Arahan Penggunaan Lahan Terhadap Sub-sub DAS

81 Tabel 21 Luas arahan pola ruang kawasan dan peruntukannya Kawasan Penggunaan Lahan RTRW ha Arahan ha Selisih ha Kawasan Lindung 26.539 31.384 4.845 Hutan Lindung 26.539 31.384 4.845 Kawasan Penyangga 957 25.337 Hutan Produksi 957 21.237 20.280 Perkebunan Campuran - 4.100 -4.100 Kawasan Budidaya 57.983 28.758 -29.225 Tanaman Tahunan 10.907 5.007 -5.900 Pertanian Lahan Basah 18.649 20.488 1.839 Pertanian Lahan Kering 1.138 - -1.138 Permukiman 24.467 2.546 -21.921 Kawasan Perkebunan 2.086 - - 2.086 Kawasan Industri 19 - -19 Sungai Danau 717 717 Jumlah 85.479 85.479 - nilai tersebut merupakan luas penggunaan lahan menurut peruntukan tanpa memperhitungkan penggunaan lahan yang sudah ada di dalamnya. Arahan pola ruang merekomendasikan adanya kawasan penyangga. Kawasan penyangga menjadi penting karena membantu fungsi kawasan lindung secara hidrologis yaitu dengan menjadi daerah resapan air, selain itu kawasan penyangga diharapkan memperkecil tekanan perubahan penggunaan lahan. Arahan terhadap kawasan penyangga ditujukan untuk memperluas kawasan vegetasi permanen untuk meningkatkan nilai IPL. Kawasan penyangga pada arahan pola ruang mampu menambah luas kawasan untuk hutan produksi sebesar 20.280 ha serta mempertahankan perkebunan campuran seluas 4.100 ha. 82 Gambar 17 Peta arahan pola ruang kawasan terhadap pola ruang RTRW. 82 78 83 Akibat penambahan luas kawasan lindung dan penyangga, maka terjadi pengurangan luas kawasan budidaya RTRW sebesar 29.225 ha. Luasan tersebut bila dirinci lebih lanjut menurut peruntukannya adalah pertanian lahan kering berkurang 1.138 ha, perkebunan berkurang 2.086 ha, tanaman tahunan berkurang 5.900 ha, permukiman berkurang 21.921 ha, sedangkan pertanian lahan basah menjadi bertambah 1.839 ha. Adapun kawasan industri seluas 19 ha tidak ada arahan, namun karena lokasi berada pada kawasan budidaya tanaman semusimpermukiman maka kawasan industri tersebut masih bisa diperbolehkan. Kawasan sasaran dari arahan pemanfatan ruang ini pada dasarnya adalah Kawasan Fungsi Budidaya RTRW, sehingga Kawasan Fungsi Lindung RTRW yang telah ada tetap dipertahankan. Hasil analisis tumpang susun antara Fungsi Kawasan RTRW dan Fungsi Kawasan Arahan menunjukkan adanya Kawasan Fungsi Lindung RTRW yang diarahkan menjadi Kawasan Fungsi Budidaya dan Kawasan Fungsi Penyangga Arahan. Oleh sebab itu daerah tumpang tindih tersebut dikembalikan fungsinya ke Kawasan Fungsi Lindung RTRW. Luas daerahnya kurang lebih 10.541 ha yang terdiri dari 9.711 ha merupakan Kawasan Fungsi Penyangga Arahan, 699 ha adalah Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Arahan dan 131 ha adalah Kawasan Budidaya Tanaman Semusim Arahan.

5.4 Pendapat Pemangku Kepentingan Tentang Alokasi Lahan Di Sub DAS

Cisadane Hulu. Pendapat dari pemangku kepentingan yang diperoleh dari data kuesioner dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama yang berisi tentang arti penting DAS sebagai dasar dalam perencanaan tata ruang. Bagian kedua berisi tentang pilihan penggunaan lahan oleh para pemangku kepentingan pada setiap fungsi kawasan.

