Keberlanjutan dimensi ketenagaan Potret Keberlanjutan Sistem Penyuluhan Era Desentralisasi

Gambar 29 Peran masing-masing atribut dimensi kelembagaan yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai RMS.

4.9.2 Keberlanjutan dimensi ketenagaan

Berdasarkan hasil analisis, terlihat bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi ketenagaan dari 20 kabupatenkota yang menjadi sampel, hanya satu daerah yang memiliki nilai indeks keberlanjutan diatas 50. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa dimensi ketenagaan berada dalam kondisi kurang berkelanjutan Gambar 30. Rentang nilai indeks keberlanjutan ketenagaan berkisar antara 33.55 sampai 52.36 yang berarti bahwa status keberlanjutan secara umum dikategorikan kurang. Relatif kurang berkelanjutannya dimensi ketenagaan di daerah kemungkinan disebabkan kurangnya respon dari daerah terhadap perubahan pola penyuluhan dari sentralistik menjadi desentralisasi. Dampaknya adalah kurangnya inisasi dari masing-masing daerah terhadap aspek ketenagaan penyuluh perikanan. Indikator tersebut terlihat dari ditemukannya alih tugas tenaga penyuluh pada pekerjaan non penyuluhan, belum adanya pengangkatan dan penempatan penyuluh, belum ada upaya peningkatan kompetensi karena terkait dengan keterbatasan anggaran daerah terhadap investasi sumberdaya manusia, penyuluh swasta dan swadaya belum berkembang. 1.2003 1.1616 2.1155 2.5296 3.1366 2.6522 2.6071 2.7945 2.1233 1.4364 0.9396 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Kelem bagaan yang m enanganiPenyuluhan Perikanan Bentuk Struktur dan Es elon Kelem bagaan Kewenangan Ses uai OTODA Kes es uaian Tupoks i Beban Tugas kaitan dengan kelem bagaan, s arana dan wilayah kerja Aturan dan Mekanis m e KerjaTata Kerja Hubungan dan Kerjas am a Koordinas i dengan pihak lain Program Penyuluhan Pem binaan, Monev,Laporan Kelem bagaan Penyuluhan Swas ta Kelem bagaan Penyuluhan Swadaya Hierarki Hubungan Prop, KabKota, Kec Lapangan, Pihak lain At tr ibut e Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Status scale 0 to 100 Perubahan Root Mean Square RMS dalam Ordinasi Jika Salah Satu Atribut dihilangkan Skala Keberlanjutan 0 sampai 100 A tr ibut Sondakh 2003 memberikan ilustrasi mengenai lemahnya aspek ketenagaan dengan mengemukakan bahwa pada era desentralisasi para pegawai lapangan bertumpuk di kantor kabupaten atau provinsi padahal yang diperlukan adalah personal yang memahami mengenai wilayah untuk melaksanakan penyuluhan tidak kelapangan, dan bahkan kehadiran penyuluh yang tidak berkompeten menyebabkan munculnya permasalahan baru yang justru tidak menyelesaikan persoalan. Selanjutnya Slamet 2003, mengatakan bahwa peningkatan kemampuan profesional penyuluh dalam pelaksanaan penyuluhan perlu diutamakan, apalagi dimasa mendatang cakupan tugas penyuluh perlu diperluas dan tidak terbatas pada penyuluhan peningkatan kompetensi sampai pengorganisasian masyarakat dalam berbagai wadah. Down Up Bad Good -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 O th er D ist in g ish in g F e at u res Real Fisheries Reference anchors Anchors 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 N ila i i n d e k s k e b e rl a n ju ta n T1 T2 T3 T4 T5 T6 M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 Gambar 30 Analisis Rap-INSINYURKANIN yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi ketenagaan. Jika ditelaah secara lebih mendalam di setiap daerah maka terlihat bahwa performa dimensi ketenagaan terbaik dapat ditemukan di Kabupaten Cilacap dengan nilai indeks keberlanjutan sebesar 52.36 sedangkan yang terburuk ditemukan di Kabupaten Belu dengan nilai indeks 33.55 Gambar 31. Gambar 31 Kondisi indeks keberlanjutan dimensi ketenagaan di masing- masing daerah Hasil analisis laverage yang dilakukan untuk melihat atribut yang sensitif dalam mempengaruhi status keberlanjutan dimensi ketenagaan menemukan fakta bahwa 5 lima atribut sensitif yang berkontribusi terhadap keberlanjutan adalah pengangkatan dan penempatan penyuluh 1.59, rencana kerja penyuluh 1.47, wilayah kerja dan binaan penyuluh 1.38, penyuluh swasta 1.36 dan upaya peningkatan kompetensi 1.29 Gambar 32. Terkait dengan upaya peningkatan performa dimensi ketenagaan dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut: 1 Dalam kegiatan pengangkatan dan penempatan penyuluh perlu dipertimbangkan mengenai ratio antara penyuluh dan pelaku utama, kualitas dan kapasitas penyuluh untuk berperan dalam penyelenggaraan penyuluhan. 