Metode Pengumpulan Data Kependudukan

32 observasi Q Oi , rata-rata nilai observasi Q O , rata-rata nilai simulasi Q S dan jumlah data n, maka persamaan untuk menghitung E NS dan R 2 adalah : …………………………………….. 1 ………………….…… 2 Model layak digunakan apabila telah dikalibrasi sehingga menghasilkan nilai prakiraan tebal aliran permukaan yang mendekati nilai sebenarnya di lapangan. Syaratnya kelayakan model yaitu jika nilai R 2 0,6 dan E NS 0,5 Shanti et al. 2001. Proses kalibrasi dilakukan dengan menyesuaikan nilai-nilai parameter C pengelolaan tanaman sehingga diperoleh nilai R 2 dan E NS yang terbaik.

3.5.2.3 Analisis Kinerja Sub-sub DAS

Proses ini dimaksudkan untuk melihat kinerja sub-sub DAS saat ini dalam mendukung upaya konservasi sumber daya air di Sub DAS Cisadane Hulu. Caranya adalah dengan memprakirakan nilai-nilai paramater IPL, C, IBE dan S C pada 44 sub-sub-DAS. Tahapan analisis yang dilakukan seperti yang telah dijelaskan di depan. Hasilnya berupa kelas kinerja seluruh sub-sub DAS yang menunjukkan kondisi hidrologi sub-sub DAS bersangkutan yang dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan saat ini. Kondisi tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk menyusun dan menentukan sub-sub DAS yang menjadi prioritas untuk di arahkan penggunaan lahannya agar dapat mendukung pengembangan wilayah yang berbasis konservasi sumber daya air.

3.5.3 Arahan Penggunaan Lahan

Analisis ini menggunakan simulasi dengan 4 skenario untuk dipilih sebagai pedoman dalam arahan penggunaan lahan. Setiap skenario mempunyai Gambar 3 Diagram alir penelitian 33 34 komposisi penggunaan lahan yang berbeda sesuai dengan dasar penyusunan skenario. Wilayah yang digunakan adalah sub DAS Cisadane Hulu. Metode yang digunakan seperti yang telah diuraikan di depan, di mana setiap skenario dihitung nilai-nilai parameter C, IPL, IBE dan S C , untuk menentukan kelas kinerja DAS. Hasilnya kemudian digunakan sebagai dasar penentuan penggunaan lahan wilayah optimal yang berbasiskan upaya konservasi sumber daya air. Alokasi penggunaan lahan yang terbaik apabila sub DAS tersebut di atas mempunyai kelas kinerja “Baik” atau keempat parameternya mempunyai nilai yang terbaik. Empat skenario yang dikembangkan dalam simulasi ini, yakni sebagai berikut :  Skenario Aktual, skenario ini bertujuan untuk melihat kondisi hidrologi yang diakibatkan oleh penggunaan lahan yang berkembang saat ini.  Skenario RTRW, skenario ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hidrologinya apabila pemanfatan ruang wilayah diterapkan secara penuh berdasarkan RTRW KabupatenKota Bogor.  Skenario Fungsi Kawasan, skenario ini bertujuan untuk melihat kondisi hidrologinya bila usaha konservasi air dilakukan dengan penggunaan lahan yang diatur sesuai dengan SK Mentan No. 837KptsUm111980.  Skenario Kemampuan Lahan, skenario ini bertujuan untuk melihat kondisi hidrologinya apabila penggunaan lahannya didasarkan pada Kemampuan Lahannya, sesuai dengan evaluasi lahan menurut USDA.

3.5.4 Pendapat Pemangku Kepentingan Tentang Penggunaan Lahan

Optimal Informasi mengenai persepsi dari berbagai pemangku kepentingan dimaksudkan untuk melihat keinginan mereka dalam memanfaatkan lahan di Kawasan Budidaya. Hasilnya berupa urutan kepentingan penggunaan lahan dalam pemanfaatan ruang di daerah kajian. Selain itu informasi ini juga bermanfaat untuk melihat sejauh mana perbedaan antara arahan penggunaan lahan hasil análisis skenario terbaik dengan keinginan masyarakat. 35 Pemeringkatan jenis penggunaan lahan pada penelitian ini menggunakan metode Analytic Hierarchy Process AHP. Dalam menyusun hirarki, pendekatan yang digunakan adalah konsep pembangunan berkelanjutan dengan 3 pilar utamanya yaitu aspek keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Struktur hirarkinya seperti disajikan pada Gambar 4. Alternatif yang dipilih yaitu 4 jenis penggunaan lahan yang banyak terdapat di daerah penelitian. Secara umum wilayah penelitian dibagi dalam 2 zone yaitu  Zone Lindung, adalah wilayah yang pemanfaatan ruangnya diperuntukkan sebagai perlindungan daerah tersebut dan daerah di sekitarnya. Pada zone ini tidak dilakukan pemeringkatan penggunaan lahan karena diasumsikan semua penggunaan lahan dikembalikan fungsinya sebagai kawasan lindung atau penggunaan lahannya hutan.  Zone budidaya, adalah wilayah yang pemanfaatan ruangnya sebagai daerah budidaya. Pada Zone ini dilakukan pemeringakatan penggunaan lahan untuk mendapatkan informasi penggunaan lahan yang optimal. Zone budidaya ini dibagi lagi menjadi Kawasan Penyangga dan Kawasan Budidaya. Gambar 4 Struktur hirarki pemilihan penggunaan lahan optimal pada daerah penelitian. Penggunaan Lahan Optimal Ekonomi Sosial Ekologi Pendapatan Tenaga Kerja Peluang Pasar Konservasi SD Air Kesesuaian Lahan Penguasaan Teknik Budidaya Hutan Ladang Kebun Campuran Sawah 36 IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Daerah penelitian merupakan sub-DAS Cisadane bagian hulu di mana lokasi outletnya terletak pada stasiun pengukur tinggi muka air sungai Batubeulah. Daerah ini secara geografis terletak di antara 106 o 28’50” BT – 106 o 56’39” BT dan - 6 o 28’48” LS - 6 o 47’16” LS. Secara administrasi meliputi 168 desa pada 21 kecamatan di Kabupaten Bogor serta 39 desa pada 4 kecamatan di Kota Bogor. Sub DAS Cisadane Hulu mempunyai luas berdasarkan perhitungan menggunakan metode SIG adalah sebesar 854,79 km 2 atau sekitar 85.479 ha. Bentuk sub-DAS Cisadane Hulu menyerupai trapesium mempunyai panjang utara-selatan kurang lebih 34,08 km dan lebar barat-timur kurang lebih 51,39 km.