5.4.1 Arti Penting DAS dalam Perencanaan Penggunaan Lahan.

DAS dapat dibagi menjadi 3 bagian menurut fungsinya. Bagian hulu berfungsi sebagai daerah konservasi, bagian hilir berfungsi sebagai daerah pemanfaatan, sedangkan bagian tengah sebagai daerah peralihan antara daerah konservasi dengan daerah pemanfaatan. Daerah hulu dicirikan dengan ketinggian rata-rata lebih tinggi dibanding daerah lainnya, topografi bergelombang hingga 84 bergunung, kerapatan drainase relatif tinggi, daerah sumber air permukaan dan sedimen bagi daerah hilir. Oleh sebab itu bagian hulu berfungsi sebagai daerah konservasi untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa, selain berfungsi ekologi, para pemangku kepentingan berpendapat bahwa bagian hulu juga harus dikembangkan fungsi ekonomi dan sosialnya dalam rangka pengembangan wilayah. Hal ini karena di dalamnya juga banyak terdapat penduduk yang sebagian besar bergantung pada sumber daya alam di sekitarnya. Fungsi ekonomi dikembangkan karena masyarakat setempat sebagian besar bekerja sebagai petani. Pendapatan utama mereka adalah dari hasil menggarap lahan di sekitar tempat tinggalnya. Pengembangan fungsi sosial DAS bagian hulu dilakukan untuk memberikan keadilan dan kesetaraan akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap dari berbagai penggunaan lahan serta tingkat kemampuan masyarakat untuk dapat memperoleh manfaat dari sumber daya alam merupakan indikator penting dalam melihat fungsi sosial DAS. Fungsi sosial DAS harus dikembangkan untuk menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan faktor produksi yang lain, lebih meratanya akses peran dan kesempatan kepada setiap warga masyarakat, serta lebih adilnya distribusi kesejahteraan melalui pemerataan ekonomi. Para pemangku kepentingan seluruhnya sepakat bahwa tata ruang wilayah-wilayah adminsitrasi yang berada dalam satu DAS harus mempertimbangkan DAS sebagai satu kesatuan ekosistem. Mereka berpendapat bahwa meskipun batas DAS dan batas wilayah administrasi tidak berhimpitan namun perbedaan tersebut tidak perlu dipertentangkan. Justru atas dasar satuan wilayah fungsional DAS tersebut maka keterkaitan antar wilayah administrasi dapat terhubung secara serasi melalui jalinan daur hidrologi. Penggunaan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan adalah untuk memberikan pemahaman secara rasional dan obyektif bahwa setiap kegiatan yang dilakukan di suatu tempat di bagian hulu DAS memiliki dampak di tempat lain di bagian hilir DAS, atau sebaliknya bahwa pemanfaatan sumber daya alam di bagian hilir merupakan hasil dari daerah hulu yang secara adminsitrasi berbeda wilayah pengelolaannya. 85

