Kondisi Fisik Oceanografi A Pasang Surut

123 Pola kedua, nelayan menjual hasil tangkapan ikannya ke pedagang pengumpul. Transaksi dilakukan baik di daratan pulau maupun di tengah laut pada saat aktifitas penangkapan masih berlangsung. Pilihan untuk melakukan transaksi di tengah laut lebih disebabkan oleh: i volume hasil tangkapan yang lebih besar dibandingkan dengan kapasitas daya muat perahu motor; dan ii posisi perahu motor pada saat melakukan aktifitas penangkapan relatif jauh dari pasar. Selanjutnya, pedagang pengumpul menjualnya ke pasar ikan di Makassar. Pada pola ini, baik nelayan maupun pedagang pengumpul, sama sekali tidak terikat dengan ponggawa, sehingga tidak memiliki kewajiban untuk menjual hasil tangkapannya ke ponggawa. Pola ketiga, nelayan sendiri yang menjual secara langsung hasil tangkapannya ke pasar ikan di Makassar TPI Paotere dan Rajawali. Nelayan yang mengikuti pola ini pada umumnya memiliki peralatan tangkap yang amat terbatas dan melakukan aktifitas penangkapan hanya disekitar Pulau Balang Lompo. Jumlah nelayan yang berada pada pola ini relatif kecil. Dari TPI Paotere dan Rajawali, hasil tangkapan laut ini kemudian biasanya a langsung dibeli oleh konsumen rumah tangga, b dibeli oleh pedagang perantara keliling, c untuk konsumsi rumah makan dan restoran, dan d dibeli supplier pemasok untuk swalayan dan hotel.

5.2.4 Tingkat Pendapatan

Mengukur tingkat pendapatan nelayan merupakan hal yang cukup sulit, karena sangat dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan yang fluktuatif sebagai akibat ketergantungan pada kondisi alam. Perbedaan jumlah hasil tangkapan antar musim biasanya sangat ekstrim, dari tidak ada sama sekali sampai berlimpah. Untuk nelayan ya ng umumnya mengoperasikan bagang perahu, biasanya satu unit alat tangkap ini menghasilkan tangkapan 10-50 keranjang per hari. Harga jual ikan hasil tangkapan per keranjang per basket antara Rp 50.000 – Rp 100.000. Sehingga perolehan nelayan dalam satu unit tangkapan berkisar antara Rp 500.000 – Rp 5.000.000 per hari. Hasil tangkapan ini kemudian dibagi dengan proporsi yang bervariasi antara nelayan sawi, ponggawa laut da n ponggawa pemilik alat tangkap. Pembagian ini dibagi rata 3 bagian yaitu 1 bagian untuk ponggawa pemilik alat tangkap, 1 bagian ponggawa laut dan 1 ba gian untuk nelayan sawi. Selanjutnya 1 bagian untuk nelayan sawi tersebut dibagi lagi berdasarkan jumlah sawi yang ikut di kapal bagang perahu tersebut. Sedangkan untuk nelayan pengguna rawe dan gae, diperoleh hasil Rp.500.000 hingga Rp. 3.000.000 trip.

5.2.5 Aspek Sosial Budaya

Istilah ponggawa bagi masyarakat menggunakan 3 tiga terminologi, yaitu: i ponggawa besar, yang merupakan pemilik moda l dan berdomisili di Makassar; ii ponggawa bagang, pemilik bagang terapung dan berdomisili di pulau; iii ponggawa jolloro, pemilik perahu motor jolloro berdomisili di pulau. Pemilik bagang terapung maupun pemilik jolloro juga disebut ponggawa karena mempekerjakan orang yang selanjutnya disebut sawi. Dalam interaksi antar ketiga ponggawa tersebut, masing- masing ponggawa memiliki peran, kewajiban dan tanggung jawab sendiri. Peran dan tanggung jawab ponggawa besar adalah memberi pinjaman moda l dan membeli hasil tangkapan ponggawa bagang. Peran dan tanggung jawab ponggawa bagang adalah menangkap ikan dan menjualnya ke ponggawa besar serta memfasilitasi kebutuhan sawi selama masa penangkapan. Sedangkan peran dan tanggung jawab ponggawa jolloro adalah mengangkut hasil tangkapan dari bagang terapung ke ponggawa besar Makassar. Berdasarkan peran, kewajiban dan tanggung jawab pada kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bagang perahu, pembagian hasil tangkapan ditetapkan seluruh hasil tangkapa n ponggawa ba gang harus dijual ke ponggawa besar dan oleh ponggawa besar dilakukan pemotongan sebesar 10 dari total hasil penjualan. Pemotongan tersebut dapat diartikan sebagai pembayaran bunga atas pinjaman modal yang diberikan oleh ponggawa besar kepada ponggawa bagang. Selanjutnya, setelah dikurangi dengan biaya operasional, hasil penjualan tersebut dibagi menjadi 3 tiga bagian : 2 dua bagian diberikan ke ponggawa bagang dan 1 satu bagian diberikan ke 125 ponggawa jolloro. Bagian untuk ponggawa bagang selanjutnya dibagi menjadi 3 tiga bagian : 2 dua bagian untuk pemilik bagang dan 1 satu bagian untuk pekerja sawi. Bagian untuk pekerja sawi ini selanjutnya dibagi secara merata keseluruh pekerja sawi, termasuk ke jur u mudi. Juru mudi disebut secara khusus karena ia memperoleh bagian pula dari pemilik bagang sebesar jumlah yang diterimanya sebagai pekerja sawi. Pada umumnya, ponggawa bagang sekaligus merangkap sebagai pemilik bagang, dengan jumlah bagang hanya 1 unit. Kondisi ini terjadi, bukan hanya disebabkan oleh adanya kesulitan memperoleh modal akan tetapi juga karena pertimbangan kemampuan melakukan pengawasan atas bagang terapung yang dimiliki jika lebih dari satu. Meski demikian, dalam kasus yang terbatas, terdapat pula orang yang memiliki lebih dari satu bagang terapung dan karenanya tidak otomatis menjadi ponggawa bagang.

