Batasan Wilayah Batasan Defenisi Operasional Pulau

cottage sebanyak 10 unit, yang dilengkapi dengan 1 musholla, 1 lapangan tenis, 1 ruangan yang diperuntukkan untuk restoran dan aula pertemuan, I unit darmaga tempat penyeberangan perahu yang besar dengan panjang 50 meter dan lebar 5 meter. Namun sarana dan fasilitas rekreasi yang terdapat di pulau ini, sekarang telah rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Pulau Badi memiliki fasilitas pendidikan berupa bangunan SD 2 unit, SMP terbuka 1 unit dan SMA terbuka 1 unit, mesjid 1 unit, pusat pelayanan kesehatan pembantu 1 unit. Prasarana da n sarana umum yang tersedia di Pulau Bontosua cukup baik. Prasarana dan sarana umum tersebut mencakup sarana dan prasarana pendidikan berupa SD, SMP, kesehatan, penerangan listrik, transportasi, tempat ibadah masjid, sarana olah raga, dan lain- lain. Prasarana da n sarana transportasi yang tersedia di pulau ini terdiri atas perahu motor angkutan sebanyak 4 buah, sepeda sebanyak 65 buah, sepeda motor sebanyak 23 buah, dan gerobak sebanyak 12 buah. Pulau ini juga terdapat prasarana listrik yang beroperasi antara jam 18.00 - 23.00 wita dan mampu melayani seluruh rumah serta mesjid dan seluruh infrastruktur yang ada di pulau Bontos ua. Prasarana dan sarana yang terdapat di Pulau Sanane meliputi sarana pendidikan berupa SD 1 unit dan SMP terbuka 1 unit. Fasilitas kesehatan berupa Posyandu dan tenaga kesehatan berupa 2 tenaga medis perawat, tempat ibadah berupa mesjid 1 unit. Karena pulau ini sering terjadi abrasi, maka sekeliling pantai dibangun breakwaters sepanjang 350 meter. Prasarana dan sarana transpor tasi yang tersedia di pulau ini terdiri atas perahu angkutan umum sebanyak 4 buah, yang mengangkut barang dan manusia dari Pulau Sanane ke Kota Makassar. 85 penduduk telah memiliki handphone sebagai sarana komunikasi. Pulau ini juga terdapat prasarana listrik yang beroperasi antara jam 18.00 - 23.00 wita dan mampu melayani seluruh rumah serta mesjid dan seluruh infrastruktur yang ada di pul au Sanane. 121

