179 a.  Pendidikan biasa pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi; b.  Pendidikan khusus;
c.  Pendidikan luar biasa; d.  Pendidikan kemasyarakatan dan
e.  Pendidikan di luar hubungan sekolah.
Kesulitan ekonomi yang dialami para pegawai negeri khususnya para guru  juga  telah  dimanfaatkan  oleh  PKI  melalui  organisasi  guru,
Persatuan  Guru  Republik  Indonesia  PGRI.  Organisasi  itu  dalam kongresnya  yang  ke-9  pada  bulan  Oktober  1959  telah  mendwifungsikan
dirinya  sebagai  serikat  sekerja  dan  profesi  guru.  Dengan  begitu  PGRI telah memudahkan jalan bagi PKI untuk masuk dalam tubuh organisasi
serikat  sekerja  dan  mempengaruhinya  untuk  mensukseskan  Plan Empat Tahun Peta PKI.
Memasuki  tahun  1960-an,  PKI  mulai  melakukan  infltrasi  untuk menguasai  organisasi  profesi  guru,  PGRI.  Meskipun  Ketua  Umum
PGRI, Subiadinata menolak terhadap usaha-usaha yang dilakukan PKI, tetapi  kebijakan  ketua  umum  itu  ditentang  oleh  sebagian  pengurus
PGRI lainnya antara lain Soebandri. Selanjutnya dalam kongres PGRI ke-10 yang  dilakukan  di  Gelanggang  Olah  Raga  Bung  Karno  tahun  1962,
Soebandri  dan  kawan-kawan  kembali  melakukan  politik  adu  domba. Bahkan  kali  ini  mereka  memfitnah  Ketua  Umum  PGRI,  Subiadinata,
dengan mengatakan bahwa ketua umum anti Manipol, anti revolusi. PKI yang  telah  berhasil  menunjuk  Soebandri  sebagai  ketua  umum  dalam
pemilihan  Pengurus  Besar  PGRI  ternyata  tidak  berhasil  menggeser kedudukan Subiadinata sebagai ketua umum, karena dalam kongres ke-
10  itu  Subiadinata  kembali  terpilih  sebagai  Ketua  Umum  PGRI. Terpengaruh  oleh  suasana  kongres  itu,  akhirnya  kongres  menyepakati
untuk memasukkan PancasilaManipol Usdek sebagai dasar PGRI.
b.  Penumpasan Gerakan 30 September
Dalam situasi yang tidak menentu  itu, pimpinan Angkatan Darat diambil alih  oleh  Panglima  Kostrad  Mayor  Jenderal  Soeharto.  la  melakukan
konsolidasi  pasukan-pasukan  TNI  yang  masih  setia  kepada  pemerintah.  Di antaranya  adalah  RPKAD  sekarang  Kopasus  di  bawah  pimpinan  Kolonel
Sarwo  Edhie  Wibowo.  Dengan  kekuatan  ini,  Mayor  Jenderal  Soeharto melakukan serangkaian operasi penumpasan G 30 SPKI.
Setelah  merebut  kembali  stasiun  RRI,  Mayor  Jenderal  Soeharto  selaku pemangku jabatan Panglima AD pada 1 Oktober 1965 jam20.00 mengeluarkan
pengumuman sebagai berikut: 1  Telah ada kerja sama dan saling mengerti yang bulat dan penuh antara
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Kepolisian menumpas gerakan 30 September.
2  Gerakan 30 September dan orang-orangnya adalah kontrarevolusioner 3  Gerakan  30  September  telah  mengadakan  coup  dan  mengambil  alih
180 kekuasan negara dari tangan presiden.
4  Gerakan 30 September telah mengadakan penculikan terhadap beberapa perwira tinggi ABRI.
5  Masyarakat diharapkan tenang dan tetap waspada. Pidato yang disampaikan Mayjen  Soeharto pada 1 Oktober 1965 itu besar
artinya bagi rakyat. Rakyat Indonesia sejak itu dapat memastikan bahwa sebelumnya telah terjadi suatu perebutan kekuasaan oleh Letkol Untung
dengan pasukannya. Lebih lanjut Mayjen Soeharto menyampaikan bahwa Presiden Soekarno dan Jenderal A. H. Nasution dalam keadaan sehat dan
situasi Jakarta telah dikendalikan.
Langkah selanjutnya Mayjen Soeharto memerintahkan satuan RPKAD dan Batalyon  328Kujang  Siliwangi  merebut  Pangkalan  Udara  Halim  yang
diduga  sebagai pusat G 30 SPKI. Pasukan TNI AD dengan cepat menguasai keadaan.  Seluruh  pangkalan  udara  Halim  Perdana  Kusumah  dapat
diduduki pasukan pemerintah pada 2 Oktober jam 12.00 siang.
Pada tanggal 3 Oktober 1965, jenazah para korban G 30 SPKI ditemukan dalam sebuah sumur tua di daerah Lubang Buaya Jakarta Timur. Penemuan
ini didasarkan pada laporan seorang anggota polisi lalu lintas yang juga ditangkap kaum pemberontak ketika sedang berpatroli. Nama polisi tersebut
ialah Sukitman. Jenazah-jenazah korban baru dapat diangkat pada tanggal 4 Oktober 1965. Jenazah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Berdasarkan  informasi  dan  bukti-bukti  yang  dikumpulkan,  ABRI  dan masyarakat menyimpulkan bahwa dibalik Gerakan 30 September ini terdapat
keterlibatan  PKI.  Maka  dimulailah  operasi  pengejaran  terhadap  anggota- anggota  PKI.  Dalam  suatu  operasi  pengejaran  di  Tegal,  Kolonel  Untung
Sutopo  berhasil  ditangkap.  Sementara,  D.N.  Aidit  ditembak  mati  di  daerah Boyolali.  Para  tokoh  PKI  yang  tertangkap  kemudian  diadili.  Di  antaranya
ada yang dihukum mati. Lainnya ada yang dipenjarakan di Jakarta dan di Pulau  Buru,  Maluku.  Berita  tentang  keterlibatan  PKI  menimbulkan
kemarahan  rakyat.  Berbagai  aksi  dan  forum  digelar  untuk  menuntut pembubaran partai ini. Di antaranya yang terkenal adalah Forum Pancasila
dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia.
c.  Soekarno Pasca Gerakan 30 September