuhan dan analisis keberlanjutan

Hasil tabulasi faktor-faktor kunci berdasarkan analisis kebutuhan tersaji dalam Tabel 25. Tabel tersebut menjelaskan beberapa faktor yang mempunyai pengaruh besar dalam pencapaian tujuan namun memiliki ketergantungan antar faktor rendah, dan faktor-faktor yang mempunyai pengaruh besar namun memiliki ketergantungan antar faktor yang tinggi. Tabel 25 Faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar namun ketergantungan antar faktor rendah dan faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar namun ketergantungan antar faktor tinggi terhadap penyuluhan perikanan era desentralsasi di Indonesia berdasarkan analisis kebutuhan No Faktor Keterangan Kuadran 1 1 Persediaan dan pemanfaatan dana Biaya yang disediakan dan digunakan secara khusus dalam penyelenggaraan penyuluhan 2 Partisipasi pelaku utama Kondisi dan keterlibatan pelaku utama sebagai subjek pembangunan dalam penyelenggaraan penyuluhan. 3 Kesesuaian tupoksi Efektifitas dan efisiensi tupoksi kelembagaan di daerah Kuadran 2 1 Organisasi penyuluhan perikanan Jenis dan bentuk kelembagaan yang menangani penyuluhan perikanan serta hierarki di wilayah bersangkutan 2 Manajemen kerja Tinjauan dan garis besar prosedur kerja yang digunakan untuk penyelenggaraan penyuluhan 3 Dukungan sarana dan prasarana Kondisi dan kesesuaian fasilitas saranaprasarana yang ada untuk digunakan sesuai dengan materi dan metoda penyuluhan 4 Hubungan dan kerjasama dengan pihak lain Hubungan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan penyuluhan. Hasil tabulasi faktor-faktor kunci berdasarkan analisis keberlanjutan tersaji dalam Tabel 26. Tabel tersebut menjelaskan beberapa faktor yang mempunyai pengaruh besar dalam pencapaian tujuan namun memiliki ketergantungan antar faktor rendah, dan faktor-faktor yang mempunyai pengaruh besar namun memiliki ketergantungan antar faktor yang tinggi. Tabel 26 Faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar namun ketergantungan antar faktor rendah dan faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar namun ketergantungan antar faktor tinggi terhadap penyuluhan perikanan era desentralisasi berdasarkan analisis keberlanjutan No Faktor Keterangan Kuadran 1 1 Kesesuaian tupoksi Efektifitas dan efisiensi tupoksi kelembagaan di daerah 2 Upaya peningkatan kompetensi. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi penyuluh. 3 Akses terhadap sumberdaya Akses dan keterjangkauan sumberdaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pelaku utama. Kuadran 2 1 Program penyuluhan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta laporan. Program penyuluhan sebagai institusional arrangement. 2 Aturan dan mekanisme kerja Pedoman pelaksanaan dan mekanisme kerja sebagai acuan penyelenggaraan. 3 Peran pelaku usaha. Dukungan para pelaku usaha terhadap penyelenggaraan penyuluhan. 4 Hubungan kerjasama dan koordinasi dengan pihak lain. Hubungan kerjasama kelembagaan dengan berbagai pihak lain yang terkait. Keterangan mengenai integrasi antar faktor yang mempunyai pengaruh besar namun ketergantungan antar variabel rendah serta faktor-faktor yang mempunyai pengaruh besar namun ketergantungan antar faktor tinggi terhadap pengembangan penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia, tersaji pada Tabel 27. Tabel 27 Keterangan integrasi faktor-faktor yang memiliki korelasi dan pengaruh besar namun ketergantungan antar faktor rendah, serta faktor-faktor yang memiliki pengaruh besar dan ketergantungan antar faktor tinggi berdasarkan analisis kebutuhan dan keberlanjutan Berdasarkan Analisis Kebutuhan Berdasarkan Analisis Keberlanjutan No Faktor Keterangan No Faktor Keterangan 1 Persediaan dan pemanfaatan dana Biaya yang disediakan dan digunakan secara khusus dalam penyelenggaraan penyuluhan 2 Partisipasi pelaku utama Kondisi dan keterlibatan pelaku utama sebagai subjek pembangunan dalam penyelenggaraan penyuluhan. 3 Kesesuaian tupoksi Efektifitas dan efisiensi tupoksi kelembagaan di daerah 1 Kesesuaian tupoksi Efektifitas dan efisiensi tupoksi kelembagaan di daerah 4 Organisasi penyuluhan perikanan Jenis dan bentuk kelembagaan yang menangani penyuluhan perikanan serta hierarki di wilayah bersangkutan 5 Manajemen kerja Tinjauan dan garis besar prosedur kerja yang digunakan untuk penyelenggaraan penyuluhan 2 Aturan dan mekanisme kerja Pedoman pelaksanaan dan mekanisme kerja sebagai acuan penyelenggaraan. 6 Dukungan sarana dan prasarana Kondisi dan kesesuaian fasilitas saranaprasarana yang ada untuk digunakan sesuai dengan materi dan metoda penyuluhan 7 Hubungan dan kerjasama dengan pihak lain Hubungan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan penyuluhan. 3 Hubungan kerjasama dan koordinasi dengan pihak lain. Hubungan kerjasama kelembagaan dengan berbagai pihak lain yang terkait. 4 Peran pelaku usaha. Dukungan para pelaku usaha terhadap penyelenggaraan penyuluhan. 5 Akses terhadap sumberdaya Akses dan keterjangkauan sumberdaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pelaku utama. 6 Upaya peningkatan kompetensi. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi penyuluh. 7 Program penyuluhan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta laporan. Program penyuluhan sebagai institusional arrangement. Berdasarkan hasil analisis tingkat kepentingan antar faktor pada analisis kebutuhan dan analisis keberlanjutan tahap pertama dan tahap kedua, maka di peroleh 14 faktor 7 faktor dari analisis kebutuhan dan 7 faktor dari analisis keberlanjutan yang memiliki pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan antar faktor yang rendah. Selanjutnya faktor-faktor yang memiliki kesamaan 3 faktor digabungkan, maka faktor kunci menjadi 11 faktor seperti yang tertampil pada Tabel 28. Tabel 28 Faktor gabungan yang memiliki pengaruh besar namun ketergantungan rendah terhadap penyuluhan perikanan era desentraliasasi di Indonesia berdasarkan analisa kebutuhan dan keberlanjutan No Faktor Analisis Kebutuhan No Faktor Analisis Keberlanjutan 1 Persediaan dan pemanfaatan dana 2 