Penyebaran Agama Hindu di Nusantara
16 India harus menyusuri pantai timur Sumatera ketika melintasi Selat
Malaka. Mereka kemudian singgah di sejumlah pelabuhan penting di Sumatra, pesisir utara Jawa, dan Kalimantan. Di tempat-tempat
tersebut, para pedagang dari kedua belah pihak menukarkan barang- barang dagangan mereka. Para peda gang India memperoleh logam
mulia, emas, perhiasan, beras, kayu cendana, dan rempah-rempah dari pedagang Nusantara. Sementara, orang-orang Nusantara memperoleh
kain dan batu permata dari pedagang India.
Hubungan awal antara Nusantara dan Cina terjadi karena perluasan pengaruh Kekaisaran Cina ke Asia Tenggara pada akhir abad ke-2
sebelum Masehi. Menurut sebuah catatan dari Cina, pada zaman pemerintahan Kaisar Wu-ti 140-86 sebelum Masehi orang Cina telah
berlayar mengunjungi lima buah pulau besar di Laut Selatan. Kemungkinan besar pulau-pulau yang dimaksud terletak di Nusantara.
Catatan tersebut melaporkan bahwa penduduk pulau-pulau itu memiliki kapal sendiri. Kapal itu digunakan untuk merompak maupun
mengangkut barang dagangan. Hubungan dagang antara Nusantara dan Cina pada masa itu selalu melibatkan pihak penguasa. Kekaisaran Cina
menjalin hubungan perdagangan hanya dengan negeri-negeri atau kerajaan lain yang mengakuinya sebagai Yang Dipertuan. Sebagai
penghormatan terhadap kaisar Cina, utusan suatu kerajaan atau para pedagang akan membawa upeti ke istananya. Sebagai imbalannya, kaisar
kemudian memberi daftar sejumlah barang pesanan kepada para utusan atau pedagang tersebut. Upeti dan barang-barang dagangan dari
Nusantara yang dibawa ke Cina biasanya berupa lada, pala, cengkeh, kapur barus, kayu wangi, cula badak, gading gajah, dan sejumlah jenis
hewan seperti kera putih dan burung kasuari. Sebagai tukarannya, orang Nusantara mendapatkan barang-barang keramik maupun kain sutera dari
Cina.
Bukti-bukti lainnya mengenai adanya hubungan antara Cina dan Nusantara diperoleh dari catatan para pengelana Cina yang singgah di
Nusantara dalam perjalanan ziarah mereka ke India. Di antara catatan tersebut terdapat laporan dari I-tsing, yang pernah tinggal di Sriwijaya
pada akhir abad ke-7 selama beberapa bulan untuk belajar bahasa sanskerta sebelum berziarah ke India. la kemudian kembali lagi ke Sriwijaya
dan tinggal selama empat tahun di sana untuk menulis sejumlah buku tentang ajaran agama Buddha.