5. Terkait dengan wilayah yang kecil dan terpencil, menjadikan biaya-biaya
transportasi yang tinggi; 6.
Ekosistem yang rentan, dan diperburuk oleh gejala alam yang ada.
2.7.3 Kerentanan Fisik
BPPT 2009, Kerentanan fisik infrastruktur menggambarkan suatu
kondisi fisik yang rawan terhadap faktor bahaya tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai berikut : persentase kawasan
terbangun, kepadatan bangunan, persentase bangunan konstruksi darurat dan sebagainya. Wilayah permukiman di Indonesia dapat dikatakan berada pada
kondisi yang sangat rentan karena persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan dan bangunan konstruksi darurat di perkotaan sangat tinggi sehingga
apabila terjadi suatu bencana maka kerugiannya sangat besar. Selain itu, bentuk kerentanan fisik yang dimiliki masyaraka t berupa da ya tahan menghadapi ba haya
tertentu. Sebagai contoh adalah kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat
yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya. BAPENAS 2006, kerentanan fisik bersifat spesifik tergantung jenis
bencana. Indikator kerentanan fisik untuk masing- masing jenis hazard menggunakan indikator yang spesifik, seba gai contoh penggunaan indikator
tsunami code untuk tsunami, indikator building code untuk gempa bumi, indikator penduduk yang tinggal di area yang tidak aman untuk ancaman letusan gunung
api. Secara umum wilayah Indonesia memiliki kerentanan fisik yang tinggi karena pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana yang ada belum memenuhi
prasyarat yang dibutuhka n wilayah yang memiliki potensi ancaman yang tinggi seperti Indonesia.
2.7.4 Kerentanan Sos ial
Kerentanan sosial menunjukkan perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa kesehatan penduduk apabila ada bahaya dengan indikator
35 kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, pe rsentase pe nduduk usia tua-
balita, tingkat pengangguran, tekanan ekonomi dan penduduk wanita. BPPT 2009, Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan
sosial dalam menghadapi bahaya. Pada kondisi sosial yang rentan maka jika terjadi bencana dapat dipastikan akan menimbulkan dampak kerugian yang besar.
Beberapa indikator kerentanan sosial antara lain kepadatan penduduk, laju pertumbuhan pe nduduk, pe rsentase pe nduduk us ia tua-ba lita da n pe nduduk
wanita. Kota-kota di Indonesia memiliki kerentanan sosial yang tinggi karena memiliki persentase yang tinggi pada indikator- indikator tersebut. Sebagai contoh
adalah semakin besar persentase kelompok rentan bencana pada suatu daerah maka diasumsikan tingkat kerentanan daerah tersebut semakin tinggi. Kelompok
rentan be ncana ada lah anggot a masyarakat yang membut uhka n ba ntuan karena keadaan yang di sandangnya di antaranya masyarakat lanjut usia, penyandang
cacat, anak-anak serta ibu hamil dan menyusui. Kondisi kecacatan menyebabkan hak pe nyanda ng cacat untuk tumbuh kembang dan berkreasi tidak dapat
terpenuhi. Korban bencana sosial adalah mereka yang menjadi pihak yang dirugikan
oleh kejadian bencana sosial yang diakibatkan ulah manusia antara lain karena disparitas ekonomi, diskriminasi, ketidakadilan, kelalaian, ketidaktahuan, maupun
sempitnya wawasan dari sekelompok masyarakat. Mereka yang tergolong sebagai korban bencana sosial adalah mereka yang menjadi korban konflik, kerusuhan
sosial, kekerasan dan perilaku yang tidak adil Villagran 2006. Masalah kerentanan sosial yang dialami masyarakat akan bertambah berat
karena pada saat yang bersamaan pemerintah juga mengalami serangkaian tantangan yang harus diperhatikan dengan baik agar tidak membebani di
ke mudian hari seperti ke cenderungan peruba han struktur demografi, kecenderungan urbanisasi dan kecenderungan kenaikan jumlah penduduk miskin
BPPT 2009.