Partisipasi pelaku utama 3 Kesesuaian tupoksi Kesesuaian tupoksi 4 Organisasi penyuluhan perikanan 5 Manajemen kerja Aturan dan mekanisme kerja 6 Dukungan sarana dan prasarana 7 Hubungan dan kerjasama dengan pihak lain Hubungan kerjasama dan koordinasi dengan pihak lain 8 Peran pelaku usaha 9 Akses terhadap sumberdaya 10 Upaya peningkatan kompetensi 11 Program penyuluhan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta laporan Hasil analisis tingkat kepentingan antar faktor sebagaimana ditampilkan pada Gambar 45 menunjukkan bahwa terdapat delapan faktor yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pengembangan penyuluhan perikanan di era otonomi daerah. Namun hanya ada 5 lima faktor kunci yang berpengaruh besar dan ketergantungan rendah terhadap upaya keberlanjutan penyuluhan perikanan, yaitu 1 persediaan dan pemanfaatan dana, 2 upaya peningkatan kompetensi, 3 kesesuaian tupoksi, 4 partisipasi pelaku utama, dan 5 akses terhadap sumberdaya. Lima faktor inilah yang menjadi dasar pertimbangan penyusunan strategi pengembangan penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia. Gambar 45 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia berdasarkan analisis kebutuhan dan keberlanjutan. Untuk memprediksi perubahan kondisi dari faktor penentu pada pengembangan penyuluhan perikanan era desentralisasi dilakukan focus group discussion dengan responden beberapa pakar. Berdasarkan hasil focus group discussion disusun beberapa faktor strategis yang mempengaruhi penyuluhan perikanan era desentralisasi dan kemungkinan perubahannya seperti diulas sebagai berikut: 1 Persediaan dan pemanfaatan dana Dana merupakan salah satu faktor penting yang harus direncanakan sebagai anggaran dan diupayakan keberadaannya menjadi biaya yang sah untuk dimanfaatkan dalam mendukung penyelenggaraan penyuluhan perikanan di semua tingkatan. van den Ban 2006, dalam risetnya mengenai cara-cara pembiayaan penyuluhan mengemukakan bahwa di dunia ada lima alternatif pembiayaan pelaksanaan penyuluhan yaitu 1 pemerintah, 2 perusahaan komersial, 3 perusahaan konsultasi dan hukum, 4 LSM dan 5 asosiasi pelaku utama. Pemilihan kelima tipe pembiayaan tersebut sangat ditentukan oleh 1 tujuan, 2 target penyuluhan, 3 metode penyuluhan yang digunakan, 4 pesan yang akan disampaikan dan 5 internal organisasi dan 6 kerjasama dengan organisasi lain yang memajukan pembangunan pertanian pengembangan SDM pelaku utama. Untuk kasus Indonesia seperti tertuang dalam Undang – undang 162006 pasal 32, ayat 1, 2, dan 5 diamanatkan bahwa untuk menyelenggarakan penyuluhan yang efektif dan efisien di perlukan tersedianya pembiayaan yang memadai untuk memenuhi biaya penyuluhan, dimana sumber pembiayaan untuk penyuluhan disediakan melalui APBN, APBD baik propinsi maupun kabupatenkota, baik secara sektoral, maupun lintas sektoral, ataupun sumber- sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Dalam hal penyuluhan yang diselenggarakan oleh penyuluh swasta dan penyuluh swadaya, pembiayaannya dapat dibantu oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Dengan demikian pemerintah bertanggung jawab dalam menyediakan anggaran penyuluhan, dan pemerintah sudah harus mulai memperbaharui sistem perencanaan, penganggaran, dan aspek lain manajemen keuangan untuk pemerintah daerah yang merupakan tanggung jawab bersama dalam penyediaan anggaran penyuluhan. Reformasi yang diinginkan antara lain menyatukan anggaran, menyederhanakan tugas perbendaharaan, meningkatkan transparansi manajemen keuangan dan perencanaan, mengaitkan perencanaan dan anggaran dan membuatnya berbasis kinerja serta menyiapkan anggaran dalam kerangka penyelenggaraan penyuluhan di tingkat pusat, propinsi, dan kabupatenkota. Secara khusus proses pelaksanaan diharapkan menyatukan semua pelaksana yang terlibat dan memaksimalkan dukungan sumberdaya berdasarakan potensi wilayah masing-masing. Manajemen aset penyuluhan dan uang perlu diperketat dan diperlukan pengenalan standar akuntansi sebagai persyaratan pertanggung-jawaban yang lebih akurat, terutama melalui fungsi audit, monitoring dan evaluasi yang terus di sempurnakan. Yang dirasakan terjadi saat ini di lapangan adalah keterbatasan dana dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan yang bersumber dari pemerintah, propinsi dan kabupatenkota baik yang disediakan melalui dana APBN, APBD, apalagi kontribusi dari pihak swasta jika tidak mau dikatakan tidak ada. APBN untuk tingkat pusat di peruntukan bagi anggaran-anggaran yang sifatnya mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan di pusat seperti untuk program pengembangan kapasitas sumberdaya dan kelembagaan penyuluhan, program pengembangan sumberdaya informasi, komunikasi, diseminasi dan penjaringan umpan balik ilmu pengetahuan dan teknologi, serta program akselerasi dan sosialisasi teknologi inovasi. Walaupun demikian, sesuai dengan tanggung jawab pusat untuk ikut memberi kontribusi sumberdaya ke daerah, maka apabila di perhitungkan lebih jauh dari sumber APBN telah menyentuh kebutuhan penyelenggaraan penyuluhan sampai di daerah yaitu di perkirakan antara 70-80 APBN setiap tahunnya dapat menjangkau daerah. Tetapi karena dengan porsi yang masih kecil dan terbatas maka belum dapat menjangkau semua wilayah di Indonesia. Beberapa sub program pusat yang sudah menjangkau kebutuhan daerah antara lain : peningkatan kapasitas wirausaha penyuluh, peningkatan kompetensi penyuluh, peningkatan kapasitas kelompok, rekruitmen dan penempatan penyuluh kontrak, biaya operasional penyuluh BOP pembuatan dan distribusi materi penyuluhan, pengadaan sarana mobilitas penyuluh dan pengadaan kendaraan mobil unit penyuluhan perikanan. Khusus menyangkut BOP di peruntukan bagi biaya komponen : 1 perjalanan tetap penyuluh 2 biaya perlengkapan 3 biaya percontohan dan demonstrasi plot, 4 biaya penyusunan materi penyuluhan 5 biaya penyusunan rencana kerja. BOP yang sudah distribusikan selama tiga tahun terakhir telah menjangkau 1.428 orang penyuluh di 218 kabupatenkota . Sesuai yang diamanatkan oleh Undang-undang 