Mata Pencaharian Sistem Sosial .1 Keadaan Penduduk

131 Tabe l 24 Kerentanan Pulau-Pulau yang Dika ji Berdasarkan Kerentanan Lingkungan Pulau Sel Nilai Kerentanan Skor Kerentanan Tingkat Kerentanan Badi 4 1,50 5 sangat tinggi Balang Lompo 1 1,67 5 sangat tinggi Balang Lompo 4 2,50 5 sangat tinggi Langkadea 2 2,00 5 sangat tinggi Langkadea 3 2,50 5 sangat tinggi Langkadea 4 2,50 5 sangat tinggi Pajeneka 2 2,50 5 sangat tinggi Pajeneka 3 1,67 5 sangat tinggi Panambungan 2 2,50 5 sangat tinggi Sanane 3 2,50 5 sangat tinggi Sanane 4 1,67 5 sangat tinggi Badi 3 1,33 4 rentan tinggi Balang Cadi 2 1,00 4 rentan tinggi Bontusua 2 1,25 4 rentan tinggi Panambungan 4 1,25 4 rentan tinggi Badi 1 0,75 3 Sedang Bontusua 1 1,00 3 Sedang Bontusua 3 0,80 3 Sedang Bontusua 4 1,00 3 Sedang Langkadea 1 1,00 3 Sedang Panambungan 1 1,00 3 Sedang Balang Cadi 3 0,50 2 rentan rendah Panambungan 3 0,67 2 rentan rendah Sanane 2 0,67 2 rentan rendah Badi 2 0,33 1 sangat rendah Balang Cadi 1 0,25 1 sangat rendah Balang Cadi 4 0,33 1 sangat rendah Balang Lompo 2 0,40 1 sangat rendah Balang Lompo 3 0,50 1 sangat rendah Pajeneka 1 0,50 1 sangat rendah Pajeneka 4 0,50 1 sangat rendah Sanane 1 0,33 1 sangat rendah Sumber : Data Primer 2011 Pulau Badi di sel 3, Pulau Balang Caddi sel 2, Pulau Bontosua sel 2 dan Pulau Panambungan sel 4 memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dengan skor 4, 132 hal ini disebabkan karena nilai parameter fisik lingkungan yang tinggi dengan kapasitas adaptif berada pada kisaran 4 dan kisaran 5. Pulau Badi pada sel 1, Pulau Bontosua pada sel 1, sel 3 dan sel 4, Pulau Langkadea sel 1 dan Pulau Panambungan pada sel 1 memiliki tingkat kerentanan sedang dengan skor 3, hal ini disebabkan karena tingkat kerentanan lingkungan dengan parameter SLR di wilayah tersebut pada kisaran dengan kerentanan tinggi hingga sangat tinggi, sedangkan nilai kisaran pasang surut dan rata-rata tinggi gelombang berada pada kisaran dengan kerentanan rendah hingga sedang. Pulau Balang Caddi sel 3, Pulau Panambungan sel 3 dan Pulau Sanane sel 2 memiliki tingkat kerentanan yang rendah dengan skor 2. Hal ini terjadi karena tingkat kerentanan yang ada di wilayah tersebut berada pada kisaran yang rendah yang meliputi nilai SLR, tinggi pasang surut dan rata-rata tinggi gelombang berada pada kisaran kerentanan yang rendah. Pulau Badi dengan sel 2, Pulau Balang Caddi sel 1 dan sel 4, Pulau Balang Lompo sel 2 dan 3, Pulau Pajenekang sel 1 dan 4 serta Pulau Sanane sel 1 memiliki tingkat kerentanan yang sangat rendah dengan skor 1. Hal ini disebabkan karena nilai SLR, kisaran pasang surut da n rata-rata tinggi gelombang mimiliki nilai yang sangat rendah. Tingka t kerentanan pulau-pulau yang dikaji berkisar 5,66 – 5,73 mmtahun Lampiran 3. Pulau yang memiliki nilai SLR paling tinggi terdapat di Pulau Balang Caddi dan Pulau Balang Lompo, ini disebabkan lokasi Pulau Balang Caddi dan Pulau Balang Lompo lebih terbuka dibandingkan pulau lainnya. Sea level rise adalah fenomena naiknya muka laut yang diakibatkan oleh adanya peningkatan volume air laut sebagai akibat dari pemuaian ataupun mencairnya es di kutub. Mencairnya es di kutub sebagian besar disebabkan oleh efek rumah kaca greenhouse. Dampak dari kenaikan muka laut terhadap pesisir dan pulau-pulau kecil tergantung pada dua hal, yaitu: 1 tingkat kekritisan dari kenaikan muka laut laju kenaikan pertahun dan 2 karakteristik daratan pulau, seperti penggunaan lahan, topografi, dan penghalang pantai. Kenaikan muka laut membawa dampak luas bagi manusia terutama bagi penduduk yang tinggal di dataran renda h, di daerah pa ntai yang padat pe nduduk di ba nyak negara da n di 133 de lta-delta sungai. Dampak fisik yang disebabkan akibat kenaikan muka laut diantaranya adalah 1 terjadinya peningkatan frekuensi dan intensitas banjir, 2 erosi garis pantai, 3 meningkatkan bahaya badai laut di daerah pesisir, 4 berubahnya ekosistem pesisir, 5 aquifer salinization. Nilai SLR yang diperoleh dari data penelitian berkisar 5,66 mmthn hingga 5,70 mmthn Lampiran 4. Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu 100 tahun, akan terjadi kenaikan muka laut sebesar 5,6 m – 5,7 m. Jika ketinggian pulau hanya 5,6 m hingga 5,7 m, maka akan membawa dampak tenggelamnya pulau tersebut, jika tidak diiringi dengan upaya konservasi atau perlindungan pulau dengan membangun break waters di sekiling pulau berdasarkan sistem kapasitas alam yang ada. Dampak kenaikan muka laut Nicholls, 2002 in Paharuddin 2011 terdapat pada Tabel 25. Tabe l 25 Dampak Kenaikan Muka Laut Dampak Biofisik Faktor Relevan Lainnya Iklim Non Iklim Perendaman, banjir, gelombang, dampak efek backwater Gelombang, perubahan morfologi, suplai sedimen, run-off Suplai sedimen, penanganan banjir, pe ruba han morfologi, pengelolaan daerah tangkapan air dan pemanfaatan lahan Kehilangan daerah lahan basah Suplai sedimen Suplai sedimen Eros i Gelombang dan badai iklim, suplai sedimen Suplai sedimen Intrusi air laut air permukaan Run-off, curah hujan Pengelolaan daerah tangkapan air Sumber : Nicholls 2002 in Paharuddin 2011 Kisaran pasang sur ut di pulau-pulau yang dikaji adalah 1,50 hingga 1,66 cm Lampiran 4, dengan skor kerentanan 2 – 3 rentan rendah – rentan sedang. Faktor pasang surut berhubungan dengan kemudahan dari suatu pantai pesisir mengalami perendaman atau penggenangan apabila terjadi banjir dan mempercepat bergesernya garis pantai. Untuk di pulau-pulau penelitian berdasarkan perhitungan bilangan Fomzahl dari konstanta pasang surut yang ada pada Tabe l 26 diperoleh bilangan F =1,73 untuk perairan sekitar Biringkassi pulau-pulau Spermonde. Hal ini berarti kedua daerah tersebut memiliki tipe pasang surut “Campuran Domina n Tungg al” dimana da lam satu hari terjadi dua

Dokumen yang terkait

Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pulau-pulau Kecil (Studi Kasus Kepulauan Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara)

1 80 228

Kajian pemanfaatan pulau kecil berbasis kesesuaian dan daya dukung (kasus gugus Pulau Talise, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara)

0 11 84

Pengelolaan Sumberdaya Pulau Kecil Untuk Ekowisata Bahari Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung. (Studi Kasus Pulau Matakus, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku)

0 21 328

Pengembangan wisata bahari dalam pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil berbasis kesesuaian dan daya dukung (Studi kasus Pulau Sebesi Provinsi Lampung)

0 3 18

Kajian model kesesuaian pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil berbasis kerentanan dan daya dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan

1 26 436

Analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata bahari pulau hari kecamatan laonti kabupaten Konawe Selatan provinsi Sulawesi Tenggara

3 18 117

Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pulau pulau Kecil (Studi Kasus Kepulauan Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara)

0 5 109

Pengelolaan Sumberdaya Pulau Kecil Untuk Ekowisata Bahari Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung. (Studi Kasus Pulau Matakus, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku)

2 11 159

Model Bioekonomi Pengelolaan Sumberdaya Rajungan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

1 7 95

Kondisi Terumbu Karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 1 102