4.1 Kondisi Fisik

4.1.1 Topografi

Sub DAS Cisadane Hulu mempunyai titik terendah yang terletak pada outletnya yaitu pada ketinggian + 75 m dpal, sedangkan titik tertinggi berada di lereng Gunung Pangrango dengan ketinggian sekitar + 2.587,5 m dpal. Perbedaan tinggi tempat yang besar tersebut menyebabkan wilayahnya mempunyai variasi kemiringan lereng yang lebih kompleks mulai dari daerah datar hingga sangat curam. Perbandingan luas wilayah berdasarkan kelas kemiringan lereng disajikan pada Tabel 6. Sebaran keruangan masing-masing kelas kemiringan lereng wilayah Sub-DAS Cisadane Hulu disajikan pada Gambar 5. Daerah dengan kategori kemiringan lerengnya datar menempati wilayah terkecil yaitu sekitar 3,57 dari total wilayah penelitian atau sekitar 3.051 ha. Wilayah ini tersebar di sebelah utara dan timur yang merupakan daerah hilir sub DAS Cisadane Hulu. Daerah landai ini berada pada ketinggian antara 100 – 300 m dpal. 38 Gambar 5 Peta Kemiringan Lereng Sub DAS Cisadane Hulu Daerah dengan kategori kemiringan landai menempati wilayah terluas yaitu sekitar 34,63 atau seluas 29.599 ha. Lokasinya sebagian besar tersebar di bagian utara, tengah, dan timur daerah penelitian. Sebagian kecil lainnya di bagian barat di sekitar sungai Cikaniki dan bagian selatan di sekitar Sungai Cisadane bagian hulu. Sebagian besar daerah ini berada pada ketinggian antara 100-300 m dpal, dan sebagian kecil lainnya berada hingga pada ketinggian 600 m dpa l. Daerah dengan kategori agak curam tersebar di bagian utara, barat, tengah dan selatan. Daerah dengan kemiringan di antara 15 – 25 ini menempati 21,64 dari total luas wilayah Sub-DAS Cisadane Hulu. Daerah ini sebagian besar berada di antara ketinggian 100-900 m dpal, dan sebagian kecil berada hingga pada ketinggian hingga 1300 m dpal. Daerah dengan kategori curam banyak terdapat di bagian barat, selatan dan sebagian kecil di sebelah utara. Daerah dengan kemiringan antara 25-40 ini menempati 22,14 dari wilayah Sub-DAS Cisadane Hulu. Lokasi menyebar pada ketinggian mulai 75 m dpal hingga 1100 m dpal, dan sebagian kecil berada hingga pada ketinggian 1800 m dpal. 39 Tabel 6 Luas wilayah berdasarkan kelas kemiringan lereng No Kelas Kemiringan Keterangan Luas Ha 1 0 -8 Datar 3.051 3,57 2 8-15 Landai 29.599 34,63 3 15-25 Agak Curam 18.499 21,64 4 25-40 Curam 18.929 22,14 5 40 Sangat Curam 15.402 18,02 Jumlah 85.480 100,0 Daerah dengan kategori sangat curam banyak terdapat di bagian barat dan selatan. Daerah dengan kemiringan antara 40 ini menempati 18,02 dari wilayah Sub-DAS Cisadane Hulu. Lokasi menyebar pada ketinggian mulai 325 m dpal hingga 2587,5 m dpal, atau berada di daerah pegunungan atau perbukitan. Di bagian selatan hulu terdapat pegunungan dan beberapa puncak gunung yang cukup tinggi mulai dari timur ke barat G. Pangrango adalah 3020 m dpal, G. Salak 2210 m dpal, G. Sumbul 1926 m dpal, G Perbakti 1715 m dpal, G. Gagak 1448 m dpal, G. Kasur 1204 m dpal, G. Kendang 1377 m dpal, dan G. Astana 1511 m dpal.

4.1.2 Geologi

Wilayah Sub DAS Cisadane Hulu, secara geologis, tersusun atas batuan gunung api, batuan sedimen, dan endapan permukaan P3G Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral 1998. Batuan gunung api tersebar di bagian selatan dan tengah daerah penelitian, sedangkan bagian utara banyak tertutup oleh batuan sedimen dan endapan permukaan hasil erosi material di bagian hulu pegunungan. Batuan gunungapi penyusun daerah penelitian ini sebagian besar adalah berupa endapan gunung api muda, di samping terdapat endapan gunung api tua dan batuan terobosan. Batuan endapan gunung api muda terdiri atas batuan gunungapi Pangrango Qvp, batuan gunungapi Salak Qvs, batuan Gunungapi 40 Endut-Perbakti Qvep. Batuan endapan gunungapi tua terdiri atas tuf Qvt, Lava Gunungapi Qvl, dan Breksi Gunungapi Qvb. Material utama pembentuk endapan tersebut dapat berupa breksi, lahar, lava dan tuf breksi berselingan dengan tuf pasir dan tuf halus. Batuan vulkanik menyusun daerah dengan bentuk lahan asal vulkanik pada daerah yang reliefnya bergunung, berbukit, berombak maupun dataran. Batuan sedimen banyak di sebelah utara pada topografi perbukitan hingga dataran. Batuan sedimen tersebut berumur Tersier yang terdiri Anggota Batugamping Formasi Bojongmanik Tmbl, Formasi Bojongmanik Tmb dan Tuf dan Breksi Tmtb. Batuan ini mengisi daerah berrelief perbukitan hingga dataran. Endapan Permukaan yang banyak terdapat di daerah penelitian terdiri atas Kipas Aluvial Qav dan Endapan Aluvial Sungai Qa. Sebagian besar menempati bagian utara daerah penelitian dan berada pada lahan dengan relief datar hingga berombak.

