Indeks Pembangunan Manusia Sistem Sosial .1 Keadaan Penduduk
135
menerima dampak tanpa mengalami gangguan atau penderitaan dalam jangka panjang atau mengalami perubahan signifikan dari kondisi lainya. Turner et al.
2003 mengatakan bahwa kepekaan tidak dapat dipisahkan dari keterbukaan dari sistem kerentanan. Luers 2005 in Paharuddin 2011 juga mengkombinasikan
pengertian kepekaan dan keterpaparan, dimana ia mendefinisikan kepekaan sebagai level dari sistem dalam merespon gangguan eksternal terhadap sistem.
Lebih lanjut Luers 2005 in Paharuddin 2011 mengatakan bahwa termasuk dalam konsep ini adalah kemampuan dari sistem untuk tahan terhadap perubahan
dan kemampuan untuk pulih kembali kekondisi semula setelah gangguan yang mengenai sistem berlalu.
Kerentanan lingkungan dengan komponen kepekaan sensitifitas yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor geomorfologi dan kemiringan pulau.
Untuk kriteria geomorfologi, semua wilayah kajian memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi dengan bobot skor 5.
Faktor geomorfologi wilayah kajian terdiri dari pasir dan pecahan karang. Geomorfologi pulau yang terdiri dari pasir dan pecahan karang memiliki tekstur
yang kasar da n porous Tabe l 27, termasuk dalam kategori kerentanan sangat tinggi Gornitz 1997 dengan kategori kerentanan di skor 5.
Faktor kemiringan pulau serta abrasi yang memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi terdapat di tiap sel yaitu Pulau Bontosua, kemudian diikuti
dengan kerentanan yang sangat tinggi di Pulau Badi. Kerentanan yang berada di kategori kerentanan tinggi berada pada pulau Balang Caddi sel 3, Pulau
Langkadea sel 2, Pulau Pajenekang sel 2, Pulau Panambungan sel 4, Pulau Sanane sel 3 dan sel 4. Nilai kemiringa n pulau-pulau yang dikaji berkisar 0,005 cm
hingga 2,32 cm, nilai tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Persentase kemiringan pulau yang tertinggi terdapat di Pulau Badi, begitu
pula dengan nilai tinggi gelombang dan kisaran pasang surut. Ini mengindikasikan bahwa Pulau Badi merupakan pulau yang landai dengan kedalaman 5 – 50 m dan
tinggi gelombang serta kisaran pasang surut akan selalu mempengaruhi letak Pulau Badi. Kemiringan atau kelerengan pantai dapat merepresentasikan dua
kondisi yaitu sebagai bagian dari geomorfologi pantai dan menunjukkan seberapa
136
jauh luas penggenangan air laut di pantai akibat kenaikan muka air laut dan proses-proses dinamika laut lainnya.
Tabe l 27 Hasil Analisis Jenis Sedimen Pulau Balang Lompo Stasiun
Zona Median butiran Q
2
Jenis sedimen mm
Stasiun I Reef flat
1,40 Pasir sangat kasar
Reef crest 1,00
Pasir kasar Reef slope
0,47 Pasir sedang
Reef base 0,52
Pasir kasar Stasiun 2
Reef flat 0,90
Pasir kasar Reef crest
0,40 Pasir sedang
Reef slope 0,32
Pasir sedang Reef base
0,58 Pasir kasar
Stasiun 3 Reef flat
0,50 Pasir kasar
Reef crest 0,47
Pasir sedang Reef slope
0,49 Pasir sedang
Reef base 0,12
Pasir halus Stasiun 4
Reef flat 0,50
Pasir kasar Reef crest
0,46 Pasir sedang
Reef slope 0,74
Pasir kasar Reef base
0,49 Pasir sedang
Sumber : Data Primer 2011 Kemiringan pulau yang sangat landai mengakibatkan air laut senantiasa
masuk ke pulau dalam jumlah yang besar, yang dapat menimbulkan terjadinya banjir di daratan pulau dan mempercepat bergesernya garis pantai di suatu pulau.
Ini dibuktikan dengan sering terjadinya abrasi di Pulau tersebut. Pada tahun 2007, abrasi di Pulau Badi mencapa i 3 – 5 m yang mengakibatkan 35 rumah tempat
tinggal tergenang air hingga ketinggian 1,5 m. Kondisi ini menunjukkan bahwa Pulau Badi, Pulau Balang Lompo dan Pulau Balang Caddi memiliki tingkat
kerentanan yang sangat tinggi. Akumulasi data selama 10 tahun dari kelima faktor tersebut, setelah di standarisasi akan memperlihatkan tingkat kerentanan yang
berbeda-beda, dari kerentanan sangat rendah hingga kerentanan sangat tinggi.