16 tahun 2006 pasal 32 ayat 3 bahwa pembiayaan penyuluhan yang berkaitan dengan tunjangan jabatan dan profesi, biaya operasional penyuluh BOP PNS, serta sarana dan prasarana bersumber dari APBN, sedangkan pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan di propinsi, kabupatenkota, kecematan dan desa bersumber dari APBD yang jumlah dan alokasinya disesuaikan dengan programa penyuluhan. Dukungan pembiayaan yang secara khusus diperuntukan bagi penyelenggaraan penyuluhan yang berlangsung di tingkat daerahlapangan masing-masing daerah tentunya berbeda dan hal ini akan sangat tergantung dari komitmen daerah dalam kerangka optimalisasi potensi perikanan di wilayah dan mensejahterakan pelaku utama. Merujuk pada gambaran diatas, perkiraan kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang adalah seperti 4 empat kondisi berikut : 1 belum tersedia alokasi dana khusus untuk penyelenggaraan penyuluhan perikanan karena tidak langsung menghasilkan pemasukan bagi daerah, 2 dana antara ada dan tiada; karena walaupun ada tersedia tetapi biaya tidak terfokus dan jelas untuk kepentingan penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Alokasi dana terebut dapat bergabung dengan program lainnya, 3 kebutuhan dan alokasi dana telah seirama, yakni apa yang di butuhkan telah di upayakan untuk di alokasikan karena adanya sumber pembiayaan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, 4 ketersediaan pembiayaan penyuluhan bukan hanya dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, namun telah mendapat kontribusi dari pihak swasta dan bahkan perhatian dan dukungan dari pelaku utama untuk kemajuan usahanya. 2 Peningkatan kompetensi Banyak pengertian tentang kompetensi, namun pada intinya kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan Sumardjo, 1999. Dalam Undang-Undang 162006 pasal 21 menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah meningkatkan kompetensi penyuluh PNS melalui pendidikan dan pelatihan, memfasilitasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh swasta dan penyuluh swadaya; selanjutnya peningkatan kompetensi tersebut berpedoman pada standar, akreditasi serta pola pendidikan dan pelatihan penyuluh yang diatur dengan peraturan menteri. Konsekuensi dari Undang- Undang 162006 tersebut adalah bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam peningkatan kompetensi penyuluh PNS melalui pendidikan dan latihan dan memfasilitasi pelaksanaan pendidikan dan latihan bagi penyuluh swasta dan swadaya. Dalam hubungan ini pemerintah harus merencanakan dan menyediakan anggaran dalam rangka upaya peningkatan kompetensi penyuluh. Demikian pula pemerintah perlu menetapkan standar kompetensi agar penyuluh lebih berkualitas, melakukan akreditasi dan sertifikasi agar penyuluh lebih bisa berperan dalam penyelenggaraan penyuluhan. Selanjutnya pemerintah perlu menetapkan pedoman-pedoman pendidikan dan latihan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional penyuluh yang digunakan sebagai acuan dasar dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Hal-hal tersebut diatas diharapkan dapat menjadi landasan bagi peningkatan kompetensi penyuluh, sehingga dengan kompetensi yang dimilikinya akan berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan pelaku utamapelaku usaha. Peningkatan kompetensi penyuluh melalui pelatihan perlu didukung oleh faktor lain seperti ketersediaan anggaran pelatihan, kualitas widyaswara, sarana dan prasarana, pelatihan yang memadai, komitmen penyelenggara terhadap kelancaran jalannya pelatihan dan koordinasi antara lembaga pendidikan dan latihan dengan pemerintah daerah setempat, dalam hal ini lembaga pendidikan dan latihan juga harus memiliki standar dan akreditasi sebagai suatu lembaga pelatihan. Sementara itu dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 192008, menyatakan bahwa standar kompetensi yang di persyaratkan kepada penyuluh perikanan adalah standar kemampuan yang disyaratkan untuk dapat melakukan pekerjaan tertentu dalam bidang perikanan yang menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan danatau keahlian, serta sikap kerja tertentu yang relevan dengan tugas dan syarat jabatan. Dalam hubungan ini, maka standar kompetensi seyogyanya didasarkan pada tugas-tugas penyuluh. Dengan adanya standar kompetensi yang dikuasai penyuluh akan mampu; 1 mengerjakan sesuatu tugas atau pekerjaan dengan keterampilan yang memadai, 2 mengorganisasikan pekerjaan secara cermat dan melaksanakannya dengan lancar, 3 bisa mengontrol dengan baik, sehingga penyimpangan pekerjaan dapat diperkecil dan 4 menggunakan kemampuan yang maksimal untuk mencari solusi terhadap masalah ditingkat lapanganpelaku utama, 5 memberi umpan balik untuk perencanaan program sesuai kebutuhan pelaku utama Amanah, 2007 Dari hasil pengamatan di lapangan, ditemukan bahwa kompetensi penyuluh perikanan sangat rendah, dan hal ini dapat disebabkan oleh antara lain: 1 selama mulai diserahkan kewenangan kepada pemerintah daerah tidak ada pendidikan dan latihan penyuluhan yang diikuti oleh penyuluh, 2 rendahnya upaya peningkatan motivasi penyuluh, 3 rendahnya tingkat pengembangan diri yang dilakukan secara mandiri oleh penyuluh. Ketiga hal tersebut dapat dijadikan acuan terhadap kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan datang, yaitu : 1 belum ada perhatian terhadap upaya peningkatan kompetensi karena jabatan fungsional penyuluh perikanan belum di implementasi secara jelas, dan juga masih perlu di atur kembali jabatan fungsional penyuluh yang sementara berada pada jabatan lain, 2 belum secara prioritas upaya peningkatan kompetensi penyuluh dilakukan dengan pertimbangan investasinya cukup mahal dan tidak langsung berpengaruh antara peningkatan kompetensi dengan hasil yang di peroleh daerah, 3 telah di sadari bahwa peran penyuluh adalah penting untuk pemberdayaan pelaku utama dan peningkatan produksi, sehingga mereka perlu ditingkatkan kompetensinya seiring dengan tuntutan dan kemajuan pelaku utama. Sementara itu instrumen pendidikan dan latihan dalam