2.7.5 Kerentanan Ekonomi
Adrianto and Matsuda 2002, pulau-pulau kecil memiliki peluang ekonomi yang terbatas khususnya soal skala ekonomi economics of scale. Agar kegiatan
ekonomi di pulau-pulau kecil mendapatkan skalanya yang sesuai maka pengembangan sektor perdagangan menjadi diperlukan, walaupun tergantung pula
kepada infrastruktur yang ada di pulau-pulau kecil tersebut. Adapun kegiatan ekonomi yang memungkinkan untuk dilakukan di pulau-pulau kecil adalah
kegiatan ekonomi yang terspesialisasi sesuai dengan sumberdaya yang tersedia. Dalam beberapa hal, specialized economy seperti yang terjadi untuk pulau-
pulau kecil berdampak positif, khususnya yang terkait dengan konsep skala ekonomi. Dengan keanekaragaman spesialisasi ekonomi dari sebuah pulau kecil,
maka semakin meningkat pula tingkat ketahanan ekonomi dari pulau tersebut dari faktor eksternal sepanjang pengelolaan kegiatan ekonomi tersebut
memperhitungkan tingkat daya dukung pulau secara umum Hein, 1990 in Adrianto, 2004. Menurut Briguglio 1995 in Adrianto 2004, ada beberapa hal
yang menjadi ciri keterbatasan ekonomi wilayah pulau-pulau kecil terkait dengan ukuran fisik smallness, yaitu:
1. Terbatasnya sumberdaya alam dan ketergantungan terhadap komponen impor
yang tinggi. 2.
Terbatasnya substitusi impor bagi ekonomi pulau. 3.
Kecilnya pasar domestik dan ketergantungan terhadap ekspor untuk menggerakkan ekonomi pulau.
4. Ketergantungan terhadap produk-produk dengan tingkat spesialisasi tinggi.
5. Terbatasnya kemampuan untuk mempengaruhi harga lokal.
6. Terbatasnya kemampuan untuk menentukan skala ekonomi.
7. Terbatasnya kompetisi lokal.
8. Persoalan yang terkait dengan administrasi publik.
Briguglio 1995 mengungkapkan bahwa karakteristik penting lain dari pulau-pulau kecil yang terkait dengan pengembangan ekonomi wilayah adalah
tingkat insularitas. Pulau-pulau kecil memiliki tingkat insularitas yang tinggi karena sebagian besar jauh dari daratan induknya. Persoalan eko nomi pulau-pulau
37 kecil yang terkait dengan karakteristik insularitas ini terutama yang terkait dengan
persoalan transportasi dan komunikasi, lingkungan ekonomi yang cenderung monopolistik, melimpahnya sumberdaya kelautan dan dominasi sektor jasa.
Adapun karakteristik pulau-pulau kecil yang dilihat dari sifat insularitas seperti yang dikemukakan oleh Briguglio 1995, yaitu:
1. Biaya transportasi per unit produk.
2. Ketidakpastian suplai.
3. Volume stok yang besar.
4. Ketergantungan terhadap produk-produk dengan tingkat spesialisasi tinggi.
5. Terbatasnya kemampuan untuk mempengaruhi harga lokal.
6. Terbatasnya kemampuan untuk menentukan skala ekonomi.
7. Terbatasnya kompetisi lokal.
8. Persoalan yang terkait dengan administrasi publik.
BPPT 2009, kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya. Kemampuan ekonomi
suatu individu atau masyaraka t sangat menentuka n tingka t kerentanan terhadap ancaman bahaya. Beberapa indikator kerentanan ekonomi diantaranya adalah
persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan sektor yang rawan terhadap pemutusan hubungan kerja dan persentase rumah tangga miskin.
Sebagai contoh adalah masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap ba haya, ka rena tidak mempunyai kemampuan finansial yang
memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana. Penduduk miskin ada lah pe nduduk yang pe ndapa tannya di ba wah garis
kemiskinan. Pada tahun 2005, garis kemiskinan ditentukan oleh dua kelompok besar yaitu garis kemiskinan berkaitan dengan makanan GKM berupa
pemenuhan kebutuhan 2.100 kalori per kapita per hari sebesar Rp 91.072,- dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan GKBM berupa paket komoditi kebutuhan
dasar yang ditetapkan sebesar Rp 38.036,-. Beban pe nduduk miskin yang berkeluarga lebih besar daripada yang belum berkeluarga mengingat besarnya
jumlah dan banyaknya macam kebutuhan anggota keluarga yang masih harus ditanggung. Dari penduduk miskin terdapat kelompok masyarakat fakir miskin,
yaitu mereka yang be nar-benar berada di kelompok terbawah yang sangat membutuhkan uluran tangan pemerintah BPS 2005.
