Kawasan Penyangga. Prioritas Penggunaan Lahan oleh Pemangku Kepentingan.

Tabel 22 Matriks arahan penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu Fungsi Kawasan PL 2010 Arahan Skenario Fungsi Kawasan Pemangku Kepentingan Rekomendasi Lindung Sw; Pm; Pkb; Ht Sw; Pm; Pkb; Ht Ht Dipertahankan seperti kondisi aktual Lt, Sbk, Ld, Kc Ht Disesuaikan dengan arahan yaitu sebagai hutan Penyangga Sw; Pm; Pkb; Ht Sw; Pm; Pkb; Ht Kc Dipertahankan seperti kondisi aktual Lt, Sbk, Ld, Kc Ht Disesuaikan dengan arahan yaitu sebagai hutan. Apabila penggunaan lahan aktualnya perkebunan campuran maka perlu diterapkan sistem pertanaman yang sifatnya menyerupai hutan. Budidaya a. Tanaman Tahunan Sw; Pm; Pkb; Ht; Pr Sw; Pm; Pkb; Ht; Pr Sw Dipertahankan seperti kondisi aktual Lt, Sbk, Ld, Kc Kc Disesuaikan dengan arahan yaitu sebagai perkebunan campuran b. Tanaman Semusim Sw; Pm; Pkb; Ht; Pr Sw; Pm; Pkb; Ht; Pr Sw Dipertahankan seperti kondisi aktual Lt, Sbk, Ld Sw Disesuaikan dengan arahan yaitu sebagai sawah. Keterangan : Ht : hutan Pm : permukiman Ld : ladang Kc : kebun campuran Pr : padang rumput Pkb : perkebunan besar Sbk : semak belukar Sw : sawah Lt : lahan terbuka 94 95 Berdasarkan hal tersebut, maka arahan penggunaan lahan perlu didukung dengan beberapa strategi agar tujuan konservasi sumber daya air dapat terwujud, yaitu: 1. Perubahan dan penetapan status fungsi kawasan. Kawasan dengan fungsi utama lindung dan budidaya yang berlaku saat ini perlu direvisi. Hal ini disebabkan oleh masih terdapat daerah yang mempunyai karakteristik fisik seharusnya sebagai kawasan lindung namun dimasukkan kedalam kawasan budidaya. Beberapa kasus di mana kelompok kawasan lindung yang belum dimasukkan ke dalam RTRW yang ditemui di daerah penelitian, yaitu: kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya dan kawasan perlindungan setempat. Di samping itu juga terdapat lahan yang karakteristik fisiknya seharusnya digunakan sebagai kawasan penyangga namun dimasukkan kedalam kawasan budidaya tanaman semusim. Dari sisi hidrologi, perubahan ini harus dilakukan karena komposisi kawasan seperti pada RTRW saat ini menghasilkan kinerja sub DAS masih tergolong Sedang. Penetapan status fungsi kawasan hasil revisi juga penting dilakukan agar terdapat kepastian dari aspek hukum. Kawasan dengan status lindung dan penyangga akan terikat dengan peraturan-peraturan yang jelas mengenai pemanfaatan lahannya. Peraturan yang mengatur tentang pengelolaan kawasan lindung sudah cukup banyak dan cukup untuk dapat diterapkan agar keberlangsungan fungsi lindung dapat bermanfaat bagi masyarakat terkait dengan pembangunan daerah secara berkelanjutan. Penetapan status Kawasan Lindung dan Penyangga sesuai hasil arahan yang berada di luar kawasan hutan dapat dilakukan oleh pemerintah daerah baik tingkat kabupatenkota atau provinsi. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam hal penetapan, perencanaan pemanfaatan ruang maupun pengendaliannya. 2. Sosialisasi penggunaan lahan berbasis konservasi sumberdaya air. Pemahaman oleh masyarakat mengenai penggunaan lahan dalam mendukung konservasi sumberdaya air masih rendah. Kesadaran masyarakat 94 95 96 untuk taat dengan rencana tata ruang dalam penggunaan lahannya juga masih rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya penggunaan lahan budidaya pada kawasan lindung, atau pada kawasan budidaya masih banyak ditemui penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya, atau tidak mengindahkan kaidah konservasi. Sosialisasi mengenai penggunaan lahan berbasis konservasi sumberdaya air bertujuan untuk memberikan penyadaran pada masyarakat akan pentingnya keberlanjutan ekologi di samping ekonomi dalam mengelola