15 dimilikinya mempunyai rating tertinggi bila ditinjau dari segi daya tarik wisata
bahari dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain di dunia. Beberapa kawasan wisata bahari yang sangat sukses di dunia antara lain adalah kawasan Great
Barrier Reef, ka wasan negara- negara di Karibia, seperti Bahama, Kawasan Pasifik seperti Hawai serta Kawasan Meditterrania. Belajar dari pengalaman di kawasan
tersebut, ternyata negara-negara tersebut merupakan “Negara Pulau-pulau Kecil Small Islands State”, kecuali di Great Barrier Reef dan Meditterrania.
Sebagian besar pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki potensi wisata bahari yang cukup potensial DKP 2008. Beberapa diantaranya telah
dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata bahari seperti Taman Nasional TN Taka Bone Rate Sulawesi Selatan, Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Taman
Nasional Kepulauan Wakatobi Sulawesi Tenggara, Taman Wisata Alam TWA Kepulauan Kapoposang Sulawesi Selatan, Taman Wisata Alam Tujuh Belas
Pulau N usa Tenggara Timur, Taman Wisata Alam Gili Meno, Ayer, Trawangan Nusa Tenggara Barat, Taman Wisata Alam Pulau Sangiang Jawa Barat dan
lain- lain.
2.4.2 Wisata Terestrial
Pulau-pulau kecil mempunyai potensi wisata terestrial yaitu wisata yang merupakan satu kesatuan dengan potensi wisata perairan laut. Wisata terestrial di
pulau-pulau kecil misalnya Taman Nasional Komodo NTT, sebagai lokasi Situs Warisan Dunia World Herritage Site merupakan kawasan yang memiliki potensi
darat sebagai habitat komodo, serta potensi keindahan perairan lautnya di Pulau Rinca dan Pulau Komodo. Contoh lain adalah Pulau Moyo yang terletak di NTB
sebagai Taman Buru TB, dengan kawasan hutan yang masih asri untuk wisata berburu dan wisata bahari diving. Kondisi Pulau Moyo tersebut dimanfaatkan
oleh para pengusaha pariwisata sebagai kawasan “Ekowisata Terestrial”. Dikawasan tersebut terdapat resort yang tarifnya relatif mahal, dengan fasilitas
yang ditawarkan berupa tenda-tenda, sehingga merupakan “wisata camping” yang dikemas secara mewah. Paket wisata di Kawasan Pulau Moyo ini suda h sanga t
terkenal di mancanegara sehingga dapat memberikan devisa bagi negara.
2.4.3 Wisata Kultural
Pulau-pulau ke cil merupaka n suatu prototipe konkrit dari suatu unit kesatuan utuh dari sebuah ekosistem yang terkecil. Salah satu komponennya yang
sangat signifikan adalah komponen masyarakat lokal. Masyarakat ini sudah lama sekali berinteraksi dengan ekosistem pulau kecil, sehingga secara realitas di
lapangan, masyarakat pulau-pulau kecil tentunya mempunyai budaya dan kearifan tradisional local wisdom tersendiri yang merupakan nilai komoditas
wisata yang tinggi. Kawasan yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata kultural, misalnya, di
Pulau Lembata. Masyarakat suku Lamalera di Pulau Lembata mempunyai budaya heroik “Berbur u Paus secara tradisional” traditional whales hunter. Kegiatan
berbur u paus secara tradisional tersebut dilakukan setelah melalui ritual- ritual buda ya yang sangat khas, yang hanya di miliki oleh suku Lamalera tersebut.
Keunika n buda ya da n kearifan tradisional tersebut, menjadi daya tarik bagi para wisatawan.