2 Rencana kerja harus dibuat dengan memperhatikan konsistensi dan keberlanjutan kegiatan penyuluhan perikanan serta harus selaras dengan programa penyuluhan. 3 Wilayah kerja dan binaan penyuluh perlu ditentukan berdasarkan potensi wilayah dan komoditas unggulan. Penyuluh yang ditempatkan pada wilayah tersebut harus memiliki basis kompetensi penyuluhan yang terkait dengan potensi wilayah. 4 Perlu diatur standard kompetensi penyuluh swasta yang relatif disetarakan dengan kompetensi penyuluh fungsional PNS serta perlu dirancang mekanisme kerjasama kemitraan antara penyuluh swasta dengan pemerintah. 5 Perlu dirancang upaya sistematis untuk peningkatan kompetensi penyuluh melalui pendidikan dan pelatihan yang didasarkan pada standar kompetensi yang berlaku. Selain itu upaya peningkatan kompetensi harus diarahkan dalam skema pengembangan kualitas penyuluh secara mandiri. Menurut Parson dan Hanson 2004, untuk meningkatkan dan memperluas keberhasilan penyuluhan maka dibutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak terutama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan, selanjutnya untuk mensukseskan penyuluhan dibutuhkan metode-metode yang berbasis pada sistem edukasi. Terkait dengan pengalaman pelatihan untuk peningkatan kompetensi, Adeokun dan Adereti 2005 mengemukakan bahwa pada kasus penyuluhan perikanan di Nigeria ditemukan fakta bahwa untuk pelaksanaan training bagi perempuan dibutuhkan pengajar yang juga sesama perempuan. Beberapa alasan yang mendukung hal tersebut adalah: 1 Agen penyuluhan perempuan lebih mengetahui problem perempuan dibandingkan dengan agen penyuluhan pria 2 Pendekatan yang digunakan oleh wanita lebih tepat karena alasan feminimitas 3 Secara sosiologis penyuluh perempuan lebih diterima oleh suami perserta penyuluhan dibandingkan pria Penjelasan lebih lanjut oleh Adeokun dan Adereti 2005 bahwa pelaksanaan penyuluhan untuk kegiatan pengolahan perikanan mayoritas perempuan cenderung memilih waktu penyuluhan 2-3 jam setiap minggu dibandingkan dengan pilihan 3 jam perbulan. Hal ini mengindikasikan bahwa intensitas penyuluhan merupakan point penting dalam pelaksanaan penyuluhan. Waktu pelaksanaannya pun lebih disenangi di waktu malam karena tidak menggangu aktivitas rutin dari para perempuan. Terkait dengan lokasi maka mereka cenderung lebih senang dilaksanakan di rumah atau lokasi terpusat yang dekat karena alasan tidak meninggalkan suami atau anak. Presentase atribut sensitif dibandingkan atribut tidak sensitif pada dimensi ini adalah 35.71 berbanding 64.29 dari jumlah 14 atribut yang diduga terkait dengan dimensi ketenagaan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hanya dibutuhkan 35.71 upaya tertentu untuk meningkatkan kinerja atribut-atribut sensitif sehingga performa dimensi ketenagaan secara keseluruhan dapat ditingkatkan. Atribut yang memiliki kontribusi minimal terhadap perolehan nilai indeks dimensi ketenagaan adalah kategori penyuluh dengan nilai hanya 0.69. Pada kondisi ideal kategori penyuluh sebenarnya menjadi hal yang sangat penting karena secara normatif penyuluh perikanan harus profesional yang salah satu indikasinya adalah bekerja dengan kompetensi yang dimiliki. Pada penelitian yang dilaksanakan ditemukan fakta bahwa 70 tenaga penyuluh di daerah masih bekerja secara polivalen sehingga nilai skor atribut menjadi rendah. Dampaknya tentu saja akan mempengaruhi kelauran nilai laverage. Faktor lain yang yang diduga mempengaruhi tidak signifikannya peranan kategori penyuluh terhadap kinerja dimensi ketenagaan adalah belum adanya indikator capaian kinerja penyuluhan. Gambar 32 Peran masing-masing atribut dimensi ketenagaan yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai RMS.

4.9.3 Keberlanjutan dimensi penyelenggaraan