sumberdaya lahannya. Awalnya, masyarakat diberikan pengetahuan mengenai fungsi kawasan, karakteristik sumberdaya alamnya, potensi penggunaan lahan beserta nilai positif dan negatifnya terhadap upaya konservasi sumber daya air. Diharapkan dari pemahaman tersebut muncul kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penggunaan lahan berbasis konservasi sumberdaya air. Masyarakat juga diberikan pengetahuan tentang penggunaan lahan yang benar, yaitu yang sesuai dengan kemampuan lahannya, di samping penerapan metode-metode konservasinya. Sosialisasi dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti pertemuan langsung antara pemerintah dan masyarakat, atau melalui media massa. Selain masyarakat sasaran sosialisasi juga meliputi pihak swasta, instansi pemerintah dan pihak berkepentingan lainnya. Dalam proses sosialisasi, juga harus dibangun komunikasi 2 arah. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya, tentu pendapat tersebut akan menjadi masukan dalam penggunaan lahan apabila tujuannya untuk mendukung upaya konservasi sumberdaya air. 3. Pemberdayaan Masyarakat. Pada kawasan penyangga, penggunaan lahan hasil arahannya mensyaratkan bernilai ekonomi dan ekologi yang seimbang, karena kawasan penyangga ditetapkan untuk menopang keberadaan kawasan lindung agar fungsi lindungnya tetap terjaga, namun kondisi lahannya memungkinkan untuk dilakukan budidaya secara ekonomis. Penggunaan lahan dengan syarat tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat dengan kesadaran dan pengetahuan yang lebih cukup di bidang ekologi dan ekonomi, karena hasilnya tidak dapat 97 dirasakan dalam jangka waktu dekat dan teknik pengelolaan lahan yang tidak sederhana. Tujuan tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberdayaan masyarakat sebagai aktor yang bertindak langsung di lapangan. Tahap ini merupakan tindak lanjut dari proses sosialisasi di atas. Pemberdayaan dilakukan oleh instansi pemerintah atau non pemerintah. Caranya dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan. Setelah masyarakat mendapatkan pengetahuan yang cukup kemudian masyarakat didorong untuk menerapkannya di lapangan. Dalam penerapannya di lapangan, pemerintah perlu untuk melakukan pendampingan dan penyediaan sarana dan prasarana. Proses ini berguna salah satunya untuk mengakomodasi keinginan masyarakat yang tidak sesuai dengan arahan yang telah diperoleh. Keinginan masyarakat dapat diakomodir dengan menerapan bentuk-bentuk pengelolaan lahan di daerah penyangga agar respon hidrologinya menyerupai hutan, dan hal ini dapat dicapai dengan pemberdayaan masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar kawasan ini tetap berfungsi sebagai penyangga, sesuai dengan hasil arahan. 4. Penguatan Kelembagaan Era desentralisasi memberikan kewenangan sepenuhnya terhadap pemerintah daerah mengelola sumber daya alamnya untuk pembangunan daerahnya. Sumber daya alam tersebut, yang juga merupakan komponen dari sebuah DAS, merupakan modal potensial bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD. Penekanan terhadap aspek ekonomi cenderung menjadi lebih tinggi sehingga mengabaikan aspek kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu kecenderungan penyelewengan penggunaan lahan dari arahan yang sudah ditetapkan juga meningkat. Pemangku kepentingan dalam pengelolaan wilayah dengan matriks dasar DAS terdiri dari berbagai sektor baik secara vertikal maupun horisontal. Pemangku kepentingan tersebut terdiri dari instansi pemerintah, ilmuwanakademisi, swasta dan masyarakat. Hal ini membutuhkan penguatan kelembagaan agar dalam pelaksanaan program-program pada masing-masing sektor tidak saling tumpang tindih atau bertentangan. Penguatan kelembagaan