melaksanakan upaya peningkatan sudah tersedia, 4 adanya kerja sama berbagai pihak pemerintah pusat, daerah, swasta, dan pelaku utama untuk membantu penyuluh dalam peningkatan kompetensinya, sementara itu penyuluh juga sudah mandiri dan akses peningkatan kompetensi terbuka luas. Faktor yang paling penting dalam peningkatan kompetensi penyuluh adalah adanya standard kompetensi yang mengatur kualifikasi penyuluh. Sebaiknya kualifikasi penyuluh diwujudkan dalam bentuk standard kualifikasi kompetensi nasional Indonesia SKKNI sehingga penyuluh memiliki dasar kompetensi yang sama. Berdasarkan data yang dirilis dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi BNSP, sampai tahun 2009 belum ada inisasi untuk penyusunan standar kompetensi penyuluh. SKKNI yang sudah dibuat diantaranya mengenai garmen, pariwisata, keuangan BPR, koperasi jasa keuangan dan otomotif. Khusus untuk sektor perikanan telah ada SKKNI usaha budidaya ikan dan maritim. 3 Kesesuaian tugas pokok dan fungsi Tugas pokok di artikan sebagai sasaran utama yang di bebankan kepada organisasikelembagaan untuk di capai; sedangkan fungsi diartikan sebagai kegunaan dari suatu pekerjaan yang dilakukan, sehingga tugas pokok dan fungsi adalah sasaran utama yang di bebankan sebagai suatu kewajiban kepada organisasikelembagaan yang harus dicapai dan di pertanggung-jawabkan melalui hasil kegiatan dan kegunaannya dapat dirasakandialami oleh pengguna yang dilayani. Kegiatan penyuluhan adalah kegiatan terencana dan berkelanjutan yang harus di organisasikan dan diejawantahkan dalam tugas pokok dan fungsi dari organisasilembaga yang diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan penyuluhan. Pengorganisasian penyuluhan perikanan dalam wadahorganisasikelembagaan ditingkat wilayah administrasi seperti kabupaten dan kota dilakukan dengan tujuan untuk mengefisienkan pelaksanaan kewenangan, tugas dan fungsi manajemen dan pengelolaan sumberdaya. Kelembagaan penyuluhan sebagaimana yang di maksudkan dalam Undang – undang 162006 terdiri dari kelembagaan penyuluhan pemerintah, kelembagaan penyuluhan swasta dan kelembagaan penyuluhan swadaya. Masing – masing kelembagaan tersebut dibentuk melalui mekanisme dan aturannya sendiri serta memiliki kewenangan, tugas dan fungsi dengan lingkup kegiatan yang berbeda. Permasalahan yang di hadapi kelembagaan penyuluhan di tingkat wilayah yang di temukan oleh Tamba 2007 antara lain: 1 fungsi penyuluhan perikanan di propinsi, kabupatenkota dan kecamatan belum berjalan optimal karena mandat untuk melaksanakan penyuluhan belum tegas. 2 beragamnya bentuk kelembagaan di kabupatenkota menggambarkan beragamnya persepsi pemerintah daerah tentang organisasi, posisi, peran strategis kelembagaan penyuluhan di daerah yang bersangkutan. 3 belum semua kecamatan memiliki wadah sebagai perpanjangan pelaksanaan tugas penyuluhan yang mengakibatkan penyelenggaraan penyuluhan tidak terencana sesuai dengan kebutuhan di lapangan, 4 penyuluh perikanan belum dapat dukungan sarana penyuluhan yang memadai yang mengakibatkan kinerja menurun dan berdampak terhadap intensitas pelaksanaan tugas, 5 pengelola kelembagaan penyuluhan di kabupatenkota umumnya tidak mempunyai latar belakang bidang penyuluhan sehingga pengelolaan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan tidak sesuai dengan prinsip – prinsip penyuluhan, 6 sistem penyuluhan yang di sepakati bersama belum ada sehingga tidak jelas hubungan antara kelembagaan penyuluhan di pusat, propinsi, kabupatenkota, akibatnya struktur dan mekanisme pembinaan serta tata hubungan kerja juga menjadi tidak jelas, 7 kelembagaan penyuluhan swadaya atau swasta belum begitu berkembang dan belum bisa bekerjasama antar kelembagaan penyuluhan. Kondisi-kondisi tersebut telah dapat menunjukan dan bisa menjadi acuan untuk memperkirakan kondisi kedepan sebagai berikut: 1 tugas dan fungsi penyuluhan yang di wadahi oleh organisasilembaga di daerah belum dapat berkembang yang di sebabkan oleh tupoksi penyuluhan dianggap sebagai fungsi pelayanan yang membebani dan tidak menghasilkan penerimaan daerah, 2 tugas dan fungsi penyuluhan perikanan antara ada dan tiada, tergantung dari bentuk kelembagaan dan organisasi yang di bangun oleh daerah. Diduga apabila menjadi bagian dari dinas, maka fungsi pelayanan penyuluhan bisa bergabung dengan program lain, sedangkan apabila berada dalam badan akan berfungsi sebagai penyelenggaraan yang polivalen. 3 adanya penyesuaian dan sikronisasi tugas pokok dan fungsi penyuluhan perikanan yang di wadahi dalam organisasikelembagaan yang jelas di mana fungsi pengaturan, pelayanan, ketenagaan, pembiayaan, dukungan saranafasilitas dan penyelenggaraan dapat berjalan secara seimbang, 4 tugas pokok dan fungsi dalam wadahorganisasi yang jelas sesuai dengan harapan untuk dilaksanakan secara efektif dan efisien dapat berjalan baik, produktifitas dapat terukur, dukungan berbagai pihak telah berjalan dan penyuluhan telah menjadi prioritas. 4 Partisipasi pelaku utama Partisipasi atau peranserta pelaku utama dapat diartikan sebagai keikutsertaan pelaku utama secara aktif dalam suatu kegiatan yang akan mensejahterakan pelaku utama itu sendiri. Penyelenggaraan penyuluhan perikanan harusnya lebih banyak bertumpu pada peran serta pelaku utama baik secara perorangan maupun kelompok. Kebutuhan dukungan bagi pelaku utama untuk mengembangkan kegiatannya masing-masing dapat berbeda antara satu daerah dan daerah lainnya. Pengalaman selama ini menunjukan bahwa apa yang diprioritaskan oleh petugaspenyuluhpengambil keputusan berupa programkegiatan tidak jarang berbeda dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan dan oleh karenanya peranserta aktif dari pelaku utama dalam perencanaan sangat menentukan. Diperlukannya unsur peranserta pelaku utama dalam perencanaan awal adalah amat penting sebab kenyataan menunjukan bahwa banyak kegiatan telah gagal karena tidak adanya peranserta pelaku utama. Dalam konteks yang lebih besar pemerintahpemerintah daerah tidak mungkin membiayai dan melayani seluruh masyarakat secara efektif