Revolusi Perancis Kehidupan ekonomi dan politik masa kolonial

88 misalnya pada ide mengenai kemerdekaan dan perwakilan. Pada saat Perang Dunia I berkecamuk di Eropa, timbul wacana pembentukan Indie Werbaar atau pertahanan Hindia yaitu turut berpartisipasinya pribumi dalam mempertahankan Hindia untuk mendukung pemerintah kolonial Belanda. Tokoh-tokoh pergerakan Indonesia ketika itu berpendapat ide. Ide Indie Werbaar tidak dapat dilakukan tanpa adanya perwakilan.

b. Revolusi Perancis

Perancis pada masa Raja Louis XIV 1642-1715 mengalami masa keemasan. Perancis menjadi negara terkuat di Eropa dan bahkan dunia dengan koloni yang tersebar di daratan Asia, Afrika dan Amerika Utara. Kekuasaan Raja Louis XIV yang absolut tercermin dari penyebutannya sebagai Raja Matahari. Untuk mengukuhkan citranya sebagai raja besar ia menghabiskan banyak uang untuk membangun berbagai macam karya seni bercita rasa tinggi termasuk membangun Istana Versailles. Ketika Louis XIV meninggal, terpilih sebagai pengganti adalah Louis XV yang temyata merupakan raja yang lemah karena tidak tegas dan terlalu banyak memikirkan kesenangan pribadi. Ketidaktegasan dan kelemahan raja dimanfaatkan para bangsawan dengan menghidupkan kembali parlemen yang tak berfungsi pada masa Louis XIV. Dengan hidupnya kembali parlemen, para bangsawan dapat menjadi penyeimbang kekuataan raja. Hal itu ditunjukkan dengan penolakan bangsawan terhadap keputusan raja memberlakukan pajak penghasilan sebesar 5 persen kepada seluruh tanpa kecuali. Ditengah- tengah kebuntuan dan memburuknya hubungan antara raja dan bangsawan, tahun 1774 Raja Louis XV wafat. Ditunjuk sebagai pengganti Raja Louis XV adalah cucunya Louis yang masih berusia 20 tahun. Louis XVI yang masih belia mewariskan Perancis yang dirudung masalah politik, ekonomi dan sosial. Masalah terbesar yang dihadapi Louis XVI adalah beban keuangan negara karena harus membiayai pengeluaran militer dalam perang. Untuk membiayai pengeluaran militer termasuk dalam menyokong Perang Kemerdekaan Amerika Serikat tahun 1776, Perancis harus berutang dalam jumlah besar. Menteri keuangan silih berganti untuk mengatasi masalah tersebut tapi tidak ada yang mampu menanggulangi masalah. Pangkal dari sulitnya membenahi keuangan negara adalah ketidakmauan kelas atas dan menengah Perancis yang kaya raya dan punya kekuasaan di Parlemen untuk menerima kebijakan yang dianggap membebani dirinya. Maka pada akhimya golongan bawah yaitu rakyat jelata yang harus menanggung beban negara. Keadaan semakin tidak terkendali ketika rakyat semakin menunjukkan dukungan terhadap parlemen untuk menolak pajak kerajaan. Rakyat menjadi membenci Raja Louis XVI dan terutama istrinya Marie Antoinette yang dianggap sumber pemborosan negara sehingga dijuluki madame deficit. Pembangkangan rakyat ditunjukkan dengan demonstrasi-demonstrasi. Raja Louis XVI menjadi reaksioner dan memilih jalan otoriter. 89 Pada 1789 seluruh elemen rakyat Perancis bersatu melawan kerajaan. Penduduk Paris pada tanggal 14 Juli 1789 mengepung Penjara Bastille untuk mengambil senjata yang tersimpan di sana. Pertempuran pun tak terelakan antara penjaga penjara Bastille dan massa yang menyebabkan puluhan orang tewas dan puluhan lainnya terluka. Jatuhnya penjara Bastille - simbol absolutisme raja - ke tangan rakyat semakin menggelorakan jiwa revolusioner rakyat. Bendera kerajaan kemudian diganti dengan bendera berwama merah, putih, biru yang melambangkan semboyan revolusi yaitu