4.1.3 Tanah

Menurut Peta Tanah Tinjau Daerah Cisadane Hulu Skala 1 : 250.000 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Kementerian Pertanian, di daerah penelitian terdapat 11 satuan peta tanah SPT. Sebaran SPT tersebut disajikan pada Gambar 6, sedangkan perbandingan luas masing-masing SPT disajikan pada Tabel 7. Di bagian hulu tersebar beberapa SPT yang umumnya berada di daerah yang tinggi seperti di perbukitan vulkanik denudasional di bagian barat, kompleks G. Salak di bagian tengah dan di G. Pangrango di bagian timur. Di perbukitan denudasional terdapat SPT Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan Latosol Coklat berbahan induk tuff vulkan yang menempati kurang lebih 3,19 sub DAS. Kedalaman tanahnya berkisar 90-120 cm, tekstur halus dengan drainase agak lambat. 41 Gambar 6 Peta tanah Sub DAS Cisadane Hulu. 42 Di sebelah timurnya, masih di perbukitan denudasional terdapat SPT Asosiasi Latosol Coklat dan Regosol Kelabu. Selain itu terdapat pula di lereng atas sebelah utara G. Salak, sehingga jumlah seluruhnya mencapai 15,68 daerah kajian. SPT ini berasal dari bahan induk tuff, lahar atau endapan lahar vulkan. Kedalamannya kurang dari 30 cm, dengan tekstur tanah kasar dan permeabilitasnya agak lambat. SPT Andosol Coklat Kekuningan menempati 14,68 sub DAS Cisadane Hulu, terdapat di perbukitan denudasional sebelah barat kompleks G. Salak dan di lereng tengah G. Salak bagian timur. Tanahnya berasal dari bahan induk vulkan. Tekstur tanah umumnya kasar, drainase baik dan permeabilitas agak cepat. Tabel 7 Satuan peta tanah Sub DAS Cisadane Hulu No Tanah Luas ha 1 Komp Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat Podsolik Merah Kekuningan Litosol 24,571 28.75 2 Asosiasi Latosol coklat Regosol kelabu 13,402 15.68 3 Andosol coklat kekuningan 12,548 14.68 4 Komp Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat Kemerahan Litosol 10,940 12.80 5 Latosol coklat 7,922 9.27 6 Kompleks regosol kelabu litosol 7,526 8.80 7 Podsolik merah 2,972 3.48 8 Asosiasi latosol coklat kemerahan latosol coklat 2,725 3.19 9 Asosiasi andosol coklat regosol coklat 1,580 1.85 10 Kompleks rensina litosol dan brown forest soil 698 0.82 11 Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan 596 0.70 Jumlah 85.479 100,00 Sumber : PPT 1983. SPT Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol luasnya 8,80 sub DAS menempati lereng tengah G. Salak dan berbahan induk material vulkan. SPT ini mempunyai kedalaman Sedang 60-90 cm dengan tekstur tanah kasar dan permeabilitas sedang. SPT Kompleks Rensina, Litosol dan Brown Forest Soil 43 yang berbahan induk material vulkan ini terdapat di sekitar puncak G. Salak, luasnya hanya 0,82 luas sub DAS kajian. Kedalaman solum tanahnya antara 60- 90 cm, tekstur Sedang dengan permeabilitas Sedang. Selanjutnya terdapat SPT Latosol Coklat, merupakan tanah yang juga berbahan material vulkan tersebut mempunyai kedalaman 90-120 cm. Tanah ini terletak di lereng tengah bagian barat G. Pangrango, mempunyai tekstur halus dan permeabilitas agak lambat. Kemudian terdapat SPT Asosisasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat. SPT ini berada di lereng atas G. Pangrango dan sebagian kecil di perbukitan vulkanik tererosi di bagian barat daya, dengan kedalaman kurang dari 30 cm. Bahan induknya material vulkan bertekstur kasar dengan permeabilitas yang agak cepat. Hilir Sub DAS Cisadane sebelah barat, di sekitar S. Cikaniki tanahnya berupa Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol. Kedalaman tanahnya mencapai 120 cm, teksturnya agak halus dengan permeabilitas agak lambat. Adapun di daerah perbukitannya, terdapat SPT Podsolik Merah. Tanah dengan kedalaman sekitar 30-60 cm ini mempunyai tekstur agak halus, sedangkan daya permeabilitasnya agak lambat. Di sebelah timur laut, terdapat sebagian kecil SPT Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan. Kedalaman solum tanahnya kurang dari 30 cm, tekstur agak halus dan permeabilitasnya sangat lambat.

4.1.4 Iklim

Sub DAS Cisadane menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson mempunyai iklim tipe hujan A artinya termasuk daerah yang sangat basah. Hal ini didasarkan pada Q hasil perhitungan yaitu sebesar 2,6 Q= 14,3. Bulan kering terjadi di antara Juli – September, sedangkan bulan lainnya termasuk ke dalam bulan- bulan basah. Rata-rata curah hujan daerah penelitian adalah sebesar 3097,65 mmth. Curah hujan rata-rata tahunan secara umum bertambah nilainya semakin kearah tenggara. Sebaran curah hujan rata-rata tahunan dapat dilihat pada Gambar 7. 44 Gambar 7 Peta sebaran curah hujan Sub DAS Cisadane Hulu.

