Peristiwa Gerakan 30 SeptemberPKI Percobaan Demokrasi 1950 -1957

174 Barat dalam agenda Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung, Sidang Dewan Keamanan, pemutusan hubungan diplomatik serta pembatalan secara sepihak kerja sama Uni Indonesia – Belanda pada tahun 1954 dan 1956. Selain upaya diplomasi, pemerintah Indonesia juga menjalankan konfrontasi terhadap aktivitas ekonomi dan politik Belanda. Perjuangan pembebasan Irian Barat mencapai puncaknya pada tahun 1962, karena pada tanggal 15 Agustus 1962 Indonesia dan Belanda menandatangani perjanjian New York. Isi pokok perjanjian adalah : a. Selambat-lambatnya tanggal 1 Oktober 1962, pemerintahan sementara UNTEA akan tiba di Irian Barat untuk serah terima pemerintahan dari Belanda b. Pemerintahan sementara akan menggunakan tenaga bantuan sipil dan militer Indonesia dan beberapa tenaga Belanda yang diperlukan. c. Angkatan perang Belanda berangsur-angsur dikembalikan d. Sejak 31 Desember 1962, bendera Indonesia mulai berkibar di samping bendera PBB e. Pemulangan anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai 1 Mei 1963 dan saat itu Indonesia menerima Irian Barat dari pemerintahan sementara. Sebagai bagian dari Persetujuan New York, Indonesia wajib melaksanakan penentuan pendapat rakyat. Penyelenggaraan pepera dilaksanakan dalam tiga tahap : Tahap I : dilaksanakan 24 Maret 1969 untuk konsultasi dengan dengan dewan-dewan kabupaten TahapII : pemilihan anggota Dewan Musyawarah Pepera dari 8 kabupaten. Terpilih 1.026 anggota, 43 orang diantaranya perempuan. Tahap III : pelaksanaan Pepera di kabupaten-kabupaten sejak 14 Juli 1969 dan berakhir di Merauke 4 Agustus 1969. Hasil Pepera ini di bawa ke New York oleh utusan Sekretaris Jenderal PBB, Duta Besar Ortis Sanz, untuk dilaporkan dalam Sidang Umum PBB ke-24 tanggal 19 Nopember 1969.

c. Peristiwa Gerakan 30 SeptemberPKI

1 Nasakomisasi dan Peluang PKI dalam Kehidupan Politik di Indonesia Berbagai penyelewengan yang dilakukan sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah memberi peluang besar pada Partai Komunis Indonesia PKI, terlebih sejak Presiden Soekarno menyatakan gagasannya tentang Nasionalisme, Agama, dan Komunisme Nasakom. Kebijakan ini sangat menguntungkan PKI dan organisasi pendukungnya untuk memperluas pengaruh. Kondisi politik dan ekonomi yang tidak stabil sejak 1960 dimanfaatkan oleh PKI untuk memperbanyak pendukung. Slogan yang 175 dilontarkan seiring dengan pidato Presiden Soekarno tentang Manipol- Usdek, bahwa revolusi belum selesai, menarik perhatian rakyat. PKI mengajak rakyat untuk menyelesaikan revolusi melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan, yaitu tahapan nasional, demokratis dan sosialisme. PKI mencari dukungan rakyat dengan alasan untuk memperjuangkan nasib rakyat, menaikkan gaji, mengurus masalah pembagian tanah, serta perbaikan sistem bagi hasil. Dalam usaha mempropagandakan tujuannya, PKI memanfaatkan berbagai saluran. Dalam jalur kebudayaan mereka memanfaatkan Lembaga Kebudayaan Rakyat Lekra, suatu lembaga yang didirikan tahun 1950. Melalui Lekra, PKI didukung oleh kelompok intelektual PNI yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Nasional LKN. Sedangkan bagi kelompok intelektual yang menentang Lekra dan LKN kemudian mendirikan Manifesto Kebudayaan pada tanggal 17 Agustus 1963 dan Badan Pendukung Sukarnoisme EPS. Ketika berdasarkan pemeriksaan tim dokter RRC terdengar berita bahwa Presiden Soekarno dinyatakan akan mengalami kelumpuhan atau meninggal dalam waktu tidak terlalu lama, konfik antara AD dan PKI makin memanas D. N. Aidit, ketua PKI segera mengadakan