5.2.3 Mata Pencaharian

Mayoritas pe nduduk pulau-pulau yang dikaji memanfaatkan sumberdaya perairan yang ada disekitar pulau, dengan berprofesi sebagai nelayan, umumnya dengan menggunakan alat tangkap jaring, alat pancing da n bagang perahu yang dioperasikan di perairan sekitar pulau sampai ke pulau-pulau di Kecamatan Ujung Tanah, Makassar. Jenis ikan hasil tangkapan bagang perahu adalah jenis ikan campuran seperti : ikan teri, cakalang, simbula, layang dan lainnya. Investasi untuk mengusahakan bagang perahu relatif be sar, yaitu sekitar 120 – 250 juta per unit. Dengan investasi yang tinggi ini, maka bagang hanya dimiliki oleh para ponggawa atau juragan kapal. Dalam mengoperasikan alat tangkap bagang perahu, diperlukan sekitar 6 – 12 orang dan dipimpin oleh seorang ponggawa laut. Alat ini umumnya dioperasikan efektif pada malam hari dengan menggunakan cahaya lampu, memanfaatkan sifat ikan yang tertarik pada cahaya foto taksis positif. Untuk sekali beroperasi, bagang membutuhkan biaya sekitar Rp. 1.500.000 – Rp. 2.500.000, yang meliputi biaya bahan bakar, makanan, termasuk rokok, minuman bagi nelayan serta biaya lainnya. Selain nelayan pengguna alat tangkap bagang perahu, juga terdapat nelayan pengguna gae purse seine mini dan pancing. Dalam melakukan aktivitas penangkapannya, nelayan pancing menggunakan pancing rawe atau pancing ulur untuk menangkap ikan katamba, bambangan, sunu, dan kakap merah. Wilayah fishing ground mereka meliputi wilayah sekitar Spermonde hingga perairan sekitar Pulau Kapoposang. Jenis pancing rawe diakui oleh nelayan sebagai jenis pancing yang menghabiskan banyak biaya karena membutuhkan bahan berupa mata pancing dan tasi yang banyak. Biasanya nelayan membutuhkan 120 sampai 1.500 buah mata pancing serta tasi da ri dua ukuran yang masing- masing dibutuhkan masing- masing 3 - 14 gulung untuk membuat satu set pancing rawe. Dalam aktifitas penangkapannya, biasanya nelayan membawa dua pancing rawe yang dioperasikan secara bersamaan agar lebih besar peluang untuk menangkap ikan buruannya. Menurut informasi yang diperoleh, terdapat dua waktu pengoperasian pancing rawe yaitu pada waktu siang dan pada waktu malam. Waktu pengoperasian siang biasanya mulai pada pukul 04.00 - 16.00. Sedangkan waktu pengoperasian malam mulai pukul 16.00 sore - 04.00 subuh. Dalam satu kali beroperasi nelayan memasang pancing hingga lima kali. Perbedaan waktu penangkapan berhubungan langsung dengan jenis ikan yang dapat ditangkap. Pada penangkapan malam nelayan biasanya dapat menangkap ikan katamba dan bambangan. Dalam sekali pengoperasian pancing rawe, nelayan membutuhka n biaya sebesar Rp. 200.000,- dengan rincian : a Rp. 70.000 untuk umpan, b Rp. 30.000, untuk es, dan c Rp. 100.000 untuk solar. Ketiga bahan operasional penangkapan tersebut didapatkan dari TPI Rajawali, Makassar. Menurut nelayan, penangkapan ikan dengan pancing rawe dilakuka n hanya jika harga ika n relatif stabil, karena jika harga ika n tur un saat tangkapa n nelayan melimpah, nelayan merugi karena hasil penjualan tangkapan tidak sebanding dengan biaya operasianal. Saat keadaan seperti itu, nelayan memilih mengubah usaha mereka dari penangkap ikan menjadi pembeli ikan pabalolang dengan memanfaatkan jolloro yang dimiliki. Nelayan akan membeli ikan dari nelayan pengguna pukat dan pancing yang melakukan penangkapan di wilayah perairan Makassar. Kegiatan usaha seperti ini dikenal oleh penduduk lokal sebagai “pabalolang patula”. Jalur distribusi pemasaran hasil tangkapan ikan yang menggunakan bagang perahu memiliki 3 tiga pola : 1 ponggawa bagang menj ual ke ponggawa besar di Makassar, 2 nelayan menjual ke pedagang pengumpul dan selanjutnya pedagang pengumpul menjual ke pasar ikan di Makassar, da n 3 nelayan langsung menjual ke pasar ikan di Makassar. Pada pola pertama, aktifitas penangkapan ikan seluruhnya dilakukan oleh bagang terapung. Karena aktifitas tersebut berlangsung relatif cukup lama sekitar 20 hari, maka pada umumnya hasil tangkapan ikan melebihi kapasitas daya muat bagang terapung. Pada kondisi ini, perahu kecil bermesin jolloro bertugas untuk mengantar hasil tangkapan ikan tersebut ke ponggawa besar di Makassar. 123 Pola kedua, nelayan menjual hasil tangkapan ikannya ke pedagang pengumpul. Transaksi dilakukan baik di daratan pulau maupun di tengah laut pada saat aktifitas penangkapan masih berlangsung. Pilihan untuk melakukan transaksi di tengah laut lebih disebabkan oleh: i volume hasil tangkapan yang lebih besar dibandingkan dengan kapasitas daya muat perahu motor; dan ii posisi perahu motor pada saat melakukan aktifitas penangkapan relatif jauh dari pasar. Selanjutnya, pedagang pengumpul menjualnya ke pasar ikan di Makassar. Pada pola ini, baik nelayan maupun pedagang pengumpul, sama sekali tidak terikat dengan ponggawa, sehingga tidak memiliki kewajiban untuk menjual hasil tangkapannya ke ponggawa. Pola ketiga, nelayan sendiri yang menjual secara langsung hasil tangkapannya ke pasar ikan di Makassar TPI Paotere dan Rajawali. Nelayan yang mengikuti pola ini pada umumnya memiliki peralatan tangkap yang amat terbatas dan melakukan aktifitas penangkapan hanya disekitar Pulau Balang Lompo. Jumlah nelayan yang berada pada pola ini relatif kecil. Dari TPI Paotere dan Rajawali, hasil tangkapan laut ini kemudian biasanya a langsung dibeli oleh konsumen rumah tangga, b dibeli oleh pedagang perantara keliling, c untuk konsumsi rumah makan dan restoran, dan d dibeli supplier pemasok untuk swalayan dan hotel.

5.2.4 Tingkat Pendapatan

Mengukur tingkat pendapatan nelayan merupakan hal yang cukup sulit, karena sangat dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan yang fluktuatif sebagai akibat ketergantungan pada kondisi alam. Perbedaan jumlah hasil tangkapan antar musim biasanya sangat ekstrim, dari tidak ada sama sekali sampai berlimpah. Untuk nelayan ya ng umumnya mengoperasikan bagang perahu, biasanya satu unit alat tangkap ini menghasilkan tangkapan 10-50 keranjang per hari. Harga jual ikan hasil tangkapan per keranjang per basket antara Rp 50.000 – Rp 100.000. Sehingga perolehan nelayan dalam satu unit tangkapan berkisar antara Rp 500.000 – Rp 5.000.000 per hari. Hasil tangkapan ini kemudian dibagi dengan proporsi yang bervariasi antara nelayan sawi, ponggawa laut da n ponggawa

Dokumen yang terkait

Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pulau-pulau Kecil (Studi Kasus Kepulauan Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara)

1 80 228

Kajian pemanfaatan pulau kecil berbasis kesesuaian dan daya dukung (kasus gugus Pulau Talise, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara)

0 11 84

Pengelolaan Sumberdaya Pulau Kecil Untuk Ekowisata Bahari Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung. (Studi Kasus Pulau Matakus, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku)

0 21 328

Pengembangan wisata bahari dalam pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil berbasis kesesuaian dan daya dukung (Studi kasus Pulau Sebesi Provinsi Lampung)

0 3 18

Kajian model kesesuaian pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil berbasis kerentanan dan daya dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan

1 26 436

Analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata bahari pulau hari kecamatan laonti kabupaten Konawe Selatan provinsi Sulawesi Tenggara

3 18 117

Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pulau pulau Kecil (Studi Kasus Kepulauan Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara)

0 5 109

Pengelolaan Sumberdaya Pulau Kecil Untuk Ekowisata Bahari Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung. (Studi Kasus Pulau Matakus, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku)

2 11 159

Model Bioekonomi Pengelolaan Sumberdaya Rajungan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

1 7 95

Kondisi Terumbu Karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 1 102