4.1.5 Hidrologi

Sub DAS Cisadane Hulu mempunyai sungai utama yaitu Sungai Cisadane yang berhulu di G. Pangrango dan G. Salak dengan panjang berdasarkan peta RBI adalah 111,28 kilometer. Sungai ini mempunyai anak-anak sungai utama di antaranya Ciampea, Cihideung, Ciapus, Cisindangbarang, Cinangneng, Cibungbulan, Cikaniki, Cikaluwung, Puraseda, Cianteun, Cipinanggading, Ciaruteun dan Ciherang. Menurut Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Banten, berdasarkan data debit dalam periode 1991 sampai 1998, sungai-sungai tersebut menghasilkan debit rata-rata bulanan 115,315 m3det di stasiun Batubeulah, dengan debit bulanan rata-rata terendah pada Agustus sebesar 85,45 m3det dan tertinggi pada bulan Januari sebesar 133,98 m3det. Air sungai Cisadane merupakan sumber air baku bagi kebutuhan konsumsi untuk KabupatenKota Tangerang dan Tangerang Selatan serta sebagian wilayah Provinsi DKI Jakarta. Kualitas air permukaan di Sub DAS Cisadane Hulu pada umumnya masih berada di bawah Baku Mutu Lingkungan kecuali nilai TSS, Sulfida, Khlor, 45 COD, Phosphat, DO, Sianida, Mangan, Tembaga, dan Total Coliform BLH Kab Bogor 2009. Nilai TSS Total Suspended Solid rata-rata yaitu 70 mgl, sehingga nilai ini telah melampaui batas kriteria mutu kualitas air kelas 1 yaitu maksimal 50 mgl. Hal ini menunjukkan adanya kandungan padatan yang tersuspensi dalam air permukaan yang relatif tinggi. Sub DAS Cisadane Hulu juga mempunyai potensi sumber daya air yang berasal dari mata air dalam jumlah yang besar. Pemunculan air tanah tersebut disebabkan oleh karena secara geomorfologi daerah ini merupakan bentuk lahan asal vulkangunung berapi, yaitu Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Terdapat sekitar 58 lokasi pemunculan mata air yang tersebar di kecamatan-kecamatan Tenjolaya, Tamansari, Pamijahan, Rumpin, Ciampea, Caringin, Ciawi, dan Rancabungur BPDAS Citarum-Ciliwung 2007. Mata air dengan debit terbesar yakni 507 ldetik adalah mata air Ciburial yang terletak pada lereng Gunung Salak. Debit tersebut terus menurun dengan nilai penurunan sebesar 1,30 setiap tahunnya. Potensi sumber daya air permukaan tersebut digunakan sebagai bahan baku air minum baik yang dikelola oleh pemerintah daerah maupun pihak swasta.