liberte, egalite dan fratemite. Pada tanggal 27 Juli 1789, draft deklarasi hak manusia dan warga negara dibacakan dihadapan Dewan Perwakilan Golongan untuk diperdebatkan. Satu persatu hak-hak istimewa dan pajak-pajak pun dituntut untuk dihapuskan. Draft deklarasi hak manusia dan warga negara tersebut kemudian disahkan pada 27 Agustus 1789. Raja berkeras tidak menerima hingga pada tanggal 5 Oktober 1789, massa yang marah mengepung Istana Versailles membunuh penjaga istana dan kemudian menangkap raja dan keluarganya. Setelah ditangkap, Louis mengatakan mengakui deklarasi hak-hak istimewa rakyat tetapi diam- diammengirimkan surat kepada saudara-saudaranya di Istana Austria dan Spanyol bahwa ia tidak mau mengakui desakan rakyat Prancis. Perancis tidak saja bergejolak di dalam negeri, dari luar negeri ancaman juga datang dari kerabat istana dan juga raja-raja yang khawatir Revolusi Perancis akan juga mengancam kedudukan mereka. Raja Frederick William II dari Prusia dan Raja Leopold II dari Austria yang merupakan kakak dari Ratu Marie Antoinette mengeluarkan Deklarasi Pillnitz yang intinya tetap mendukung bertahtanya Louis XVI di Perancis dan akan melakukan tindakan jika Raja Louis XVI diturunkan dari tahtanya. Menghadapi ancaman serbuan dari Austria, Perancis yang ketika itu berada di bawah kekuasaan kaum Girondin faksi radikal dari Jacobin terlebih dahulu menyatakan perang kepada Austria pada April 1791. Pada 25 Juli 1791 Austria sekarang di bawah pemerintahan Raja Francis II anak Leopold II dan Raja Prusia Frederick William II mengeluarkan Manifesto Brunswick yang meneguhkan kembali Deklarasi Pillnitz. Perekonomian Perancis pada masa itu kembali memburuk. Tentara dari provinsi-provinsi berdatangan ke Paris. Muncul tuntutan dan ultimatum kepada dewan legislatif yang baru terbentuk untuk memberhentikan raja paling lambat 9 Agutus 1792. Ultimatum tidak dipenuhi sehingga penuntutnya yaitu wakil-wakil kelas pekerja berkumpul di Aula kota Paris, memberhentikan pemerintahan kotapraja atau Commune Paris dan mengumumkan pemerintahan yang baru bemama Commune Insurrectionelle atau Dewan Kota Pemberontak. Setelah itu mereka berbaris menuju kediaman raja setelah Oktober 1889 di Istana Tuileries. Di sana terjadi pertempuran antara massa dan pengawal raja. Ratusan pengawal raja tewas, raja dan keluarganya pun berlindung kepada Dewan Legislatif. 90 Anggota Konvensi Nasional yang dipilih dalam pemilu bersidang pada 20 September 1792 dan pada keesokan harinya mendeklarasikan Prancis sebagai republik dengan demikian usaha-usaha yang lebih moderat untuk membentuk monarki konstitusional dikalahkan oleh kelompok-kelompok garis keras yang militan. Di medan perang, di luar dugaan Perancis dapat mengimbangi pasukan Austria dan Prusia. Pasukan Prancis bahkan dapat menguasai semua daerah-daerah Austria di Belgia. Pada Desember 1792, Raja dihadapkan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman mati. Raja Louis XVI akhimya menjalankan hukumannya di tiang guillotine pada 21 Januari 1793. Revolusi Prancis juga berdampak luas di dunia. Di Indonesia cita-cita Revolusi Prancis dibawa selama pendudukan Prancis di Nusantara dalam kurun 1808-1811. Gubernur Jenderal Daendels adalah orang yang memperjuangkan cita-cita Revolusi Prancis. Ia amat benci terhadap feodalisme sehingga pada masa pemerintahannya berusaha mengurangi kekuasaan besar para bupati dengan menjadikan mereka bawahan pemerintah yang digaji.

c. Revolusi Industri