2.5 Pengelolaa n Pulau-pulau Kecil dalam Konteks Pengelolaan Wilaya h Pesisir Terpadu PWPT
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dahulu dikenal istilah Integrated Coastal Zone Management ICZM pertama kali dikemukakan pada Konferensi
Pesisir Dunia World Conference of Coast yang digelar pada tahun 1993 di Belanda. Pada forum tersebut, PWPT diartikan sebagai proses paling tepat
menyangkut masalah pengelolaan pesisir, baik untuk kepentingan saat ini maupun jangka panjang, termasuk di dalamnya akibat kerugian habitat, degradasi kualitas
air akibat pencemaran, perubahan siklus hidrologi, berkurangnya sumber daya pesisir, kenaikan muka air laut serta dampak akibat perubahan iklim dunia
Suba ndo no et al. 2009. Lebih jauh, Subandono et al. 2009 juga menyatakan bahwa konsep PWPT menyediakan suatu kerangka perencanaan dan pengelolaan
yang tepat dalam menaklukkan berbagai kendala dan permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir, seperti ada nya pe ngaturan institusi yang terpecah-
pecah, birokrasi yang berorientasi pada satu sektor, konflik kepentingan,
17 kurangnya prioritas, kepastian hukum, minimnya pengetahuan kedudukan wilayah
dan faktor sosial lainnya serta kurangnya informasi dan sumberdaya. Dahuri et al. 2003 mendefenisikan PWPT seba gai suatu pendekatan
pengelolaan pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpadu integrated guna mencapai
pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Untuk mewujudka n hal itu maka ke terpaduan da lam perencanaan da n
pengelolaan kawasan pesisir dan laut mencakup empat aspek, yaitu : a keterpaduan wilaya h ekologis; b keterpaduan sektoral; c keterpaduan
kebijakan secara vertikal; d keterpaduan disiplin ilmu; dan d keterpaduan stakeholder. Dengan kata lain, penetapan komposisi dan laju tingkat kegiatan
pembangunan pesisir yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dapat dirasaka n oleh segenap pemangku kepentingan stakeholders secara
adil dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Dengan demikian
terlihat bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaan pemanfaatan kawasan pesisir dan laut menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan
dan one management serta tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Konsep batasan ekologis dalam pengelolaan wilayah pesisir harus berisikan upa ya mengi ntegrasika n empa t ko mpo nen pe nting yang merupaka n satu kesatuan
meliputi a Batasan wilayah perencanaan : natural domain bukan batasan administratif ; b Kawasan pesisir sebagai dasar pengelolaan kawasan di hulunya
; c Pendekatan Keterpaduan meliputi integrasi ekos istem darat- maritim, integrasi perencanaan sektoral hor izontal, integrasi perencanaan vertikal dan integrasi
sains dengan manajemen; dan d Alokasi ruang proporsional, dimana 30 dari wilayah perencanaan merupakan lahan alami.
Prinsip ke terpaduan sangat penting dalam konteks pengelolaan pesisir karena wilayah pesisir memiliki fungs i yang dinamik. Cicin-Sain and Knecht
1998 in Adrianto 2005 memberikan acuan bahwa elemen keterpaduan dalam pengelolaan pesisir adalah 1 keterpaduan sektoral, 2 keterpaduan
pemerintahan, 3 keterpaduan spasial, 4 keterpaduan ilmu dan manajemen dan 5 keterpaduan internasional. Dalam penentuan wilayah pesisir, Indo nesia
menggunakan batasan pengertian berdasarkan pendekatan secara ekologis yang digabungkan dengan pendekatan dari segi perencanaan untuk memperlihatkan
batasan secara yuridis dari wilayah pesisir Indonesia. Ditinjau dari pendekatan secara administratif, masalah batasan wilayah
pesisir merupakan hal yang paling mendasar yang harus dipahami lebih dahulu, karena akan menunjukkan ruang lingkup berlakunya suatu perundang- undangan
mengenai pengelolaan wilayah pe sisir. Di Indo nesia dalam konsep normatifnya, batasan wilayah pesisir yang digunakan dalam Pedoman Umum Perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu yaitu wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling mempengaruhi dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk
Provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten kota ke arah darat batas administrasi kabupaten kota. Berdasarkan Rancangan Undang-undang
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tahun 2004, pengertian wilayah pesisir ialah satu kesatuan wilayah antara daratan dan lautan
yang secara ekologis mempunyai hubungan keterkaitan yang di dalamnya termasuk ekosistem pulau kecil serta perairan di antara satu kesatuan pulau-pulau
kecil. Singh 1992 in Adrianto 2004 menjelaskan bahwa pulau-pulau kecil yang
merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik tambahan 1 relatif terisolir, 2 memiliki keterbatasan secara geografis smallness, 3
keanekaragaman yang terbatas; dan 4 secara ekonomis maupun ekologis rentan terhadap faktor eksternal harus berbasis keberlanjutan dalam pengelolaannya.
Artinya harus mempertimbangkan faktor keterpaduan antar komponen yang secara riil tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam perspke tif ekos istem
wilayah. Wilayah pulau-pulau kecil dibagi menjadi beberapa sub wilayah dengan berbagai potensi dan potensi persoalan yaitu 1 wilayah perairan lepas pantai
coastal offshore zone, 2 wilayah pantai beach zone, 3 wilayah dataran rendah pesisir coastal lowland zone, 4 wilayah pesisir pedalaman inland
zone.