4.2 Kependudukan

Jumlah penduduk suatu wilayah mempengaruhi kompleksitas masalah di berbagai bidang salah satunya di bidang sumber daya lahan. Hubungan kuantitatif sederhana antara jumlah penduduk dengan sumber daya lahan ditunjukkan dengan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk menggambarkan banyaknya penduduk yang mendiami suatu wilayah. Kepadatan penduduk menurut daerah administratif di Sub DAS Cisadane Hulu meningkat nilainya ke arah timur atau kearah kota Bogor. Daerah administratif yang mempunyai kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 12.202 jiwakm 2 , sedangkan kepadatan terendah berada pada Kecamatan Nanggung yaitu sebesar 651 jiwakm 2 . Sebaran kepadatan penduduk menurut wilayah kecamatan di Sub DAS Cisadane Hulu disajikan pada Gambar 8. 46 47 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan lahan Data penggunaan lahan diperoleh dari interpretasi citra ALOS tahun 2010. Ketelitian hasil interpretasi ditunjukkan dengan nilai Overall accuracy OA dan Koefisien Kappa. Nilai OA hasil perhitungan adalah sebesar 89,14 sedangkan nilai Koefisien Kappa sebesar 0,87. Nilai OA dan KA tersebut menunjukkan bahwa ketelitian hasil interpretasi secara keseluruhan adalah termasuk ke dalam kategori baik, karena nilainya di atas 85, sehingga layak digunakan untuk analisis lebih lanjut. Data dan perhitungan OA dan KA disajikan pada Lampiran 7. Hasil interpretasi menunjukkan bahwa terdapat 11 bentuk penggunaan lahan yang terdapat di sub DAS Cisadane Hulu yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam penggunaan lahan bervegetasi dan tidak bervegetasi. Kelompok penggunaan lahan bervegetasi meliputi hutan, kebun, ladang, padang rumputlapangan olah raga, perkebunan, sawah irigasi dan semakbelukar, sedangkan untuk kelompok tidak bervegetasi terdiri dari lahan terbuka, permukiman jarang dan padat, dan tubuh air danau, setu, sungai, dan sebagainya. Bentuk-bentuk penggunaan lahan beserta luasnya ditunjukkan pada Tabel 8. Penggunaan lahan paling luas di sub DAS Cisadane Hulu adalah sawah irigasi yakni sebesar 23.463 ha atau sekitar 27,45 dari luas keseluruhan sub DAS ini. Sawah irigasi tersebar pada bagian hilir, tengah dan sebagian kecil di bagian hulu sub DAS Cisadane Hulu, dan umumnya berada pada daerah dengan kelas lereng datar hingga curam. Penggunaan lahan ini umumnya berada pada satuan bentuk lahan dataran banjir yang ditandai lokasinya berlereng datar-landai dan berada di sekitar alur sungai. Penggunaan lahan hutan menempati 15.635 ha atau sekitar 18,29 dari daerah kajian, dan merupakan penggunaan lahan terluas ke-2. Penggunaan lahan ini sebagian besar berada di bagian hulu DAS terutama pada kelas lereng agak curam hingga sangat curam. Keberadaan hutan ini semakin terancam oleh tekanan 48 penduduk yang terus meningkat meskipun secara hukum hutan tersebut berada di kawasan konservasi berupa Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Hal ini terlihat dari adanya bentuk-bentuk penggunaan lahan budidaya atau semakbelukar yang berada di dalam kawasan konservasi. Areal hutan yang luasnya kurang dari 30 luas sub DAS, mengindikasikan kurang optimalnya hutan yang ada dalam upaya menjaga keseimbangan ekologi menurut undang-undang tata ruang. Tabel 8 Penggunaan Lahan dan luasannya di sub DAS Cisadane Hulu Penggunaan Lahan Luas ha Bervegetasi Sawah Irigasi 23.463 27,45 Hutan 15.635 18,29 SemakBelukar 14.873 17,40 Perkebunan campuran 10.880 12,73 Ladang 6.694 7,83 Perkebunan teh 1.462 1,71 Padang rumputLap olah raga 249 0,29 Perkebunan kelapa sawit 164 0,19 Tidak Bervegetasi Permukiman - Jarang - Padat 9.938 1.239 11,63 1.45 Tubuh air 717 0,84 Lahan terbuka 165 0,19 Jumlah 85.479 100,00 Sumber : hasil interpretasi citra ALOS Semakbelukar di sub DAS Cisadane Hulu umumnya berupa bekas hutan yang ditebang, hal ini terlihat dari polanya yang terletak di sekitar hutan atau di lahan-lahan perbukitan bekas hutan yang masih berada di dalam kawasan lindung atau kawasan hutan produksi. Luasnya mencapai 14.873 ha atau sekitar 17,40 dari seluruh wilayah. Umumnya berada pada lereng landai hingga sangat curam, sehingga memang relatif sulit untuk lahan budidaya. 48 Gambar 9 Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu. 48 49 50 Penggunaan lahan permukiman yang terdapat di sub DAS Cisadane Hulu adalah seluas 9.938 ha merupakan permukiman jarang, dan 1.239 ha merupakan permukiman padat. Penggunaan lahan permukiman umumnya terdapat di bagian hilir, tengah dan sebagian kecil hulu. Permukiman padat umumnya terdapat pada lereng datar hingga landai, sedangkan permukiman jarang tersebar pada lahan dengan kelas lereng datar sampai agak curam. Ada pula sebagian kecil yang berada pada kelas curam dan sangat curam seperti yang terdapat di lereng bawah Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Kerapatannya semakin ke arah timur semakin tinggi, hal ini disebabkan karena semakin mendekati pusat kota yaitu Kota Bogor. Umumnya pola permukiman yang terbentuk memanjang mengikuti jalur jalan. Tabel 9 Luas penggunaan lahan berdasarkan kemiringan lerengnya Penggunaan Lahan Kemiringan Lereng 0 - 8 8 - 15 15 - 25 25 - 40 40 Hutan - 87 1.520 4.613 9.415 Ladang 115 1.776 2.082 2.143 578 Lahan Terbuka - 30 12 69 54 Padang Rumput - 216 31 2 - Perkebunan Campuran 101 3.624 3.598 2.882 675 Perkebunan Kelapa Sawit - 164 - - - Perkebunan Teh - 51 1.048 306 57 Permukiman Jarang 729 6.798 1.811 547 52 Permukiman Padat 331 896 11 - - Sawah Irigasi 1.697 13.333 4.710 3.049 674 SemakBelukar 36 2.342 3.508 5.113 3.873 Tubuh Air 40 282 168 204 25 Lahan yang digunakan untuk perkebunan campuran menempati sekitar 12,73 dari luas seluruh sub DAS atau seluas 10.880 ha. Perkebunan campuran umumnya berada pada lahan dengan kemiringan lereng datar hingga curam. Jenis pepohonan yang banyak ditanam adalah pohon penghasil buah di antaranya manggis, mangga, durian, pisang atau melinjo, dan penghasil kayu misalnya mahoni, manii afrika dan sengon. Di banyak tempat masih ditemui pohon cengkeh hasil penanaman dua dasawarsa tahun yang lalu. Perkebunan campuran 51 tersebar di bagian hilir, tengah dan hulu sub DAS dan berada di lahan dengan kelas kemiringan datar hingga curam. Letaknya biasanya berada di sekitar lahan permukiman, atau di sekitar hutan, namun secara keruangan di Sub DAS Cisadane Hulu persebarannya semakin ke arah timur semakin sedikit. Ladang merupakan pertanian lahan kering untuk tanaman semusim yang relatif banyak diusahakan oleh masyarakat setempat. Ladang banyak terdapat di lereng bawah Gunung Salak dan Pangrango serta di perbukitan sebelah barat. Luas lahan yang digunakan untuk ladang mencapai 6.694 ha atau sekitar 7,83 luas daerah penelitian. Lahan ini banyak terdapat di kelas kemiringan landai hingga curam. Di dalam sub DAS Cisadane Hulu terdapat perkebunan monokultur yaitu perkebunan teh dan kelapa sawit. Terdapat 2 kebun teh yang total luasnya mencapai 1.462 ha atau 1,71 luas wilayah. Pertama, Kebun Teh Cianten yang dikelola oleh PTP. Nusantara VIII berada di dataran tinggi sebelah barat Gunung Salak, kedua Kebun Teh Nirmala yang berada di dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun yang merupakan perkebunan milik pemerintah namun dikelola oleh swasta yakni PT Perkebunan Teh Nirmala Agung. Adapun perkebunan kelapa sawit yang berada di barat-laut sub DAS Cisadane Hulu luasnya hanya 164 ha atau sekitar 0,19 dari luas sub DAS, merupakan Kebun Sawit Cikasungka yang dikelola oleh PTPN VIII. Selain penggunaan lahan di atas, terdapat penggunaan lahan dalam areal yang sempit yaitu tubuh air termasuk sungai serta padang rumput, lahan terbuka, masing-masing mempunyai luas kurang dari 1000 ha dan proporsinya terhadap luas wilayah kurang dari 1. Padang rumput diidentifikasi sebagai lapangan olah raga atau padang golf, sedangkan lahan terbuka diduga merupakan lahan pertambangan atau lahan peralihan di mana akan dibangun perumahan. Interpretasi terhadap tubuh air diperoleh dua kelompok tubuh air yaitu yang menggenang setudanau seluas 21 ha dan yang mengalir sungai seluas 696 ha. 52

5.2 Kondisi Hidrologis Sub DAS Cisadane Hulu Berdasarkan Model

AVGWLF Dalam penelitian ini, aliran permukaan diprakirakan dengan menggunakan model AVGWLF. Model ini menggunakan metode SCS-Curve Number untuk memprakirakan tinggi aliran permukaan, dan metode USLE untuk memprakirakan erosi dan muatan sedimennya. Pada metode ini, karakteristik DAS yang digunakan sebagai input adalah data cuaca, parameter fisik tanah, lereng, penggunaan lahan dan luas DAS.

