12 sehingga mengabaikan terhadap fungsi konservasinya Marsono 2004. Hal ini
menimbulkan isu penting yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu : a.
Penyederhanaan eksosistem kawasan budidaya secara berlebihan sehingga struktur yang terbentuk selalu monokultur, sehingga mengganggu kaidah dan
fungsi ekosistem. b.
Stabilitas ekosistem menjadi rendah, natural stabilizing factor tidak berfungsi, sehingga manusia cenderung menggantinya menjadi chemical
stabilizing factor yang mahal dan tidak ramah lingkungan. c.
Kemunduran site qualitytapak hutan tanaman, yang ditandai dengan penurunan produktifitas atau kejemuan jenis tanaman tertentu.
d. Faktor hidroorologi belum mendapatkan perhatian yang memadai.
Permasalahan tersebut muncul dan menjadi perhatian bila terjadi di daerah hulu, karena daerah hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap daerah hulu
itu sendiri dan daerah di bawahnya. Oleh karena itu bagian hulu DAS biasanya menjadi fokus perhatian dalam upaya konservasi sumber daya air.
2.4 Sistem Informasi Geografi SIG
Banyak ahli yang mendefinisikan mengenai SIG, namun jika hal tersebut dirangkum, maka pada intinya SIG merupakan sebuah sistem untuk memasukkan,
mengelola, menyimpan, memroses, menganalisis dan menyajikan data yang terkait dengan permukaan bumi Burrough dan McDonnell 1998; Barus dan
Wiradisastra 2000. Sebagai suatu sistem, SIG mempunyai banyak elemen penyusun, dan antar elemen tersebut saling berhubungan dan bekerjasama untuk
melakukan suatu proses atau kegiatan. Sebagai Sistem informasi, SIG terbentuk dalam suatu jaringan antara perangkat keras dan lunak yang dapat menjalankan
operasi-operasi mulai dari pemasukan, pengolahan, penyimpanan hingga ke penyajian hasilnya. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu atau untuk mendapatkan informasi dalam rangka pengambilan keputusan. Kata Geografi menunjukkan bahwa data yang digunakan serta hasil
pengolahannya mempunyai referensi keruangan di permukaan bumi atau mempunyai koordinat geografi.
13 Operasi-operasi dalam SIG menjadi jauh lebih efisien, akurat dan
interaktif karena berbasiskan sistem komputer yang didukung kemajuan teknologi. Kemampuan untuk memanipulasi data spasial dan mengaitkannya
dengan informasi atribut dan mengintegrasikannya dengan berbagai tipe data dalam suatu análisis juga semakin meningkat Barus dan Wiradisastra 2000.
Kemampuannya menganalisis spasial secara cepat menjadikan SIG sebagai sistem yang dapat digunakan untuk tujuan perencanaan, deteksi perubahan dan análisis,
pemodelan keputusan dan análisis lainnya. Kajian wilayah dengan penerapan metode SIG untuk satu atau beberapa
tujuan tersebut telah banyak digunakan di Indonesia dewasa ini. Emilda 2008 menggunakan metode SIG dan HEC-HMS untuk membantu simulasi guna
mendapatkan arahan penggunaan lahan yang optimal dalam menurunkan erosi tanah dan aliran permukaan di sub-sub DAS Cisadane Hulu. Sukondi 2006
menggabungkan metode SIG dengan USLE untuk menganalisis data spasial dalam rangka perencanaan penggunaan lahan berbasis konservasi tanah, seperti
yang dilakukan di sub DAS Ciasem Hulu. Broto 2009 menggunakan SIG yang dipadukan dengan USLE dan regresi untuk melihat perubahan penggunaan lahan
dan membantu menganalisis secara keruangan dalam proses penyusunan tata ruang kawasan DTA Waduk Batutegi, sedangkan perumusan arahan strategi
pengembangan dan pengelolaan ruangnya menggunakan metode SWOT dan QSPM.
2.5 Model AVGWLF Arc View Generalized Watershed Loading Functions
Kebutuhan data dan informasi mengenai karakteristik hidrologi suatu DAS sangat dibutuhkan untuk pengelolaan DAS atau penataan ruang. Di sisi lain
ada keterbatasan dalam hal waktu, biaya, peralatan ataupun lainnya dalam pemantauan atau pengumpulan data di lapangan, apalagi untuk rentang waktu
yang lama. Salah satu metode yang saat ini banyak digunakan oleh para ahli adalah pemodelan terhadap DAS. Dalam dua dekade terakhir ini, pemodelan DAS
lebih berkembang lagi dengan diintegrasikannya metode Sistem Informasi Geografis.