sehingga partisipasi masyarakat adalah perlu, tanpa partisipasi masyarakat, maka pemerintah menghadapi keterbatasan dalam melakukan pembinaan yang kontinue. Oleh karena itu tanpa partisipasi pelaku utama didalam menentukan tujuan dan cara pelaksanaan penyuluhan, maka terdapat keterbatasan didalam menyesuaikan program penyuluhan dan terhadap kebutuhan dan kondisi lokal. Makin tinggi partisipasi pelaku utama dalam penyuluhan akan dapat berdampak pada kemandirian pelaku utama, sebaliknya apabila tidak ada partisipasi pelaku utama justru akan menciptakan ketergantungan mereka. Peranserta pelaku utama dalam perencanaan program - program penyuluhan biasanya dilakukan melalui mekanisme mimbar sarasehan dan hasilnya dituangkan dalam bentuk programa penyuluhan untuk kurun waktu satu tahun. Dalam programa penyuluhan inilah berisikan butir-butir kesepakatan antara pemerintah dan pelaku utama serta stakeholder terkait untuk penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Selanjutnya peranserta pelaku utama dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan tidak ada artinya apabila selanjutnya pelaku utama tidak terus berperan serta secara aktif dalam pelaksanaan dan bahkan dalam evaluasi penyelenggaraan penyuluhan untuk penyempurnaan pada waktu yang datang. Menurut Krisnamurthi 2002, terdapat empat macam partisipasi atau peranserta masyarakat dalam pembangunan yaitu : 1 partisipasi dalam pengambilan keputusan, 2 partisipasi didalam pelaksanaan dalam bentuk sumbangan sumberdaya maupun dalam keterlibatan dan kerjasama didalam organisasi dan kegiatan-kegiatan, 3 partisipasi atau berbagi didalam keuntungan dari program, dan 4 partisipasi didalam mengevaluasi program. Dari empat macam partisipasi yang ditunjukkan oleh masyarakat tersebut selanjutnya secara substansial dapat digolongkan menjadi 3 tiga aspek yaitu : pertama; aspek “apa” dari partisipasi, menyangkut aspek-aspek program dimana partisipasi dilakukan. Tahap pengambilan keputusan akan menentukan derajat partisipasi pada tahap implementasi dan pada distribusi keuntungan dari program serta kemungkinan adanya kesempatan partisipasi didalam evaluasi program; sebaliknya terhadap skala keuntungan dan pola distribusi keuntungan program dapat menjadi masukan bagi perbaikan didalam sistem pengambilan keputusan dan sistem implementasi. Kedua; Didalam pendekatan partisipatif harus dipertimbangkan “siapa” atau golongan mana saja partisipasinya mutlak diperlukan bila program ingin sukses. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa masyarakat umumnya sudah heterogen yakni selain kategori masyarakat lokal, juga kategori pemimpin formal dan informal. Keikutsertaan pemimpin formal masyarakat disatu pihak penting, namun dilain pihak apabila di dominasi dapat menghambat partisipasi pimpinan informal serta pelaku utama lainnya. Dimensi ketiga adalah segi “ bagaimana” partisipasi diberikan, yakni berdasarkan sumber dari proses partisipasi, bentuk partisipasi, cakupan partisipasi dan efektifitas dari proses partisipasi. Dengan sendirinya ketiga dimensi dari partisipasi saling terkait satu sama lain. Penilaian atau evaluasi dari proses partisipasi tidak lepas dari bagaimana mengukur secara kuantitatif dan kualitatif dimensi-dimensi partisipasi “apa”, “siapa”, dan “bagaimana” partisipasi pelaku utama diberikan. Model penyuluhan perikanan yang partisipatif di cirikan dengan beberapa hal berikut: 1 pelaku utama terlibat dalam pengambilan keputusan sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan, 2 pendekatan mengutamakan kepentingan pelaku utama bottom up, tidak mengutamakan program top down, tetapi kombinasi pendekatan memungkinkan dengan tujuan fasilitasi dan lebih meningkatkan kapasitas pelaku utama, 3 pembinaan bersifat interaktif, karena pelaku utama dapat langsung berinteraksi dan menjadi pemrakarsa, 4 pelaku utama mempunyai kewenangan menentukan pilihan, 5 substansi inovasi adalah spesifik lokal dengan telah mempertimbangkan kearifan lokal dan indogeneus teknologi, 6 pemerintahpenyuluh lebih berposisi sebagai fasilitator dan legulator. Kondisi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang terhadap partisipasi pelaku utama, kemungkinan : 1 pelaku utama tidak berperan sama sekali, bersifat apatis dan pasif, bahkan kemungkinan ada penolakan, 2 mulai merasakan manfaat penyuluhan dan mulai berperan serta walaupun secara kuantitas mereka masih sedikit pelaku utama yang berpartisipasi dan terbatas pada wilayah-wilayah tertentu stratagolongan tertentu, pemimpin informal yang cenderung memperhitungkan keuntungan program, 3 merasa memiliki karena selain ada keuntungan dari program mereka juga telah dapat memahami bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan pelaku utama. Aktif berperan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program; bahkan terasa kurang apabila mereka tidak berperan. 4 pelaku utama telah mandiri untuk mengakses sumberdaya sesuai dengan kebutuhannya, dan untuk itu mereka sangat berperan aktif. 5 Akses terhadap sumberdaya Sumberdaya diartikan sebagai sesuatu potensi yang dapat berupa unsur lingkungan hidup SDM, SDA hayati, SDA non hayati dan sumberdaya buatan, bahan atau keadaan berwujud atau tidak berwujud yang digunakan untuk kesejahteraan pelaku utama. Dalam hal ini sumberdaya yang dimaksud adalah sumberdaya berupa informasimateri penyuluhan untuk peningkatan produktivitas pelaku utama, peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa sosial, ekonomi, manajemen, hukum dan pelestarian lingkungan, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang 162006. Jadi pelaku utama yang dapat melakukan akses terhadap sumberdaya adalah pelaku utama yang mampu menciptakan hubungan dengan berbagai pihak penyedia sumberdaya untuk memperoleh sumberdaya, baik berupa informasi, materi, bahan, keadaan berwujud ataupun tidak berwujud yang dapat di olah lebih lanjut untuk kepentingan dan peningkatan kesejahteraannya. Penyedia sumber daya dapat berupa lembagainstitusi, pemerintah, LSM, swasta, penyuluh, media, pedagang, tengkulak, sesama