5.2.1 Kalibrasi Model

Kalibrasi model dilakukan dengan membandingkan antara data tinggi aliran permukaan hasil pengukuran lapangan observasi dengan perhitungan model yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Nash-Sutcliffe E NS dan koefisien determinasi R 2 . Kalibrasi dilakukan terhadap Sub DAS yang mempunyai stasiun pengukur muka air sungai, dalam hal ini adalah Stasiun Batubeulah yang terletak di outlet Sub DAS Cisadane Hulu. Tabel 10 Tinggi aliran permukaan hasil observasi dan pemodelan Sumber: BPSDA Ciliwung-Cisadane 2010 dan pemodelan . Bulan Observasi mm Pemodelan mm Januari 240.3 356.6 Februari 272.7 443,3 Maret 339.2 505,3 April 108.3 87.2 Mei 286.7 382,7 Juni 212.2 193,9 Juli 206.2 250,0 Agustus 199.8 251,8 September 260.5 223,7 Oktober 246.9 267,0 Nopember 224.6 271,0 Desember 218.8 217,9 Rata-rata 234.7 287.6 53 Gambar 10 Grafik limpasan permukaan hasil observasi dengan pemodelan. Tabel 10 dan Gambar 10 menunjukkan perbandingan tinggi aliran permukaan bulanan hasil observasi pada Stasiun Batubeulah dengan hasil pemodelan AVGWLF pada tahun 2010. Nilai rata-rata tebal aliran permukaan hasil observasi adalah sebesar 234,7 mm dan hasil pemodelan sebesar 287,6 mm, sedangkan nilai koefisien E NS dan R 2 masing-masing adalah 0,51 dan 0,77. Koefisien E NS bernilai di atas 0,5 dan koefisien R 2 bernilai di atas 0,6, hal ini menunjukkan bahwa hasil pemodelan yang digunakan tergolong baik untuk memprakirakan nilai tinggi aliran permukaan di Sub DAS Cisadane Hulu. Di sisi lain, nilai E NS tersebut masih di bawah 0,85, hal ini menunjukkan bahwa pemodelan rainfall-runoff tersebut belum mewakili seluruh faktor-faktor yang berperan dalam menentukan banyaknya air hujan menjadi aliran permukaan. Hal ini disebabkan oleh karena masih terdapat berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi tingginya aliran permukaan misalnya genangan air seperti setudanau, bendungan atau tampungan air lainnya. 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Li m p asan p e rm u k aan m m Bulan Observasi Model 54

