Penyebaran Agama Buddha ke Nusantara

17 India. Peran utama yang melakukan kolonisasi itu menurut F.D.K Bosh adalah kasta Ksatria. Pendapat itu yang disebut dengan hipotesis ksatria. Selain itu ada juga pendapat yang dikemukakan oleh Krom. Menurut Krom yang mempunyai peran besar dalam penyebaran agama Hindu adalah para pedagang. Merekalah yang banyak datang ke Indonesia yang berhubungan dengan penguasa setempat atau menetap dan kemudian mungkin menikah dengan wanita setempat. Pendapat yang demikian itu dinamakan dengan hipotesis waisya. Peran yang menujukkan bahwa orang-orang India yang aktif dalam penyebaran budaya India oleh van Leur dibantah. Menurut van Leur peran itu dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesialah yang mengundang orang-orang India kesini. Berdasarkan bentuk pengaruh budaya yang berkembang yaitu terjadinya perubahan-perubahan dalam tata negara dan pandangan agama serta sifat unsur budaya tidak mungkin yang melakukannya para pedagang. Mereka pasti berasal dari kasta yang lebih tinggi yaitu kasta brahmana. Pandangan van Leur itu didukung oleh Bosch yang menyatakan hanya golongan cendekiawanlah yang dapat menyampaikan kepada bangsa Indonesia sifat unsur-unsur budaya India. Golongan cendekiawan itu oleh Bosch disebut clerks. Dari berbagai hipotesis itu maka hipotesis penyebaran agama Hindu di Nusantara oleh kaum brahmana adalah yang paling masuk akal. Ada dua alasan yang memperkuat teori ini. Pertama, hanya kaum brahmana yang mengerti kitab weda. Kedua, hanya kaum brahmana yang mengerti tulisan sanskerta dan bahasa pallawa.

c. Penyebaran Agama Buddha ke Nusantara

Agama Buddha diperkirakan masuk ke Nusantara sejak abad ke-2 Masehi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penemuan patung Buddha dari perunggu di Jember dan Sulawesi Selatan. Patung-patung itu menunjukkan gaya seni Amarawati. Gaya seni ini berkembang sekitar abad ke-1 Masehi di India Selatan. Salah satu catatan awal mengenai keberadaan agama Buddha di Nusantara berasal dari laporan seorang pengelana Cina bernama Fa Hien pada awal abad ke-5 Masehi. Dalam laporan tersebut, Fa Hien menceritakan bahwa selama bermukim di Jawa, ia mencatat adanya komunitas Buddha yang tidak begitu besar di antara penduduk pribumi. Dalam sebuah catatan lain diceritakan mengenai seorang biksu Buddha bernama Gunawarman, putera dari seorang raja Kashmir di India, yang datang ke negeri Cho-po untuk menyebarkan agama Buddha Hinayana. Menurut tafsiran sejarah, negeri Cho-po mungkin terletak di Jawa atau Sumatera. Dalam usahanya untuk menyebarkan agama Buddha, Gunawarman didukung oleh ibu suri negeri tersebut. Hasilnya, agama Buddha berkembang pesat di negeri tersebut. Gunawarman merupakan penyiar agama Buddha yang disebut dharma dhuta. Perkembangan Hindu-Buddha di Nusantara tidak sekedar membawa perubahan dalam bidang keagamaan saja melainkan juga berpengaruh 18 pada kehidupan politik, sosial, dan budaya. Pengaruh Hindu-Buddha yang paling nyata di bidang politik di Nusantara ialah diperkenalkannya sistem kerajaan. Sebelumnya, kedudukan pemimpin dalam masyarakat Nusantara ialah orang yang dituakan oleh sesamanya. Sesuai dengan sistem kerajaan yang berlaku di India, kedudukan pemimpin dalam masyarakat berubah menjadi mutlak dan turun-temurun berdasarkan hak waris atau dinasti yang sesuai dengan peraturan hukum kasta Pengaruh dalam kehidupan sosial, masyarakat Nusantara terbagi menjadi beberapa golongan sesuai dengan aturan kasta. Akan tetapi, Sistem kasta yang berlaku di Nusantara tidaklah seketat di negara asalnya. Sementara pengaruh Hindu-Buddha di bidang kebudayaan terutama berkaitan dengan penyelenggaraan upacara keagamaan, seperti upacara sesajen, pembuatan relief, dan candi serta penggunaan bahasa sanskerta. Gambar 29 . Peta jalur perdagangan Nusantara awal abad masehi

d. Kerajaan-kerajaan Bercorak Hindu-Buddha 1 Kutai