137
Tabe l 28 Parameter Kerentanan Pulau secara Fisik
Pulau Nilai Parameter Kerentanan
SLR mmthn Geo
morfologi Tinggi
Gelombang m Kemiringan
Kisaran Pasut m
Balang Lompo 5,71 – 5,72
Pasir 0,13 – 0,40
0,09 – 0,13 1,53 – 1,68
Balang Cadd i 5,72 – 5,73
Pasir 0,30 – 0,39
0,019 – 0,45 1,53 – 1,68
Langkadea 5,70 – 5,71
Pasir 0,30 – 0,39
0,06 – 0,45 1,50 – 1,66
Panambun gan 5,70 – 5,71
Pasir 0,32 – 0,41
0,02 – 0,21 1,53 – 1,68
Badi 5,66 – 5,67
Pasir 0,30 – 0,45
0,50 – 1,20 1,50 – 1,80
Pajenekang 5,68 – 5,69
Pasir 0,30 – 0,43
0,008 – 0,32 0,68 – 1,68
Bontosua 5,67 – 5,72
Pasir 0,31 – 0,38
0,50 – 1,70 1,50 – 1,71
Sanane 5,68 – 5,69
Pasir 0,32 – 0,42
0,006 – 0,22 1,54 – 1,69
Sumber : Data Primer 2011
C Daya Adaptasi Adaptif Capacity
Adaptasi adalah penyesuaian oleh sistem alam atau manusia dalam merespon kondisi aktual dan iklim atau dampak dari perubahan iklim. Daya
adaptasi adalah kemampuan dari sistem untuk menyesuaikan terhadap perubahan iklim termasuk iklim yang berubah- uba h da n ekstrim yang membuat po tensi
dampak lebih moderat, mengambil manfaat atau untuk mengatasi konsekuensi dari perubahan tersebut Fussel and Klien 2006. Menurut Luers 2005, daya
adaptasi merujuk pada potensi untuk beradaptasi dan mengurangi kerentanan suatu sistem. Daya adaptasi menggambarkan kemampuan dari suatu sistem
terhadap perubahan sebagai cara untuk membuat sistem tersebut lebih baik dalam beradaptasi terhadap pengaruh eksternal.
Daya adaptasi merupakan sifat yang suda h melekat dari suatu sistem ya ng didefinisikan sebagai kapasitasnya untuk beradaptasi terhadap keterpaparan Smit
and Pilifosova 2003. Dalam hal ini, daya adaptasi direfleksikan dari resiliensi, misalnya sebuah sistem yang resilience memiliki kapasitas untuk mempersiapkan,
menghindari, mentolerir dan memulihkan diri dari resiko atau dampak. Resiliensi ada lah ke mampua n dari suatu entitas unt uk resisten atau pulih da ri suatu
kerusakan Kaly et al. 2004. Daya adaptasi pada penelitian ini menitikberatkan pada kondisi ekosistem yang terdapat di pulau-pulau yang dikaji, meliputi
138
ekos istem lamun dan ekosistem terumbu karang. Karena ekosistem yang baik dengan jenis dominan lebih resilience atau lebih tahan terhadap ko ndisi yang
rentan atau dengan kata lain kerentanan dapat dikurangi jika daya adaptasi berupa kondisi ekosistem sumberdaya baik. Nilai skor untuk jenis lamun diperoleh pada
kategori kerentanan yang rendah hingga kerentanan sangat rendah di semua sel pulau, sedangkan untuk daya adaptasi dengan kategori jumlah individu lamunm
2
, ditemukan nilai kerentanan yang rendah hingga sangat tinggi yaitu diperoleh rata-
rata 8 jumlah individum
2
Daya adaptasi untuk jenis karang diperoleh nilai kerentanan yang variatif dari kerentanan yang sangat rendah hingga kerentanan yang sangat tinggi dengan
dominansi pada jenis lifeform yaitu masif da n sub- masif dengan persentase tutupan karang 13 de ngan tingka t kerentanan yang renda h. Hal ini disebabkan
karena wilayah studi terdapat program konservasi terumbu karang dengan membentuk wilayah-wilayah yang masuk da lam da erah perlind ungan laut DPL.
. Nilai ini menunjukkan bahwa untuk faktor kerentanan dengan parameter jumlah individu lamun berada pada kisaran kerentanan sedang.
D Kompos it Kerentanan Lingk unga n
Kerentanan Lingkungan yang terdiri dari SLR, geomorfologi, kemiringan, tinggi gelombang dan ketinggian gelombang, tutupan persentase karang, jumlah
individu lamunm
2
, jenis lifeform karang dan jenis lamun, distandarisasi untuk menentuka n tingka t kerentanan pulau-pulau kecil. Hal ini dimaksudka n karena
variabel- variabel penyusun indeks yang terukur memiliki unit yang berbeda sehingga dilakukan standarisasi unit atau satuan Briguglio 1995; Adrianto and
Matsuda 2002;2004. Kerentanan lingkungan setelah distandarisasi akan menghasilkan peta seperti pada Gambar 17. Peta komposit kerentanan lingkungan
menunjukkan bahwa Pulau Balang Lompo sel 1 dan sel 4, Pulau Sanane sel 3 dan 4, Pulau Langkadea sel 3 dan 4, Pulau Panambungan sel 2, Pulau Pajenekang sel 2
dan 3 serta Pulau Badi sel 4 memiliki kerentanan yang sangat tinggi, sedangkan kerentanan yang sangat renda h terdapa t di Pulau Balang Lompo sel 2 dan sel 3;
Pulau Balang Caddi sel 1 dan sel 4; Pulau Sanane sel 1 dan Pulau Pajenekang sel 1 dan sel 4 serta Pulau Badi sel 2.
140
Gambar 17 Peta Kerentanan Lingkungan Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji 139