pelaku utama, dan lain sebagainya yang sumbernya bisa langsung dari sumber awal atau bukan sumber awal. Terkait dengan persepsi pelaku utama tentang suatu sumberdaya yang di butuhkan akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuannya melalui sejumlah informasi yang dimiliki, karena pelaku utama yang melakukan kontak lebih intensif dengan sumber informasi akan lebih terbuka dan memiliki persepsi lebih baik terhadap inovasi atau ide-ide baru. Hal tersebut dapat diukur dengan indikator : 1 upaya mengakses informasi sebagai suatu kebutuhan sumberdaya, dan 2 jumlah inovasi yang sudah di coba. Disadari bahwa akses terhadap sumberdaya yang dilakukan oleh pelaku utama umumnya akan lebih memprioritaskan sumberdaya yang dapat bermanfaat langsung untuk peningkatan kesejahteraannya, namun demikian dalam hal tingkat kebutuhan akan berbagai jenis informasisumberdaya akan berbeda antar pelaku utama dan atau kebutuhan informasi dapat saja berubah sesuai kebutuhan pelaku utama. Demikian juga dengan akses yang pelaku utama lakukan terhadap sumber informasi akan berbeda antar pelaku utama. Pelaku utama yang pasif adalah mereka yang tidak ada upaya mengakses sumberdaya, pelaku utama yang berkembang umumnya mengakses kepada sesama pelaku utama, tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang sarana produksi dan jarang melakukannya sendiri, sedangkan pelaku utama yang maju biasanya atas prakarsa sendiri mengakses sumber daya dengan cara mengsurvei sendiri atau langsung ke sumbernya. Klasifikasi sumberdaya yang menjadi prioritas untuk mensejahterakan pelaku utama diantaranya : 1 sumberdaya yang berkaitan dengan upaya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, 2 perlindungan dan pengamanan produk perikanan, 3 permodalan, 4 pemasaran, 5 kesadaran hukum dan lingkungan hidup. Selanjutnya dari pihak sumberdaya beberapa hal yang menjadi ukuran sebagai penyedia sumberdaya adalah : 1 ketersediaan sumberdaya, 2 kesiapan sumberdaya, 3 kemampuan menyediakan sumberdaya, 4 kualitas pelayanan, 5 kualitas saluran informasi dan 6 keterjangkauan sumberdaya. Sementara itu faktor-faktor yang mendukung kemudahan pelaku utama memperoleh sumberdaya menurut Tamba 2007 adalah : 1 interaksi pelaku utama, 2 penggunaan saluran dan alat komunikasi, 3 pemanfaatan kegiatan penyuluhan. Oleh karena itu kemungkinan yang dapat terjadi pada masa yang akan datang adalah : 1 tidak adanya upaya yang dilakukan oleh pelaku utama dalam rangka mengakses sumberdaya pasif, apatis. Sumber daya kemungkinan sangat terbatas untuk di akses, 2 mulai ada upaya untuk mengakses sumberdaya karena ketersediaan sumberdaya dan harus dengan berbagai prasyarat. Pelaku utama dibantu untuk mengakses sumberdaya, 3 adanya kemudahan prasyarat untuk mengakses sumberdaya. Pelaku utama telah bisa mengakses sendiri dimana tingkat kepercayaan seimbang antara pelaku utama dan penyedia sumberdaya, 4 banyak penawaran dari berbagai sumberdaya kepada pelaku utama sehingga diperlukan selektifitas yang tinggi, karena kelancaraan akses saling membutuhkan. Mengacu pada faktor-faktor strategis yang telah diulas sebelumnya, dirancang skenario pada berbagai kondisi. Rancangan skenario tersebut disusun dengan pertimbangan kemungkinan adanya perubahan-perubahan kondisi dari masing-masing faktor Tabel 29. Tabel 29 Perubahan kondisi faktor-faktor kunci dalam pengembangan sistem penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia Keadaan State Masa Depan Faktor No Faktor Strategis 1A 1B 1C 1D 1 Persediaan dan pemanfaatan dana Belum tersedia alokasi dana khusus untuk penyelenggar- aan penyuluhan perikanan Dana tidak difokuskan pada penyelenggaraan penyuluhan perikanan, dana yang tersedia bergabung dengan program lain Kebutuhan dan alokasi dana penyelenggaraan penyuluhan perikanan telah sinkron yang bersumber dari dukungan pemerintah pusat dan daerah Ketersediaan pembiayaan didukung oleh berbagai pihak sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan penyuluhan perikanan 2A 2B 2C 2D 2 Upaya peningkatan kompetensi Belum ada perhatian terhadap upaya peningkatan kompetensi Belum diprioritaskan upaya peningkatan kompetensi penyuluh perikanan Peningkatan kompetensi penyuluh dilakukan sesuai kebutuhan pelaku utama Dukungan berbagai pihak untuk peningkatan kompetensi penyuluh perikanan 3A 3B 3C 3D 3 Kesesuaian tupoksi Belum jelasnya tupoksi penyuluhan perikanan Tupoksi penyuluhan perikanan bergabung dengan tupoksi lainnya Penyesuaian dan sinkronisasi tupoksi yang diwadahi oleh kelembagaan Tupoksi pada kelembagaan penyuluhan perikanan dilaksanakan secara efektif dan efisien 4A 4B 4C 4D 4 Partisipasi pelaku utama Pelaku utama bersifat apatis dan pasif Mulai merasakan manfaat penyuluhan perikanan dan mulai berpartisipasi secara terbatas Merasa memiliki program dan aktif berpartisipasi Terbentuknya kemandiri pelaku utama dalam kegiatan penyuluhan perikanan 5A 5B 5C 5D 5 Akses terhadap sumberdaya Pelaku utama masih bersifat apatis dan pasif dalam mengakses sumberdaya Mulai ada upaya dan bantuan pihak lain dalam mengakses sumberdaya yang tersedia Pelaku utama dapat mengakses sumberdaya secara mandiri Pelaku selektif dalam mengakses sumberdaya untuk kebutuhannya Berdasarkan hasil diskusi dengan para pakar, terlihat bahwa perubahan keadaan pada setiap faktor belum tentu terjadi simultan. Tabel 30 menunjukkan garis yang menghubungkan 2 keadaan faktor yang berbeda. Garis yang menghubungkan 2 keadaan pada faktor yang berbeda menunjukkan bahwa keadaan tersebut tidak mungkin berada pada skenario yang sama. Tabel 30 Inkompatibilitas antar keadaan dari lima faktor kunci dalam penyelenggaraan penyuluhan era desentralisasi di Indonesia dalam jangka waktu 5 tahun Keadaan State Masa Depan Faktor No Faktor Strategis 1A 1B 1C 1D 1 Persediaan dan pemanfaatan dana Belum tersedia alokasi dana khusus untuk penyelenggar- aan penyuluhan perikanan Dana tidak difokuskan pada penyelenggaraan penyuluhan perikanan, dana yang tersedia bergabung dengan program lain Kebutuhan dan alokasi dana penyelenggaraan penyuluhan