5.2.6 Indeks Pembangunan Manusia

Kualitas hidup masyarakat seringka li dicerminka n oleh indikator kualitas pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan; kualitas kesehatan masyarakat maupun lingkungannya serta daya beli atau kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Pendekatan yang sering digunakan untuk menilai kualitas hidup masyarakat adalah Indeks Pembangunan Manusia IPM atau Human Development Index HDI. Metode ini menggunakan tiga indikator yaitu : i tingkat pengetahuan yang diukur dari rata-rata lama sekolah dan melek huruf; ii derajat kesehatan yang diukur dari angka harapan hidup life expectancy. iii tingkat kesejahteraan yang tercermin pada kemampuan ekonomi atau daya beli purchasing power. Berdasarkan indikator tersebut dapat dikemukakan bahwa kualitas pendidika n masyaraka t pulau relatif rendah. Berdasarkan data yang tersedia, dari seluruh pe nduduk pulau yang pernah duduk di bangku sekolah, sebagian besar 85,50 hanya mampu menyelesaikan pendidikannya hingga Sekolah Dasar SD. Meskipun angka tersebut relatif cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berumur di atas 13 tahun, nampak tidak jauh berbeda. Gambaran ini menunjukkan bahwa hampir seluruh penduduk pernah duduk d i bangku SD. Meski pulau-pulau yang dikaji masih ditemuka n penduduk yang buta huruf, namun dalam persentase yang amat kecil. Bahkan penduduk yang buta huruf tersebut berumur rata-rata di atas 35 tahun. Di pulau kajian, meski da lam persentase yang relatif kecil, sudah terdapat penduduk yang mampu menyelesaikan pendidikannya hingga diploma D1 sd D3 dan bahkan hingga sarjana S1. Dari tahun ke tahun, jumlah penduduk yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, terus menunjukkan peningkatan. Tingginya tingkat partisipasi sekolah dari penduduk, paling tidak disebabkan oleh 2 dua faktor, yaitu : i prasarana dan sarana pendidikan di pulau-pulau sudah terpenuhi, khususnya sekolah dasar ii tingkat aksessibilitas untuk memperoleh pendidikan lanjutan di Maka ssar lebih muda h. Kualitas kesehatan penduduk cukup baik, sebagai akibat tersedianya prasarana dan sarana kesehatan yang relatif memadai di pulau ini. Segala fasilitas kesehatan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat public health tersedia secara cukup, misalnya Puskesmas, P uskesmas Pembantu, Pos Pelayanan Terpadu Posyandu, dokter umum, dokter gigi dan bidan perawat. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan juga cukup baik. Kesadaran tersebut munc ul karena adanya pemberian informasi dan sosialisasi masalah-masalah kesehatan dari tenaga-tenaga kesehatan maupun media massa de ngan intensitas yang cukup. Aktifitas ekonomi pulau-pul au yang dikaji cukup beragam, dalam artian buka n hanya semata- mata didominasi oleh usaha penangkapan, akan tetapi juga berkembang usaha perdagangan, pertukangan dan usaha jasa. Meski demikian, nampak adanya disparitas pendapatan antar kelompok masyarakat. Kelompok ponggawa bagang, nampaknya memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang lain. Bagi masyarakat pulau, indikator yang digunakan untuk menilai apakah seseorang sejahtera atau tidak, adalah ukuran dan kualitas rumah yang dipunyai.

Dokumen yang terkait

Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pulau-pulau Kecil (Studi Kasus Kepulauan Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara)

1 80 228

Kajian pemanfaatan pulau kecil berbasis kesesuaian dan daya dukung (kasus gugus Pulau Talise, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara)

0 11 84

Pengelolaan Sumberdaya Pulau Kecil Untuk Ekowisata Bahari Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung. (Studi Kasus Pulau Matakus, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku)

0 21 328

Pengembangan wisata bahari dalam pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil berbasis kesesuaian dan daya dukung (Studi kasus Pulau Sebesi Provinsi Lampung)

0 3 18

Kajian model kesesuaian pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil berbasis kerentanan dan daya dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan

1 26 436

Analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata bahari pulau hari kecamatan laonti kabupaten Konawe Selatan provinsi Sulawesi Tenggara

3 18 117

Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pulau pulau Kecil (Studi Kasus Kepulauan Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara)

0 5 109

Pengelolaan Sumberdaya Pulau Kecil Untuk Ekowisata Bahari Berbasis Kesesuaian Dan Daya Dukung. (Studi Kasus Pulau Matakus, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku)

2 11 159

Model Bioekonomi Pengelolaan Sumberdaya Rajungan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan

1 7 95

Kondisi Terumbu Karang di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 1 102