Kerentanan ekonomi yang digunakan dalam penghitungan indeks kerentanan pada setiap jenis hazard relatif sama dengan indikator utama di
antaranya, pendapatan asli daerah, laju pe rtumbuhan eko nomi da n densitas populasi. Kerentanan sosial ekonomi penduduk terhadap bencana meliputi aspek
ekonomi laju pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, PDRB dan aspek sosial kependudukan seperti densitas dan jumlah penduduk, pendidikan,
kesehatan, kemiskinan, tenaga kerja. Peta kerentanan sosial ekonomi wilayah Indonesia menunjukkan bahwa komponen densitas pe nduduk da n laju
pertumbuhan ekonomi menjadi indikator penentu kerentanan wilayah BPPT 2009.
2.7.6 Kerentanan Lingk ungan
BPPT 2009, lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Konsentrasi penduduk yang tidak merata, sebagian tinggal di daerah
yang rawan terhadap bahaya, seperti di lereng gunung api, dataran sungai yang rawan terhadap banjir, lereng- lereng perbukitan yang berpotensi terhadap bencana
tanah longsor, zona pa tahan aktif yang berpo tensi terhadap gempa bumi dan sebagainya. Bencana yang terjadi di Indonesia sering kali menimbulkan dampak
korban yang sangat besar mengingat bahwa daerah rawan bencana masih banyak yang dihuni oleh penduduk karena keterbatasan tempat atau karena daerah
tersebut subur untuk kehidupannya. Sebagai contoh adalah masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya
kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunung an rentan terhadap a ncaman be ncana tanah longsor da n seba gainya.
Kerentanan merupakan gambaran dari faktor fisis, sosial, ekonomi dan lingkungan yang dibentuk dari perilaku, kebiasaan, budaya, sosial ekonomi suatu
wilayah yang dikaji dan saling berinteraksi satu sama lain. Berdasarkan definisi ISDR 2004, kerentanan dikelompokkan menjadi 4 faktor yaitu :
39 a.
Fisik Faktor kerentanan fisikal pada umumnya merujuk pada perhatian serta
kelemahan atau kekurangan pada lokasi serta lingkungan terbangun. Hal ini dapat diartikan sebagai wilayah terbuka exposure atau tempat yang sangat
rentan terke na ba haya placed in harm’s way. Kerentanan fisik dapat ditunjukkan oleh misalnya tingkat kepadatan penduduk, permukiman terpencil,
lokasi, desain serta material yang dipergunakan untuk infrastruktur dan perumahan, kondisi geomorfologi area terbangun serta elemen fisis lainnya.
b. Sos ial
Elemen yang berkaitan dengan faktor kerentanan sosial adalah yang berhubungan dengan kehidupan individu, komunitas dan masyarakat pada
umumnya. Hal tersebut termasuk aspek yang berkaitan dengan tingkat melek huruf dan pendidikan, jaminan keamanan dan ketenangan, jaminan hak asasi
manusia, sistem pemerintahan yang baik, persamaan sosial, nilai sosial pos itif, ideologi dan lain- lain. Selain itu isu gender, kelompok usia, akses ke fasilitas
kesehatan juga merupakan elemen kerentanan sosial. Fasilitas fisik dalam komunitas, seperti keterbatasan infrastruktur dasar, misalnya sediaan air bersih
dan sanitasi, fasilitas kesehatan, hal tersebut juga dapat meningkatkan kerentanan sosial. Kearifan lokal serta kebiasaan atau tradisi dapat menjadi
bagian untuk meningkatkan kapabilitas sosial. c.
Ekonomi Tingkat kerentanan ekonomi sangatlah bergantung pada status ekonomi dari
masyarakat, komunitas serta tingkat diatasnya. Selain itu jumlah kaum miskin, komposisi jumlah perempuan yang tidak berimbang dan para manula juga akan
meningkatkan kerentanan ekonomi, karena kelompok ini dianggap paling rentan apabila terjadi bencana, karena pada umumnya kelompok ini memiliki
keterbatasan kemampuan dalam upaya recovery akibat bencana. Kerentanan ekonomi juga bergantung pada kondisi cadangan ekonomi dari masyarakat,
komunitas atau level diatasnya, akses pada pendanaan, pinjaman dan asuransi. Eko nomi yang lemah pada umumnya akan meningkatkan tingkat kerentanan
ekonomi. Selain itu keterbatasan akses terhadap Infrasturktur pendukung
perekonomian seperti akses jalan, perbankan, pasar juga berpengaruh pada tingkat kerentanan ekonomi.