perikanan telah sinkron yang bersumber dari dukungan pemerintah pusat dan daerah Ketersediaan pembiayaan didukung oleh berbagai pihak sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan penyuluhan perikanan 2A 2B 2C 2D 2 Upaya peningkatan kompetensi Belum ada perhatian terhadap upaya peningkatan kompetensi Belum diprioritaskan upaya peningkatan kompetensi penyuluh perikanan Peningkatan kompetensi penyuluh dilakukan sesuai kebutuhan pelaku utama Dukungan berbagai pihak untuk peningkatan kompetensi penyuluh perikanan 3A 3B 3C 3D 3 Kesesuaian tupoksi Belum jelasnya tupoksi penyuluhan perikanan Tupoksi penyuluhan perikanan bergabung dengan tupoksi lainnya Penyesuaian dan sinkronisasi tupoksi yang diwadahi oleh kelembagaan Tupoksi pada kelembagaan penyuluhan perikanan dilaksanakan secara efektif dan efisien 4A 4B 4C 4D 4 Partisipasi pelaku utama Pelaku utama bersifat apatis dan pasif Mulai merasakan manfaat penyuluhan perikanan dan mulai berpartisipasi secara terbatas Merasa memiliki program dan aktif berpartisipasi Terbentuknya kemandiri pelaku utama dalam kegiatan penyuluhan perikanan 5A 5B 5C 5D 5 Akses terhadap sumberdaya Pelaku utama masih bersifat apatis dan pasif dalam mengakses sumberdaya Mulai ada upaya dan bantuan pihak lain dalam mengakses sumberdaya yang tersedia Pelaku utama dapat mengakses sumberdaya secara mandiri Pelaku selektif dalam mengakses sumberdaya untuk kebutuhannya Mengacu pada Tabel tersebut, beberapa skenario yang mungkin terjadi di masa yang akan datang bisa diprediksikan. Berdasarkan diskusi dengan para pakar, terdapat 5 skenario untuk kurun waktu 5 tahun ke depan Tabel 31. Tabel 31 Hasil analisis skenario sistem penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia No Skenario Strategi Urutan Faktor 1 Menurun dibandingkan sebelum era desentralisasi 1A; 2A; 3A; 4A; 5A 2 Antara ada dan tiada tergantung persepsi pemerintah daerah Pesimis 1B; 2B; 3B; 4B; 5B 3 Upaya penyesuaian dan sikronisasi Moderat 1C; 2C; 3C; 4B; 5B 4 Penerapan sistem penyuluhan yang efektif dan efisien Optimis 1D; 2D; 3C; 4C; 5C 5 Penciptaan iklim yang kondusif untuk pengembangan Ideal 1D; 2D; 3D; 4D; 5D Pada Tabel 32 digambarkan lima skenario yang kemungkinan akan terjadi pada masa yang akan datang dalam pengembangan sistem penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia. Selanjutnya pada tabel disajikan pula keterangan masing-masing strategi tersebut dengan prediksinya, sebagai berikut: Tabel 32 Prediksi skenario strategi pengembangan sistem penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia No Skenario Keterangan 1. Menurun dibandingkan sebelum era desentralisasi 1A Belum tersedia dana penyelenggaraan penyuluhan perikanan 2A Belum ada perhatian terhadap peningkatan kompetensi Penyuluh 3A Belum jelas tupoksi penyuluhan perikanan 4A Pelaku utama apatis dan pasif 5A Apatis dan pasif mengakses sumberdaya. Jika skenario ini terjadi, maka diprediksi penyelenggaraan penyuluhan mati suri, penyuluh tidak berdaya dan pelaku utama makin terpuruk pada kondisi yang memprihatinkan, sehingga sangat berdampak pada menurunnya produktivitas sektor kelautan dan perikanan 2. Antara ada dan tiada, tergantung komitmen pemda Pesimis 1B Dana bergabung dengan program lain, tidak khusus Program penyuluhan perikanan 2B Peningkatan kompetensi penyuluh tidak prioritas 3B Tupoksi penyuluhan bergabung dengan tupoksi lain 4B Pelaku utama berpartisipasi secara terbatas 5B Pelaku utama dapat mengakses sumberdaya dengan bantuan pihak lainpenyuluh. Jika skenario ini terjadi, maka diprediksi penyelenggaraan penyuluhan perikanan belum juga dapat dijalankan secara terfokus, ketergantungan tinggi dan tumpang tindih mewarnai pelaksanaannya, yang akan berakibat pada belum terfokusnya kontribusi sektor kelautan dan perikanan 3. Upaya penyesuaian dan sinkronisasi Moderat 1C Adanya dukungan dana yang sinkron antara pemerintah dan pemerintah daerah 2C Peningkatan kompetensi penyuluh sesuai dengan kebutuhan pelaku utama 3C Penyesuaian dan sinkronisasi tupoksi yang terwadahi 4B Pelaku utama berpartisipasi secara terbatas 5B Pelaku utama dapat mengakses sumberdaya dengan bantuan pihak lainpenyuluh Jika skenario ini terjadi, maka diprediksi sistem penyuluhan perikanan mulai tertata dengan adanya upaya penyesuaian dan sinkronisasi anggaran secara proporsional dengan tenaga penyuluh yang berkompeten, sehingga diharapkan penyelenggaraan penyuluhan perikanan dapat berjalan dengan baik dan memberi kontribusi pada upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap pelaku utama Tabel 32. Prediksi skenario strategi pengembangan sistem penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia lanjutan No Skenario Keterangan 4. Penerapan sistem penyuluhan perikanan yang efektif dan efisien Optimis 1D Ketersediaan dana didukung oleh berbagai pihak 2D Dukungan berbagai pihak untuk peningkatan kompetensi penyuluh 3C Penyesuaian dan sinkronisasi tupoksi yang terwadahi dengan baik 4C Pelaku utama berpartisipasi 5C Pelaku utama dapat mengakses sumberdaya secara mandiri Jika skenario ini terjadi, maka kondisi sistem penyuluhan dapat berjalan dengan baik, sehingga dapat berdampak positif pada peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap pelaku utama yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas sektor kelautan dan perikanan dan terjadi peningkatan penerimaan daerah. 