rapat pimpinan. la mengatakan bahwa jika Presiden Soekarno lumpuh atau meninggal, pimpinan TNI AD akan bergerak menghancurkan PKI. Aidit mengusulkan untuk mendahului TNI AD. Pada hari kamis malam tanggal 30 September, PKI melancarkan aksinya merebut kekuasaan. Aksi militer dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Sutopo, Komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden. Dengan alasan pemanggilan tugas presiden, mereka melakukan aksi penculikan terhadap enam orang perwira tinggi dan seorang perwira pertama Angkatan Darat. Mereka yang diculik kemudian dibunuh secara kejam oleh anggota-anggota Pemuda Rakyat, Gerwani dan ormas PKI lainnya yang menunggu di Lubang Buaya, sebelah selatan Halim Perdanakusumah Jakarta. Bersama-sama dengan korban lainnya yang telah dibunuh di tempat kediamannya, para jenazah kemudian dimasukkan ke dalam sebuah lubang sumur tua. Para korban Gerakan 30 September yang dilakukan PKI di Jakarta, yaitu Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal R. Suprapto, Brigadir Jenderal M. T. Haryono, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, Lettu Pierre Andreas Tendean, Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun, dan Ade Irma Suryani. Bersamaan dengan gerakan penculikan, Pasukan Bima Sakti berhasil menguasai dua buah sarana komunikasi yang vital, yaitu studio RRI pusat Jalan Medan Merdeka Barat, dan gedung PN Telekomunikasi di Jalan Medan Merdeka Selatan. Melalui RRI yang telah mereka kuasai, pada pukul 07.20 kemudian diulang pada pukul 08.15 Letnan Kolonel Untung menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September. 176 Mereka mengumumkan bahwa gerakan mereka ditujukan kepada para anggota Dewan Jenderal yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno oleh para perwira yang progresif yang menentang rencana kudeta tersebut. Pada pukul 13.00 diumumkan melalui RRI tentang pembentukan Dewan Revolusi. Sebagai ketuanya adalah Letkol Untung Sutopo dan wakilnya adalah Brigjen Suparjo. Di Jawa Tengah, sejak Untung mengumumkan tentang adanya pembersihan terhadap anggota Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta, masyarakat dan pejabat daerah berusaha mencari keterangan yang pasti tentang apa yang terjadi di ibu kota. Pada pukul 13.00, mereka dikejutkan siaran RRI Semarang oleh Kolonel Suherman, perwira Kodam VII Diponegoro, yang menyatakan dirinya sebagai Komandan Gerakan 30 September di Jawa Tengah. la mengatakan bahwa Letkol Suherman telah menduduki RRI Semarang pada pukul 13.00. Brigjen Suryosumpeno, Panglima Kodam VII Diponegoro selamat dari penangkapan karena sedang berada di Salatiga. Umur gerakan ini tidak lama. Prajurit TNI dan rakyat mulai bangkit. Markas Kodam VII dan Studio RRI Semarang dapat direbut kembali. Letkol Usman, Kolonel Suherman, dan Kolonel Maryono tewas dalam pertempuran pada bulan Desember 1965. Di Yogya, kaum pemberontak yang dipimpin Mayor Mulyono berhasil menculik Kolonel Katamso, Komandan Korem 072 Yogyakarta dan Letkol Sugiyono, kepala staf. Kedua perwira ini dibunuh di asrama Batalyon L di desa Kentungan di luar kota Yogyakarta. G 30 SPKI dalam waktu singkat dapat dipatahkan. Pasukan RPKAD yang datang dari Jakarta membuat pelaku dari gerakan ini banyak yang melarikan diri keluar kota. Selanjutnya pemimpin PKI yang belum tertangkap berusaha mengkonsolidasikan dan membangun kembali partainya di Blitar Selatan. Usaha itu dicantumkan dalam Tri Panji Partai. Mereka berusaha mempersiapkan pemberontakan tani, bersenjata, mendirikan sekolah perlawanan rakyat, kursus kilat perang rakyat, serta membentuk kompro-kompro Komite Proyek. Kompro dipersiapkan sebagai basis bagi bangkitnya kembali PKI. PKI merencanakan mengepung kota dari kompro-kompro. Gerakan ini pada mulanya terluput dari pengamatan ABRI. Gerakan itu dapat diketahui ketika melakukan pembunuhan anggota ABRI. ABRI kemudian melancarkan operasi militer pada 3 Juli 1968. Operasi ini disebut Operasi Trisula dipimpin Kolonel Witarmin dari Kodam VII Brawijaya. Operasi ini berhasil menggulung kekuatan PKI di Blitar Selatan dalam waktu satu setengah bulan. 