Kawasan Budidaya. Prioritas Penggunaan Lahan oleh Pemangku Kepentingan.
97 dirasakan dalam jangka waktu dekat dan teknik pengelolaan lahan yang tidak
sederhana. Tujuan tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberdayaan
masyarakat sebagai aktor yang bertindak langsung di lapangan. Tahap ini merupakan tindak lanjut dari proses sosialisasi di atas. Pemberdayaan
dilakukan oleh instansi pemerintah atau non pemerintah. Caranya dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan. Setelah masyarakat
mendapatkan pengetahuan yang cukup kemudian masyarakat didorong untuk menerapkannya di lapangan. Dalam penerapannya di lapangan, pemerintah
perlu untuk melakukan pendampingan dan penyediaan sarana dan prasarana. Proses ini berguna salah satunya untuk mengakomodasi keinginan
masyarakat yang tidak sesuai dengan arahan yang telah diperoleh. Keinginan masyarakat dapat diakomodir dengan menerapan bentuk-bentuk pengelolaan
lahan di daerah penyangga agar respon hidrologinya menyerupai hutan, dan hal ini dapat dicapai dengan pemberdayaan masyarakat. Hal ini dimaksudkan
agar kawasan ini tetap berfungsi sebagai penyangga, sesuai dengan hasil arahan.
4. Penguatan Kelembagaan
Era desentralisasi memberikan kewenangan sepenuhnya terhadap pemerintah daerah mengelola sumber daya alamnya untuk pembangunan
daerahnya. Sumber daya alam tersebut, yang juga merupakan komponen dari sebuah DAS, merupakan modal potensial bagi peningkatan Pendapatan Asli
Daerah PAD. Penekanan terhadap aspek ekonomi cenderung menjadi lebih tinggi sehingga mengabaikan aspek kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu
kecenderungan penyelewengan penggunaan lahan dari arahan yang sudah ditetapkan juga meningkat.
Pemangku kepentingan dalam pengelolaan wilayah dengan matriks dasar DAS terdiri dari berbagai sektor baik secara vertikal maupun horisontal.
Pemangku kepentingan tersebut terdiri dari instansi pemerintah, ilmuwanakademisi, swasta dan masyarakat. Hal ini membutuhkan penguatan
kelembagaan agar dalam pelaksanaan program-program pada masing-masing sektor tidak saling tumpang tindih atau bertentangan. Penguatan kelembagaan
98 bertujuan untuk membangkitkan kesadaran dan peran aktif para pemangku
kepentingan guna mendukung terlaksananya arahan penggunaan lahan berbasis konservasi sumber daya air.
Penguatan kelembagaan secara horinsontal antar lembaga pada tingkat kabupaten masih belum kuat. Hal ini menuntut Bappeda, sebagai instansi
pemegang kewenangan paling luas dalam perencanaan pembanunan, untuk bekerja lebih intensif dalam mengkoordinir seluruh pemangku kepentingan.
Koordinasi antar sektor perlu dikuatkan terutama pada instansi-instansi yang mempunyai tupoksi dan kewenangan yang besar terhadap penataan ruang
wilayah administrasi maupun DAS, seperti Dinas Tata Ruang, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
KabupatenKota Bogor. Penguatan kelembagaan secara horisontal juga mencakup koordinasi
antar pemerintah daerah yang wilayahnya berada dalam Sub DAS Cisadane Hulu, yaitu antara Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang,
maupun Kota Tangerang. Beberapa hal yang menjadi bahan untuk dikoordinasikan yaitu menyangkut kompensasi hulu-hilir dalam bentuk
sharing pembiayaan dalam pengelolaan DAS bagian hulu. Hal lain yang perlu juga diperhatikan adalah kesesuaian fungsi kawasan dan arahan penggunaan
lahan pada daerah perbatasan antar dua daerah administrasi yang batasnya berhimpitan.
Penguatan kelembagaan juga harus berarah vertikal. Pemerintah daerah tingkat kabupatenkota harus mempererat jalinan koordinasi baik ke
bawah tingkat kecamatan ataupun ke atas tingkat provinsi, atau nasional. Bappeda atau Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor harus berkoordinasi lebih
intensif dengan Bappeda Provinsi Jawa Barat, Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung, dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung-
Cisadane. Kelompok instansi yang bekerjasama dalam rangka pelaksanaan arahan penggunaan lahan dapat disusun sebagai lembaga formal maupun non
formal seperti Dewan Sumber Daya Air, Kelompok Kerja, Paguyuban Forum DAS, dan lain sebagainya.
VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian beserta pembahasannya adalah :
1. Penggunaan lahan aktual di Sub DAS Cisadane Hulu telah menyebabkan
penurunan kinerja DAS. Kinerja DAS yang buruk mempengaruhi daya dukung sumber daya airnya baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Kondisi saat
ini, dari 44 sub-sub DAS terdapat 36 sub-sub DAS mempunyai kinerja Buruk, yaitu sub-sub DAS Cikuluwung, Cikaniki4, Cianten1, Cikamaung, Cikaniki3,
Cisadane3, Citeureup, Citeras, Cisarua, Cihaniwung, Cisadenggirang, Cigamea, Cianten3, Cipaku, Cipalasari, Cijeruk, Cigenteng, Legokmuncang,
Cikompeni, Ciampea, Cinangneng, Cihideung1, Ciapus, Cipinanggading, Cihideung2, Cikuda, Cileungsir, Cigombong, Cihamboro, Ciareuteun,
Cijambu, Cipuraseda, Cisaru, Cikaniki2, Cianten2, dan Cimapag. Sebanyak 8 sub-sub DAS mempunyai kinerja Sedang, yaitu sub-sub DAS Cikaniki1,
Cinagara, Cisadane1, Cisadane2, Cikereteg, Cimande, Leuwilisung dan Cijawung. Secara keseluruhan sub DAS Cisadane Hulu mempunyai kinerja
yang Buruk. 2.
Arahan penggunaan lahan terbaik adalah mengikuti alokasi lahan sesuai dengan Fungsi Kawasan. Jika skenario Fungsi Kawasan diterapkan, maka sub-
sub DAS yang mengalami peningkatan kinerja sebanyak 42 sub-sub DAS dengan rincian 14 sub-sub DAS berkinerja Buruk menjadi Baik, sehingga
menjadi sub-sub DAS prioritas pertama. Sebanyak 22 sub-sub DAS berkinerja Buruk menjadi Sedang, sehingga merupakan sub-sub DAS prioritas kedua.
Terdapat 6 sub-sub DAS berkinerja Sedang menjadi Baik, menjadi prioritas ketiga.
3. Menurut pemangku kepentingan, Sub DAS Cisadane Hulu mempunyai fungsi
ekonomi, sosial dan ekologi, sehingga perencanaan penggunaan lahannya harus memperhatikan ketiga aspek tersebut. Mereka cenderung menginginkan pada
kawasan lindung diarahkan untuk hutan, pada kawasan penyangga diarahkan untuk kebun campuran, dan kawasan budidaya diarahkan untuk sawah.
100 4.
Adanya kesenjangan antara arahan penggunaan lahan dan pendapat pemangku kepentingan memerlukan adanya strategi kebijakan dalam rangka penerapan
arahan penggunaan lahan berbasis konservasi sumber daya air, yaitu: penetapan status fungsi kawasan, sosialisasi arahan penggunaan lahan terbaik,
pemberdayaan masyarakat dan penguatan kelembagaan.