5.4.2 Prioritas Penggunaan Lahan oleh Pemangku Kepentingan.

Untuk melihat prioritas berbagai pemangku kepentingan terhadap penggunaan lahan berdasarkan skor ketiga aspek ekonomi, sosial dan ekologi, maka perlu penggalian data atau informasi dari berbagai pemangku kepentingan dalam penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu. Informasi tersebut dianalisis untuk mendapatkan gambaran tentang pendapat para pemangku kepentingan tentang penggunaan lahan yang berpeluang dapat diterapkan atau menjadi masukan bagi arahan penggunaan lahan di lokasi kajian. Prioritas penggunaan lahan oleh pemangku kepentingan dianalisis dengan metode AHP. Dalam penyusunan hirarkinya, tujuan utama adalah mendapatkan urutan pilihan jenis penggunaan lahan menurut para pemangku kepentingan di kawasan penyangga dan kawasan budidaya. Kriteria-kriteria yang dipertimbangkan dalam penetapan prioritas penggunaan lahan menggunakan pendekatan prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu kriteria ekonomi, sosial, ekologi. a. Kriteria Ekonomi Kriteria ekonomi berkaitan dengan keuntungan secara finansial yang diperoleh baik oleh masyarakat petani maupun pihak lain yang terkait. Beberapa sub-kriteria yang yang termasuk dalam kriteria ini yaitu: 1. Peluang Pasar. Sub-kriteria Peluang Pasar dimaksudkan untuk melihat tingkat kemampuan pasar menyerap hasil produksi dari setiap penggunaan lahan. Hasil-hasil produksi dari setiap penggunaan lahan didasarkan pada komoditas pertanian yang dominan ada di daerah penelitian. Hutan diasumsikan menghasilkan kayu-kayuan, kebun campuran menghasilkan kayu-kayuan, buah-buahan, dan bunga-bungaan, sawah menghasilkan padi, adapun ladang menghasilkan tanaman lahan kering semusim seperti singkong, jagung dan kacang-kacangan. 2. Pendapatan. Sub-kriteria Pendapatan dimaksudkan untuk melihat keuntungan finansial sebagai sumber pendapatan utama ataupun tambahan yang diperoleh 86 masyarakat dari hasil budidaya pertanian pada masing-masing penggunaan lahan. Sebagian besar masyarakat menjadikan lahan pertanian sebagai mata pencaharian utama, sehingga kriteria pendapatan menjadi penting sebagai indikator ekonomi. b. Kriteria Sosial Kriteria Sosial berkaitan dengan proses pertumbuhan sosial yang sehat dan kemampuan masyarakat dalam mengakses sumber daya lahan. Beberapa sub-kriteria yang yang termasuk dalam kriteria ini yaitu: 1. Tenaga Kerja Sub-kriteria Tenaga Kerja digunakan untuk menunjukkan besarnya tenaga kerja yang dapat diserap dalam budidaya pertanian pada setiap penggunaan lahan. Bentuk-bentuk penggunaan lahan yang ada umumnya menyerap tenaga kerja dari keluarga penggarap lahan atau warga disekitarnya. 2. Penguasaan Teknik Budidaya Sub-kriteria Penguasaan Teknik Budidaya digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan teknik budidaya oleh petani terhadap penggunaan lahan tertentu. Masyarakat umumnya mempunyai kemampuan teknik budidaya yang cukup baik yang diperoleh secara turun-temurun atau pengalaman, disamping pengetahuan yang diberikan oleh pihak pemerintah ataupun swasta. c. Kriteria Ekologi Kriteria Ekologi berkaitan dengan kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dan nilai konservasi suatu penggunaan lahan terhadap kelestarian sumberdaya alam. Beberapa sub-kriteria yang yang termasuk dalam aspek ini yaitu: 1. Kesesuaian Lahan Sub-kriteria Kesesuaian Lahan digunakan untuk mengetahui pemilihan penggunaan lahan kaitannya dengan karakteristik lahannya. Hasil pengamatan di lapangan banyak ditemukan bentuk penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristiknya. 87 2. Konservasi Sumberdaya Air. Sub-kriteria Konservasi Sumberdaya Air digunakan untuk melihat sejauh mana konservasi sumberdaya air menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan penggunaan lahan oleh pemangku kepentingan. Konservasi sumberdaya air menjadi penting karena daerah ini merupakan bagian hulu DAS. Alternatif pilihan dalam hirarki dipilih 4 jenis penggunaan lahan yaitu hutan, kebun campuran, sawah, dan ladang. Pemilihan penggunaan lahan alternatif tersebut didasarkan atas kemampuan lahan dan jenis penggunaan lahan yang banyak terdapat di daerah kajian.

5.4.2.1 Kawasan Penyangga.

Hasil analisis untuk kawasan penyangga, kriteria Ekologi mempunyai nilai preferensi tertinggi yaitu 0,352 disusul kemudian Ekonomi 0,331 dan Sosial 0,317 dalam memilih penggunaan lahan. Hasil ini menunjukkan bahwa kawasan penyangga masih dianggap sebagai daerah yang membantu fungsi kawasan lindung. Sumber daya alam yang ada pada kawasan penyangga dipandang sebagai alat yang berfungsi melindungi kawasan lindung dari tekanan berbagai kepentingan dan melindungi bagian hilirnya. Lahan yang diusahakan oleh masyarakat diarahkan terutama untuk memberikan nilai keberlanjutan ekologi. Setelah itu kawasan penyangga baru diprioritaskan ini sebagai daerah yang berfungsi ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih mengharapkan adanya manfaat ekonomi dari kawasan penyangga tersebut. Selanjutnya, kriteria sosial masyarakat menjadi pertimbangan terakhir dalam pemilihan suatu penggunaan lahan. Hirarkhi selengkapnya hasil analisis AHP disajikan pada Gambar 18. Tingkat preferensi di atas diperjelas oleh hasil analisis persepsi masyarakat pada tingkat 3, yaitu pada urutan preferensi sub-sub kriteria. Sub kriteria Konservasi Sumber Daya Air KSA mempunyai skor tertinggi yaitu 0,183, kemudian di bawahnya sub kriteria Peluang Pasar PP dengan skor 0,177. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan di kawasan penyangga masih berorientasi kepada aspek ekologi kemudian aspek ekonomi. Mereka berpendapat