2 Nasakomisai Lewat Jalur Pendidikan Ditetapkannya Manipol-USDEK sebagai GBHN berimplikasi bawa segala kebijakan termasuk kebijakan pendidikan harus berlandaskan pada 177 Manipol-Usdek. Pendidikan yang dilaksanakan adalah pendidikan Manipolis. Pendidikan Manipolis bertujuan melahirkan tenaga- tenaga ahli yang patriotik, demokratis dan manipolis. Sistem pendidikan berwatak Manipolis harus menyiapkan manusia baru kader pembangunan yang ahli, patriot, demokrat serta bercita-cita sosialisme. Dalam Ketetapan MPRS Nomor IMPRS1960 itu dijelaskan bahwa pelaksanaan sistem pendidikan nasional harus bertujuan ke arah pembentukan tenaga ahli dalam pembangunan untuk melahirkan warganegara yang berjiwa Pancasila dan patriot komplit supaya melahirkan tenaga-tenaga kejuruan yang ahli dan berjiwa revolusi Agustus 1945. Untuk memberikan dasar dalam pendidikan nasional yang sesuai dengan Manipol-Usdek Menteri PP dan K, Prof. Dr. Prijono, merumuskan langkah-langkah jangka pendek dengan mengeluarkan instruksi Menteri Muda PP dan K Nomor 11959 tentang Sapta Usaha Tama, berisi : a. Menertibkan aparatur dan usaha-usaha Kementrian PP dan K b. Menggiatkan kesenian c. Mengharuskan usaha halaman d. Mengharuskan penabungan e. Mewajibkan usaha-usaha koperasi f. Mengadakan kelas masyarakat g. Membentuk regu kerja di kalangan SLA dan universitas Selanjutnya pada tanggal 10 Oktober 1960, Menteri Prof. Dr. Prijono mengeluarkan instruksi Nomor 2 tentang sistem Pendidikan Panca- wardhana. Ada dua alasan yang dikemukakan menteri sehubungan dengan kebijakan itu. Pertama, sistem pendidikan Pancawardhana pada hakikatnya adalah pendidikan dengan pemusatan pada pertumbuhan dan perkembangan pribadi, serta bercorak nasionalistik yang memenuhi tuntutan Revolusi Indonesia yang sedang berjalan. Kedua kebijakan itu menurut Menteri Prijono merupakan penolakannya terhadap Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 jo Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, yang menurutnya hanya cocok untuk pelaksanaan pendidikan pada masa Demokrasi Liberal. Akan tetapi umumnya masyarakat menolak untuk melaksanakan pendidikan Pancawardhana, dengan alasan bahwa dengan sistem pendidikan itu siswa akan dikerahkan ke arah pendidikan komunisme. Alasan masyarakat menyatakan demikian karena mereka menghubungkan dengan sikap politik Menteri PP dan K serta Sekretaris Jenderal PP dan K yang mendukung pendirian Lembaga Pendidikan Nasional, lembaga yang berafliasi komunis. Berbeda dengan masyarakat lainnya, golongan komunis justru sangat mendukung sistem pendidikan Pancawardhana. Bahkan dengan segera mereka membentuk Lembaga Pendidikan Nasional, lembaga 178 pendidikan yang berafliasi dengan PKI. Lembaga itu memberi isi sistem pendidikan Pancawardhana dengan konsep Panca Cinta, yaitu; 1 Cinta Nusa dan Bangsa, 2 Cinta ilmu pengetahuan, 3 Cinta kerja dan Rakyat yang bekerja, 4 Cinta perdamaian dan persahabatan antar bangsa dan 5 cinta orang tua. Alasan komunis adalah karena praksis pendidikan di Indonesia sampai saat itu lebih menekankan pada aspek intelektual. Padahal siswa dididik agar pengetahuan tentang ilmu dan kecakapannya harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui Lembaga Pendidikan Nasional, PKI merumuskan sistematika sistem pendidikan yang agak berbeda. Namun menurut golongan itu tidak bertentangan yaitu dengan syarat Pancatinggi, yaitu : a. Tinggi kesadaran politik bercita-cita sosialisme b. Tinggi moral yang bercirikan Pancacinta c. Tinggi ilmu dan kecakapan teknik d. Tinggi rasa estetika tata sulistya, dan e. Tinggi kondisi jasmaniah Pendidikan nasional harus mengabdi pada Haluan Negara ManipolUsdek yang sudah ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara MPRS tahun 1960. Terlebih sejak adanya Tavip maka jelaslah bahwa dasar isi moral pendidikan nasional adalah PancasilaManipolUsdek dan sistem pendidikan Pancawardhana. Sesuai dengan Manipol maka watak revolusi Indonesia adalah menentang imperialismekolonialisme dan sifat demokratis revolusi Indonesia adalah menentang keterbelakangan feodal dan menentang otokrasi atau kediktatoran baik militer maupun perorangan. Dalam Ketetapan MPRS Nomor IIMPRS1960 itu yang kemudian menjadi isi pendidikan nasional, dirumuskan mengenai manusia sosialis Indonesia sebagai bagian dari sosialisme Indonesia yang menjadi tujuan pembangunan nasional semesta berencana yaitu menuju tata masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Untuk mengimplementasikan TAP MPRS Nomor IIMPRS1960, Presiden merumuskan nama dan rumusan induk sistem pendidikan nasional adalah Manusia Indonesia baru yang berjiwa Pancasila ManipolUSDEK dan sanggup berjuang untuk mencapai cita-cita tersebut : a. Manpower yang cukup untuk melaksanakan pembangunan b. Kepribadian kebudayaan nasional yang luhur c. Ilmu dan teknologi yang tinggi d. Pergerakan massa aksinya seluruh kekuatan rakyat dalam pembangunan dan revolusi Selanjutnya dalam Penetapan Presiden Nomor 19 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila dikemukakan tentang jenjang pendidikan yaitu; 179 a. Pendidikan biasa pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi; b. Pendidikan khusus; c. Pendidikan luar biasa; d. Pendidikan kemasyarakatan dan e. Pendidikan di luar hubungan sekolah. Kesulitan ekonomi yang dialami para pegawai negeri khususnya para guru juga telah dimanfaatkan oleh PKI melalui organisasi guru, Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI. Organisasi itu dalam kongresnya yang ke-9 pada bulan Oktober 1959 telah mendwifungsikan dirinya sebagai serikat sekerja dan profesi guru. Dengan begitu PGRI telah memudahkan jalan bagi PKI untuk masuk dalam tubuh organisasi serikat sekerja dan mempengaruhinya untuk mensukseskan Plan Empat Tahun Peta PKI. Memasuki tahun 1960-an, PKI mulai melakukan infltrasi untuk menguasai organisasi profesi guru, PGRI. Meskipun Ketua Umum PGRI, Subiadinata menolak terhadap usaha-usaha yang dilakukan PKI, tetapi kebijakan ketua umum itu ditentang oleh sebagian pengurus PGRI lainnya antara lain Soebandri. Selanjutnya dalam kongres PGRI ke-10 yang dilakukan di Gelanggang Olah Raga Bung Karno tahun 1962, Soebandri dan kawan-kawan kembali melakukan politik adu domba. Bahkan kali ini mereka memfitnah Ketua Umum PGRI, Subiadinata, dengan mengatakan bahwa ketua umum anti Manipol, anti revolusi. PKI yang telah berhasil menunjuk Soebandri sebagai ketua umum dalam pemilihan Pengurus Besar PGRI ternyata tidak berhasil menggeser kedudukan Subiadinata sebagai ketua umum, karena dalam kongres ke- 10 itu Subiadinata kembali terpilih sebagai Ketua Umum PGRI. Terpengaruh oleh suasana kongres itu, akhirnya kongres menyepakati untuk memasukkan PancasilaManipol Usdek sebagai dasar PGRI.

b. Penumpasan Gerakan 30 September