5.2.2 Kinerja Sub-sub DAS Saat Ini

Kinerja sub-sub DAS Cisadane Hulu dilihat dari agregasi nilai 4 parameter yaitu Indeks Penutupan Lahan IPL, koefisien limpasan C, Indeks Bahaya Erosi IBE, dan kadar sedimennya S C . Sub DAS Cisadane Hulu dibagi ke dalam 44 sub-sub DAS. Masing-masing sub-sub DAS dihitung nilai keempat parameter tersebut. Setiap nilai parameter dikelaskan berdasarkan atas peraturan KepMenHut No 52Kpts-II2001 dan PP No 82 Th 2001, kemudian diberikan skor. Kinerja sub-sub DAS ditentukan berdasarkan jumlah skor 4 parameter tersebut. Kinerja setiap sub-sub DAS menunjukkan kualitas lingkungannya dalam rangka konservasi sumberdaya airnya. Hasil perhitungan nilai IPL, C, IBE, muatan sedimen dan kinerja masing-masing sub-sub DAS disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai-nilai parameter dan kinerja Sub-sub DAS Cisadane Hulu No Ur ut Nama Sub-sub DAS IPL S k o r Koef C S k o r IBE S k o r Sedimen mgl S k o r Jml Kinerja 1 Cisadane2 19.71 3 0.34 2 0.98 1 321.44 2 8 Sedang 2 Leuwilisung 36.14 2 0.28 2 1.84 3 363.66 2 9 Sedang 3 Cijawung 53.6 2 0.28 2 1.66 3 311.02 2 9 Sedang 4 Cikaniki1 75.22 1 0.26 2 27.04 3 2163.73 3 9 Sedang 5 Cinagara 45.54 2 0.24 1 9.32 3 2126.53 3 9 Sedang 6 Cisadane1 41.18 2 0.24 1 19.18 3 4418.53 3 9 Sedang 7 Cikereteg 40.09 2 0.25 1 6.18 3 1447.47 3 9 Sedang 8 Cimande 39.72 2 0.24 1 9.85 3 2141.35 3 9 Sedang 9 Cikuluwung 60.16 2 0.31 2 11.2 3 1868.07 3 10 Buruk 10 Cikaniki4 55.49 2 0.28 2 2.76 3 543.37 3 10 Buruk 11 Cianten1 52.35 2 0.3 2 19.25 3 2889.86 3 10 Buruk 12 Cikamaung 51.84 2 0.27 2 10.95 3 2056.94 3 10 Buruk 13 Cikaniki3 49.94 2 0.27 2 8.04 3 1484.81 3 10 Buruk 14 Cisadane3 42.73 2 0.28 2 2.77 3 615.55 3 10 Buruk 15 Citeureup 40.36 2 0.27 2 25.08 3 2951.9 3 10 Buruk 16 Citeras 37.59 2 0.26 2 8.56 3 1642.89 3 10 Buruk 17 Cisarua 32.79 2 0.26 2 17.07 3 2360.29 3 10 Buruk 18 Cihaniwung 32.29 2 0.28 2 8.55 3 1344.84 3 10 Buruk 19 Cisadenggirang 31.22 2 0.27 2 22.2 3 3219.91 3 10 Buruk 55 Tabel 11 lanjutan 20 Cigamea 30.55 2 0.31 2 7.2 3 1227.72 3 10 Buruk 21 Cipalasari 17.31 3 0.25 1 12.13 3 2743.84 3 10 Buruk 22 Cijeruk 7.24 3 0.25 1 8.44 3 1930.6 3 10 Buruk 23 Cigenteng 1.09 3 0.25 1 3.82 3 946.69 3 10 Buruk 24 Legokmuncang 14.96 3 0.24 1 2.96 3 653.77 3 10 Buruk 25 Cianten3 21.86 3 0.28 2 1.31 3 301.85 2 10 Buruk 26 Cipaku 14.16 3 0.3 2 1.47 3 388.46 2 10 Buruk 27 Cigombong 8.34 3 0.33 2 13.27 3 2445.37 3 10 Buruk 28 Cimapag 26.71 3 0.28 2 5.01 3 859.99 3 11 Buruk 29 Ciampea 24.41 3 0.28 2 6.97 3 1171.38 3 11 Buruk 30 Cianten2 24.26 3 0.3 2 13.52 3 2528.65 3 11 Buruk 31 Cikaniki2 23.41 3 0.27 2 12.75 3 1932.14 3 11 Buruk 32 Cisaru 21 3 0.27 2 11.44 3 2188.21 3 11 Buruk 33 Ciapus 20.56 3 0.27 2 3.05 3 544.86 3 11 Buruk 34 Cihideung1 20.19 3 0.28 2 5.05 3 881.65 3 11 Buruk 35 Cipinanggading 19.31 3 0.27 2 3.84 3 768.68 3 11 Buruk 36 Cipuraseda 18.3 3 0.26 2 44.23 3 6754.83 3 11 Buruk 37 Cijambu 18.06 3 0.28 2 8.05 3 1513.67 3 11 Buruk 38 Cihideung2 17.32 3 0.32 2 27.09 3 5113.44 3 11 Buruk 39 Cikuda 16.45 3 0.32 2 23.54 3 4498.86 3 11 Buruk 40 Cikompeni 16.18 3 0.28 2 1.74 3 404.8 3 11 Buruk 41 Ciaruteun 15.53 3 0.28 2 3.89 3 806.09 3 11 Buruk 42 Cinangneng 15.53 3 0.28 2 6.16 3 1081.49 3 11 Buruk 43 Cileungsir 14.49 3 0.32 2 10.96 3 2073.49 3 11 Buruk 44 Cihamboro 13.16 3 0.27 2 12.47 3 2127.83 3 11 Buruk Berdasarkan Tabel 11, kinerja sub-sub DAS dalam rangka upaya konservasi sumber daya air tersebut secara umum tergolong Buruk. Kondisi ini ditunjukkan dengan sebanyak 36 sub-sub DAS dari 44 sub-sub DAS mempunyai kinerja Buruk. Sub-sub DAS tersebut tersebar hampir merata ke seluruh daerah kajian kecuali di bagian tenggara yaitu di lereng Gunung Pangrango. 8 sub-sub DAS lainnya mempunyai kinerja yang Sedang, dan sub-sub DAS yang tergolong berkinerja Baik tidak ada. Sub-sub DAS berkinerja terbaik adalah Cisadane2. Sub-sub DAS ini hanya mempunyai 1 parameter yang tergolong Buruk yaitu IPL dan 2 parameter yang tergolong Sedang yaitu C dan kadar sedimen. Buruknya nilai IPL 56 disebabkan oleh banyaknya permukiman dan ladang. Adapun sub-sub DAS yang mempunyai kinerja Sedang dengan parameter IBE dan parameter lainnya tergolong Sedang adalah sub-sub DAS Leuwilisung dan Cijawung. Buruknya parameter IBE disebabkan oleh kemiringan lereng lahannya umumnya dari agak curam hingga curam, tanahnya yang tergolong agak peka erosi dan penggunaan lahannya ladang dan permukiman. Sub-sub DAS yang kinerjanya termasuk Sedang dengan parameter IBE dan kadar sedimen tergolong Buruk dan parameter IPL tergolong Sedang adalah Cikaniki1, Cinagara, Cisadane1, Cikereteg, Cimande. Buruknya nilai IBE dan kadar sedimen disebabkan oleh adanya sebagian besar lahannya berada pada lereng agak curam hingga sangat curam. Jumlah sub-sub DAS yang kinerjanya Buruk dengan parameter IBE dan kadar sedimen tergolong Buruk dan parameter IPL dan C tergolong Sedang ada 12 sub-sub DAS. Sub-sub DAS tersebut adalah Cikuluwung, Cikaniki4, Cianten1, Cikamaung, Cikaniki3, Cisadane3, Citeureup, Citeras, Cisarua, Cihaniwung, Cisadenggirang dan Cigamea. Buruknya nilai IBE dan kadar sedimen kemungkinan besar adanya erosi yang berasal dari lahan ladang pada lahan yang berlereng agak curam hingga curam dan dari permukiman perdesaan pada lereng agak curam. Terdapat 2 sub-sub DAS dengan kinerja Buruk yang disebabkan oleh nilai parameter IPL dan IBE yang Buruk, sedangkan nilai C dan kadar sedimen termasuk Sedang, yaitu Cianten3 dan Cipaku. Pada sub-sub DAS Cipaku buruknya parameter IPL disebabkan oleh banyaknya lahan permukiman dan sawah, sedangkan di sub-sub DAS Cipaku disebabkan oleh banyaknya lahan permukiman dan ladang. Sub-sub DAS berkinerja Buruk yang disebabkan oleh nilai parameter IPL, IBE, dan kadar sedimen yang buruk dan nilai parameter C baik terdapat sebanyak 4 sub-sub DAS yaitu Cipalasari, Cijeruk, Cigenteng, dan Legokmuncang. Keempat sub-sub DAS tersebut berada di lereng timur Gunung Salak. Buruknya ketiga nilai parameter tersebut disebabkan oleh kemiringan lahan umumnya landai hingga curam. Ket : No ID dan nama sub-sub DAS disajikan pada Lampiran 8 Gambar 11 Peta Sebaran Kinerja Sub-sub DAS di Sub DAS Cisadane Hulu. 56 57 58 Sub-sub DAS sisanya, sebanyak 18 sub-sub DAS merupakan sub-sub DAS berkinerja Buruk yang disebabkan oleh nilai parameter IPL, IBE, dan kadar sedimen yang tergolong buruk dan nilai parameter C tergolong sedang. Dari sub- sub DAS tersebut sebanyak 10 sub-sub DAS berhulu di Gunung Salak, yaitu Cikompeni, Ciampea, Cinangneng, Cihideung1, Ciapus, Cipinanggading, Cihideung2, Cikuda, Cileungsir, dan Cigombong. Hal ini menyebabkan faktor kemiringan lereng sangat berperan terhadap buruknya IBE dan kadar sedimen. Kondisi ini semakin parah dengan adanya penggunaan lahannya yang kurang memperhatikan aspek konservasi. Nilai IPL yang rendah umumnya disebabkan oleh penggunaan lahannya berupa sawah, permukiman, semak belukar, dan ladang pada bagian tengah dan hilir sub-sub DAS. 8 sub-sub DAS lainnya yaitu Cihamboro, Ciareuteun, Cijambu, Cipuraseda, Cisaru, Cikaniki2, Cianten2, dan Cimapag berada di perbukitan sebelah barat dan barat laut daerah penelitian. Nilai-nilai parameternya dipengaruhi oleh faktor yang hampir sama dengan 10 sub-sub DAS sebelumnya. Selain faktor-faktor yang telah dibahas di depan, faktor yang menyebabkan nilai C umumnya bernilai Sedang dan IBE dan kadar sedimen yang tinggi di sebagian besar sub-sub DAS Cisadane Hulu adalah tingginya curah hujan yaitu berkisar antara 3097,65 mmth. Curah hujan yang tinggi menghasilkan energi yang tinggi dan aliran permukaan yang tinggi pula. Di samping itu juga disebabkan oleh faktor pengelolaan lahan. Pengelolaan lahan yang masih buruk atau kurang memperhatikan usaha konservasi mengakibatkan tanah dan air menjadi mudah tererosi.

