Adaptas i Kerentanan Kerentanan Pulau-Pulau Kecil PPK .1 Konsep dan Definisi Ke rentanan
47 bertumpu pada format perencanaan, metode pelaksanaan dan manfaatnya di
pusatkan ke pemerintah nasional dan pemerintah daerah melaksanakan program tersebut. Pemerintah nasional membagi rata manfaat pengelolaan sumberdaya
wilayah pulau-pulau kecil ke pemerintah daerah, walau daerah tidak memiliki wilayah pesisir. Kelemahan model top-down adalah minimnya muatan karakter
lokal kearifan lokal di dalam pelaksanaanya sehingga seringkali berbenturan dengan realita dan masalah yang ada. Benturan tersebut berakibat terjadi dualisme
pengelolaan yaitu pengelolaan berbasis masyarakat yang telah berlangsung sejak dulu dengan konsep top-down. Sedangkan hal positif model ini yaitu besarnya
persediaan pendanaan dan efektifnya instrumen pengelolaan, seperti pengawasan dan penegakan hukum.
Model bottom-up adalah model pengelolaan yang telah lama digunakan oleh sebagian besar masyarakat pulau-pulau kecil yang memiliki hak tradisional dan
begitu kuat diakui. Saat sekarang model pengelolaan berbasis masyarakat ini masih ada, seperti sistem pengelolaan sasi, ondoapi, lebak bulung, panglima laot
atau sistem ponggawa-sawi di Sulawesi Selatan. Kelemahan model bottom-up adalah mengenai pertanyaan tentang kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil,
instrumen yang tersedia makin sulit melakuka n pe negaka n hukum yang disepakati, legalitasnya masih sulit dipenuhi landasannya, hanya sedikit
masyarakat yang memahami prinsip pengelolaan mode l ini. Kelebihan mode l ini adalah dibe nt uk oleh masyarakat pulau-pulau kecil
sendiri dimana pelaksanaannya berdasarkan sistem norma, kepatuhan dan loyalitas Pratikto
2005. Model pengelolaan Co-management yang berpola kemitraan, menganggap
masyarakat pulau-pulau kecil dan pemerintah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil. Model ini
menitikberatkan bahwa masyarakat harus berkelompok sehingga koordinasi, pemilihan prioritas dan pengambilan keputusan lebih akomodatif dalam
meminimalkan bias dalam pencapaian tujuan. Proses dalam mode l ini biasa lebih menyita banyak waktu untuk tawar- menawar antara pihak pemerintah dan
kelompok tentang hal- hal penting yang akan disepakati, sehingga kedua pihak ini seringkali sulit disinergikan Pratikto 2005.
Model yang terakhir adalah model pengelolaan terpadu. Model ini adalah suatu mekanisme dimana setiap elemen mempunyai peran yang saling
mendukung agar terlaksananya tujuan pengelolaan. Multi disiplin ilmu bersinergis dalam suatu wadah tim kerja teamwork sehingga alokasi waktu untuk
menciptakan kesamaan persepsi, prinsip dan tujuan nampak lebih lama. Mode l terintegrasi terpadu ini memerlukan dukungan kelembagaan, baik dari
pemerintah maupun dari masyarakat pesisir itu sendiri, disamping validasi daya dukung sumberdaya bagi terselenggaranya tujuan ini. Pulau-pulau di lokasi
penelitian lebih baik dikelola dengan model pengelolaan terpadu ini.
2.10 Pendekatan Sistem dalam Penge lolaa n Pulau-Pulau Kecil 2.10.1 Batasan Sistem
Sistem didefinisikan sebagai sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan dan merupakan satu keseluruhan Amirin 1992. Lebih lanjut sistem
didefinisikan beberapa literatur sebagai berikut : 1 Sistem adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang
bekerja mencapai tujuan Muhammadi et al. 2001, 2 Sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu
tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tuj uan Manetsch and Park 1979 in Eriyatno 1998, 3 Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian
yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks Marimin 2007.
Simatupang 1995, mengemukakan bahwa ada lima unsur utama yang terdapat dalam sistem yaitu 1 elemen-elemen atau bagian-bagian, 2 adanya
interaksi atau hubungan antar elemen-elemen atau bagian-bagian, 3 adanya sesuatu yang mengikat elemen-elemen atau bagian-bagian tersebut menjadi suatu
kesatuan, 4 terdapat tujuan bersama sebagai hasil akhir, 5 berada dalam suatu lingkungan yang kompleks.
49 Marimin 2007, mengemukakan sifat-sifat dasar dari suatu sistem yaitu 1
Pencapaian tujuan, orientasi pencapaian tujuan akan memberikan sifat dinamis kepada sistem, memberi ciri perubahan yang terus menerus dalam usaha mencapai
tujuan, 2 Kesatuan usaha, mencerminka n suatu sifat dasar dari sistem dimana hasil keseluruhan melebihi dari jumlah bagian-bagiannya atau sering disebut
konsep sinergi, 3 Keterbukaan terhadap lingkungan, lingkungan merupakan sumber kesempatan maupun hamba tan pe ngemba ngan. Keterbukaan terhadap
lingk ungan membuat penilaian terhadap suatu sistem menjadi relatif atau yang dinamakan equifinality atau pe ncapa ian tujuan suatu sistem tidak mut lak harus
dilakuka n de ngan satu cara terba ik. Tetapi pe ncapa ian tuj uan suatu sistem dapat dilakukan melalui berbagai cara sesuai dengan tantangan lingkungan yang
dihadapi, 4 Transformasi, merupakan proses perubahan input menjadi output yang dilakuka n oleh sistem, 5 Hubungan antar bagian, kaitan antara subsistem
inilah yang akan memberikan analisa sistem suatu dasar pemahaman yang lebih luas, 6 Sistem ada berbagai macam, antara lain sistem terbuka, sistem tertutup
dan sistem dengan umpan balik, 7 Mekanisme pengendalian, mekanisme ini menyangkut sistem umpan balik yang merupakan suatu bagian yang memberi
informasi kepada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadap pencapaian tuj uan atau pe mecahan persoa lan yang dihadapi. Simatupang 1995,
mengemukakan bahwa suatu sistem nyata dalam bahasa formal tertentu dibuat dalam pemodelan sebagai suatu proses membangun atau membentuk sistem yang
dimaksud, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu 1 tata nilai yang diyakini dianut oleh pemodel, 2 ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh pemodel, dan 3
pengalaman hidup dari pemodel.