d. Lingkungan Ekologi Aspek kunci dari kerentanan lingkungan termasuk didalamnya peningkatan
penurunan sumberdaya alam serta status degradasi sumberdaya. Dengan kata lain kekurangan da ri resilience dalam sistim ekologi serta terbuka terhadap zat
beracun serta polutan berbahaya, merupakan elemen penting dalam membentuk kerentanan lingk ungan. Dengan meningkatnya kerentanan lingkungan seperti
berkurangnya biodiversity, penurunan mut u tanah atau ke langkaan air bersih akan dengan mudahnya mengancam jaminan terpenuhinya kebutuhan pangan
bagi masyarakat yang bergantung pada produksi lahan, hutan serta lingkungan laut untuk mata pencahariannya. Lingkungan yang terpolusi juga meningkatkan
ancaman resiko kesehatan. Beberapa indikator kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan lingkungan
tersebut di atas menunjukkan bahwa wilayah Indonesia memiliki tingkat kerentanan yang tinggi, sehingga hal ini mempengaruhi menyebabkan tingginya
risiko terjadinya be ncana di wilayah Indo nesia. Kondisi tersebut menunjukkan masih lemahnya upaya pengurangan risiko bencana baik melalui peningkatan
ketangguhan masyarakat terhadap ancaman bahaya atau pengurangan kerentanan fisik, sos ial, ekonomi dan lingkungan masyarakat.
Kejadian bencana alam terjadi pada waktu yang tidak dapat diprediksi sebelumnya dan seringkali diluar
kekuasaan manusia untuk menolaknya. Bencana alam yang kerap menimpa penduduk di berbagai lokasi berbeda adalah : banjir, gempa bumi, kekeringan,
tanah longsor, kebakaran hutan dan angin topan. Kejadian bencana alam ini tentu saja menyebabkan penduduk yang menjadi korban memerlukan pertolongan
segera dan tidak dapat ditunda BPPT 2009.
2.7.7 Adaptas i Kerentanan
Moran 1982 in Gunawan 2008 mendefinisikan adaptasi sebagai suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia selama hidupnya untuk
merespon terhadap perubahan-perubahan ekologi, sosial dan lingkungannya.
41 Dalam kajian adaptabilitas manusia terhadap lingkungan, ekos istem adalah
keseluruhan situasi dimana adaptabilitas berlangs ung terjadi. Suatu populasi di suatu ekosistem tertentu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan dengan
cara-cara yang spesifik. Ketika suatu populasi masyarakat mulai menyesuaikan diri terhadap suatu lingkungan yang baru, suatu proses perubahan akan dimulai
dan mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri. Adaptasi yang dilakukan manusia terhadap lingkungan menunjukkan adanya
interrelasi antara manusia dan lingk ungan. Usaha-usaha adaptasi dapat berfokus
pada respon terhadap berbagai dampak spesifik misalnya peningkatan suhu dan atau pengurangan kerentanan dengan menangani penyebabnya.
Adaptasi yang dilakukan manusia terhadap lingkungan menunjukkan adanya interrelasi antara manusia dan lingkungan. Dalam konteks ini, pendekatan
human ecology menekankan menunjukan adanya hubungan saling terkait interplay antara lingk ungan fisik dan sistem-sistem sosial buda ya. Dalam mode l
sistem human ecology, terdapat keterkaitan antara sistem sosial masyarakat buda ya da n sistem eko logi yang mencakup perpindahan energi, materi dan
informasi dari satu sistem ke sistem lain dan di antara komponen dari masing- masing sistem. Dalam hubungan yang saling terkait ini, perubahan pada satu
komponen akan menyebabkan perubahan pada komponen lain dan sebaliknya Rambo 1984. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam interaksinya dengan
lingkungan sekitar, manusia menggunakan kebudayaan. Dalam berbagai disiplin ilmu sosial, khususnya antropologi, kebudayaan didefinisikan secara beragam,
tergantung dari perspektif yang digunakan. Namun demikian, secara keseluruhan terdapat beberapa perspektif dalam melihat kebudayaan, misalnya kebudayaan
dilihat sebagai sistem yang saling berkaitan secara fungsional, sebagai sistem simbol, sebagai sistem kognitif, atau sebagai sistem adaptif. Dalam konteks
interaksi dengan lingkungan, perspektif yang tampaknya sesuai untuk dipakai dalam mengartikan kebudayaan adalah perspektif yang melihat kebudayaan
sebagai sistem adaptif culture as adaptive system. Dalam perspektif ini, kebudayaan budaya didefinisikan diartikan sebagai ekspresi adaptasi manusia
terhadap setting lingkungannya.