5 Penciptaan iklim yang kondusif untuk pengembangan sistem penyuluhan perikanan Ideal 1D Ketersediaan dana didukung oleh berbagai pihak 2D Dukungan berbagai pihak untuk peningkatan kompetensi penyuluh 3D Tupoksi pada kelembagaan penyuluhan yang efektif dan efisien 4D Terbentuknya kemandirian pelaku utama 5D Pelaku utama selektif mengakses sumberdaya. Jika skenario ini terjadi, berarti sistem penyuluhan perikanan berada pada kondisi ideal yang perlu dikembangkan, dimana penerapannya dapat dilaksanakan secara modern dengan indikasi menurunnya peran pemerintah, sedangkan peran serta swasta dan pelaku utama makin meningkat. Keadaan tersebut memungkinkan berbagai harapan dapat terwujud baik pada kemandirian dan kesejahteraan pelaku utama, peningkatan produktivitas sektor kelautan dan perikanan secara cepat maupun pada kontribusinya terhadap peningkatan penerimaan daerah; devisa; dan lain sebagainya. Untuk menentukan strategi prioritas, dilakukan beberapa tahapan yaitu 1 penentuan responden, 2 permintaan pendapat dari masing-masing responden terhadap skenario strategi yang ditawarkan dan 3 kuantifikasi hasil pendapat responden untuk penentuan peringkat skenario strategi. Total responden yang dimintai pendapatnya berjumlah 51 orang, mewakili wilayah timur, tengah dan barat Tabel 33. Khusus untuk responden Kepala Dinas Provinsi hanya diambil dari wilayah timur dan tengah, sedangkan pemerhatiLSM hanya dipilih dari wilayah timur dan barat. Tabel 33 Responden pakar untuk analisis prospektif No R e s p o n d e n Jumlah orang 1. Pejabat Pemerintah Daerah 6 2. Kepala Dinas Propinsi Kelautan dan Perikanan 2 3. Kepala Dinas KabupatenKota 8 4. Penyuluh Perikanan 15 5. Pelaku Utama maju 10 6. Pengusaha perikanan 3 7. Perguruan TinggiPendidikan dan Latihan 5 8. PemerhatiLSM 2 Jumlah 51 Dari jawaban responden, diperoleh sebanyak 37,25 memberi pendapat pada strategi penerapan sistem penyuluhan perikanan yang efektif dan efisien merupakan strategi prioritas utama. Selanjutnya diikuti berturut-turut oleh strategi upaya penyesuaian dan sinkronisasi 27,45, antara ada dan tiada 19,61, dan penciptaan iklim yang kondusif untuk pengembangan sistem penyuluhan perikanan 15,69. Urutan Strategi berdasarkan skala prioritas pendapat pakar secara rinci tertera pada Tabel 34. Tabel 34 Presentase pendapat responden terhadap masing-masing skenario No Skenario Strategi Persentase Peringkat 1 Menurun dibandingkan sebelum era desentralisasi 0 5 2 Antara ada dan tiada tergantung komitmen Pemerintah Daerah Pesimis 19,61 3 3 Upaya penyesuaian dan sinkronisasi Moderat 27,45 2 4 Penerapan sistem penyuluhan perikanan yang efektif dan efisien 37,25 1 5 Penciptaan iklim yang kondusif untuk pengembangan sistem penyuluhan perikanan Ideal 15,69 4 Jumlah 100 Pada Tabel 34 diatas, memperlihatkan bahwa pendapat pakar sepakat hanya ada 4 empat skenario yang terpilih, walaupun pada awalnya disepakati 5 lima skenario. Ke-empat skenario terpilih tersebut berturut-turut menurut peringkat adalah: 1 Skenario Optimis : Penerapan sistem penyuluhan perikanan yang efektif dan efisien, 2 Skenario Moderat : Upaya penyesuaian dan sinkronisasi, 3 Skenario Pesimis : Antara ada dan tiada, tergantung komitmen Pemerintah Daerah, dan 4 Skenario Ideal : Penciptaan iklim yang kondusif untuk pengembangan sistem penyuluhan perikanan. Selanjutnya apabila tercermati keadaan pada masing-masing faktor untuk setiap skenario terpilih, maka skenario 4 empat adalah paling ideal dan merupakan tujuan akhir dari pengembangan sistem penyuluhan perikanan era desentralisasi di Indonesia. Jika skenario 4 empat ini terjadi berarti sistem penyuluhan perikanan sudah dipandang sebagai suatu sistem yang bertumpu pada dukungan dan keterlibatan semua pihak terutama pihak swasta dalam mendukung penyelenggaraan penyuluhan perikanan privatisasi, sedangkan pihak pemerintah hanya akan berfungsi sebagai regulator dan penciptaan iklim yang kondusif bagi keberlangsungan pengembangan sistem penyuluhan perikanan, bahkan pada kemandirian pelaku utama yang telah berpartisipasi secara aktif. Skenario 4 empat tersebut merupakan output yang diinginkan dari modelpengembangan sistem penyuluhan perikanan yang berkelanjutan, dan apabila dianalisis terhadap keadaan skenario lainnya, disimpulkan bahwa skenario 4 empat tersebut akan dapat terwujud melalui pencapaian skenario 1, 2 ataupun 3. Salah satu konsep yang menarik dibahas dalam konteks kemandirian pelaku utama adalah privatisasi penyuluhan. Menurut Bloome 1993, privatisasi penyuluhan merupakan salah satu konsep untuk mempercepat akselerasi peningkatan SDM masyarakat. Pengalaman privatisasi penyuluhan yang dilakukan di Belanda dan Selandia Baru menemukan fakta bahwa dalam kegiatan privatisasi terlihat 1 kecenderungan untuk mereduksi keterkaitan antara pertukaran informasi antara pelaku utama dan organisasi 2 trend untuk meningkatkan skala usaha untuk mencegah kerusakan yang diakibatkan usaha skala kecil 3 mengurangi konsep informasi sebagai barang publik 4 menjadikan dan memajukan pengetahuan sebagai komoditas yang dapat dijual 5 trend untuk lebih melayani skala usaha besar. Masukan paling berarti yang dapat diambil dari pengalaman privatisasi di kedua negara tersebut adalah penyuluhan harus tetap dikontrol melalui regulasi dan tidak boleh dilepas sepenuhnya ke pihak swasta. Pada pengkajian yang dilakukan oleh Departemen Pertanian 2001, ada beberapa faktor pendukung dan penghambat berjalannya privatisasi. Faktor-faktor pendukung privatisasi diantaranya pelayanan penyuluh pemerintah, tingkat kesadaran petani, dukungan pemerintah, ketersediaan lembaga pelayanan dan jenis komoditas utama. Adapun faktor-faktor yang menghambat privatisasi penyuluhan yaitu, 1 kemampuan pelaku utama membayar jasa penyuluhan yang masih rendah, 2 paradigma pelaku utama, 3 externalitas, 4 prasarana dan keterbatasan SDM. Berdasarkan analisis kondisi saat ini terlihat bahwa pengembangan penyuluhan perikanan di Indonesia secara multidimensi dikategorikan dalam “kurang berkelanjutan” hasil Rap-INSINYURKANIN menunjukan ke 5 lima dimensi belum mencapai tahap berkelanjutan yang baik. Selanjutnya pada analisis prospektif menunjukkan ke 5 lima faktor dominan yang perlu mendapat perhatian jika ingin mencapai tujuan pengembangan penyuluhan perikanan yang berkelanjutan. Alternatif skenario yang diperoleh menunjukkan bahwa skenario 4 empat yang paling ideal akan dicapai melalui skenario lainnya 123. Gambar 49 menunjukkan alur skenario yang akan terjadi dimasa depan dalam rangka pencapaian tujuan pengembangan sistem penyuluhan perikanan di Indonesia. Gambar 46 Alur skenario berdasarkan perkiraan pada masa yang akan datang.

4.11.6 Skenario strategi pengembangan penyuluhan perikanan era