5.3 Arahan Penggunaan Lahan Berbasis Konservasi Sumber Daya Air.

Dalam analisis untuk arahan penggunaan lahan ini digunakan simulasi dengan 4 skenario untuk mendapatkan komposisi penggunaan lahan yang terbaik dalam upaya konservasi air. Perbedaan suatu skenario dengan skenario yang lain didasarkan atas komposisi penggunaan lahannya. Alasannya, karena penggunaan lahan merupakan faktor yang paling dinamis dibanding faktor-faktor lainnya. Setiap skenario mempunyai komposisi penggunaan lahan yang berbeda sesuai 59 dengan kriteria yang telah ditetapkan pada masing-masing skenario. Dengan menggunakan metode perhitungan yang diuraikan di depan, setiap skenario kemudian diprakirakan besaran potensi volume aliran permukaan dan potensi penyumbang sedimen yang ditunjukkan oleh nilai-nilai parameter IPL, C, IBE dan kadar sedimen. Hasil ini yang kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan lahan berbasis konservasi sumber daya air. Asumsi yang berlaku umum untuk semua skenario adalah semua faktor yang mempengaruhi aliran permukaan dan kadar sedimen sama dengan kondisi tahun 2010 kecuali penggunaan lahan dan kondisi hidrologinya. Penggunaan lahan disesuaikan dengan kemampuan lahannya berdasarkan evaluasi dan klasifikasi yang digunakan setiap skenario. Kondisi hidrologi diasumsikan pada kondisi baik, karena adanya perbaikan faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi dan run off seperti kerapatan dan penutupan area bervegetasi, pergiliran tanaman,dan kekasaran permukaan.

5.3.1 Skenario Aktual

Skenario Aktual merupakan susunan atau pola penggunaan lahan yang berkembang saat ini di Sub DAS Cisadane Hulu, dalam penelitian ini digunakan data penggunaan lahan pada tahun 2010. Tujuan skenario ini untuk melihat kondisi hidrologi yang diakibatkan oleh penggunaan lahan yang berkembang saat ini di Sub DAS Cisadane Hulu. Hasil tersebut juga digunakan sebagai pembanding dari 4 skenario lainnya. Tabel 8 menyajikan tipe penggunaan lahan beserta luasannya pada Skenario Aktual. Komposisi penggunaan lahan tersebut menggambarkan tingkat kinerja sub DAS dalam kaitannya dengan upaya konservasi sumber daya air. Tingkat kinerja tersebut dapat dilihat melalui beberapa indikator seperti yang ditampilkan pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 secara umum sub DAS Cisadane Hulu saat ini mempunyai kinerja yang Buruk dalam rangka konservasi sumber daya air. Dari sisi kua ntitas air, C bernilai 0,28, artinya air hujan yang jatuh di daerah tersebut sebanyak 28-nya akan menjadi limpasan permukaan. Kinerja DAS terhadap konservasi kuantitas air berdasarkan nilai C tersebut berada pada tingkat