123 Tabel 32.
Besarnya kenaikan + atau penurunan - debit bulanan dari nilai Q hasil perhitungan metode Mann-Kendall di bagian hilir DAS
m
3
detik
No Stasiun
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agt
Sep Okt
Nov Des
Q
r
1 CIU-3
-4,18 0,20
-2,26 -1,86
-2,16 -0,30
-0,37 -0,58
-1,20 -0,29
-0,20 -1,90
-1,26 2
CIS-3 0,08
-0,11 -0,54
-0,34 -0,01
-0,16 -0,20
-0,22 -0,26
-0,81 -0,22
0,08 -0,23
3 CIT-3
-0,13 0,70
0,69 -0,13
-0,03 0,23
0,59 0,09
0,00 0,00
0,15 -0,56
0,13 4
CIM-3 1,33
-3,43 -3,62
-1,33 -0,96
-0,05 -0,11
-0,17 -0,34
0,00 1,69
-1,14 -0,68
5 CID-3
-0,25 -1,60
-0,61 -3,61
-3,15 -0,47
-0,06 -0,34
-0,38 -4,49
-5,97 -1,43
-1,86 6
SER-3 1,86
0,04 -2,60
-3,78 -5,25
-2,54 -1,41
-0,05 -2,27
-6,32 -11,36 -6,19
-3,32 7
SOL-3 -1,58
5,13 -6,06
-2,19 -8,85
-2,66 -1,13
-0,95 -1,00
-0,88 -0,17
-5,54 -2,16
8 BRA-3A
-2,61 -2,62
-0,51 -1,43
-0,42 -1,10
-1,80 -1,18
-1,26 -0,75
-1,02 -0,38
-1,12 9
BRA-3B 4,89
6,75 15,64
-14,16
1,24 -4,61
-5,30 -5,81
-4,97 -8,72
0,61 -3,64
-1,51 Rerata
-0,07 0,56
0,02 -3,20
-2,18 -1,30
-1,09 -1,02
-1,30 -2,47
-1,83 -2,30
-1,33
-16 -12
-8 -4
4 8
12 16
Des Jan
Feb Mar
Apr Mei
Jun Jul
Agt Sep
Okt Nov
D e
b it
m 3
d e
ti k
CIU-3 CIS-3
CIT-3 CIM-3
CID-3 SER-3
SOL-3 BRA-3A
BRA-3B
Gambar 47. Pola perubahan debit per bulan dari masing-masing sungai di bagian hilir DAS
6.4. Karakteristik Hidrologi
Perubahan trend debit sungai, baik di hulu, tengah dan di hilir dari 8 sungai-sungai utama di Jawa merupakan salah satu indikator dari kenyataan
bahwa hidrologi sungai telah mengalami perubahan, namun demikian sungai- sungai di Indonesia umumnya telah mengalami perubahan watak hidrologi.
Perkembangan penggunaan lahan di sejumlah daerah aliran sungai-sungai di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah memberi dampak berupa
peningkatan frekuensi, debit, dan volume banjir dari sungai-sungai yang ada Pawitan, 2004. Selain itu, perubahan iklim global juga sangat mempengaruhi
perubahan pola aliran yang ada, seperti terjadinya penurunan kecenderungan trend curah hujan tahunan Aldrian, 2007b. Proses perubahan yang terjadi
124 secara terus menerus tersebut jelas berimplikasi terhadap perubahan aliran sungai-
sungai di Jawa. Koefisien rejim sungai KRS yang merepresentasikan rasio antara debit
maksimum dan minimum dalam periode waktu merupakan salah satu indikator watak hidrologi sungai yang sering digunakan. Idealnya KRS tersebut dihitung
setiap tahun selama periode pengamatan yang panjang sehingga diketahui perubahan KRS. Namun keterbatasan data debit harian menyebabkan perhitungan
KRS tersebut tidak dapat dihitung secara menyeluruh untuk tiap stasiun debit. Berdasarkan beberapa studi pustaka yang ada, maka KRS untuk delapan sungai
utama di Jawa berturut-turut adalah Sungai Ciujung 189,5, Cisadane 143, Citarum 92, Cimanuk 713, Citanduy 111,2, Serayu 165, Bengawan Solo
541, dan Brantas 205. Stasiun debit sungai yang digunakan untuk menghitung KRS tersebut sebagian besar berada di hilir. Berdasarkan KRS tersebut, maka
seluruh sungai di daerah penelitian tergolong kritis karena nilainya lebih dari 80 sesuai klasifikasi yang ditetapkan Beccera 1995.
Trend debit tahunan sungai-sungai di Jawa menunjukkan penurunan, namun
trend KRS menunjukkan adanya kenaikan. Berdasarkan data debit harian dari
tahun 1974-2003 di stasiun Padas SOL-1A di hulu Bengawan Solo dengan luas DAS kurang lebih 35 km
2
, maka trend KRS terjadi kenaikan yang cukup besar Gambar 48. Implikasi dari perubahan debit tahunan dan KRS tersebut
memperlihatkan bahwa telah terjadi penurunan debit tahunan dengan distribusi debit secara musim yang makin besar disparitasnya. Debit musim penghujan
meningkat namun debit musim kemarau berkurang. Kejadian-kejadian debit ekstrim pada saat musim hujan menghasilkan banjir sedangkan debit ekstrim
kemarau mengindikasikan menurunnya debit sungai yang berasal dari mata air atau seepage air tanah. Kejadian di stasiun Padas ini menunjukkan bahwa kinerja
dari debit sungai tersebut semakin buruk kondisinya.
125
- 2,000
4,000 6,000
8,000 10,000
12,000 14,000
16,000
1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004
K R
S
Gambar 48. Trend KRS di stasiun Padas dari tahun 1974-2003 Indikator lain yang sering digunakan untuk mengkaji karakteristik
hidrologi sungai adalah koefisien variasi limpasan CV = coefficent of variation yang menunjukkan perbandingan varians dari beberapa harga rata-rata yang
berbeda Asdak, 1995. Berturut-turut CV sungai-sungai di daerah penelitian adalah sungai Ciujung 28,2, Cisadane 20,6, Citarum 9,6, Cimanuk 27,2,
Citanduy 15,8, Serayu 13, Bengawan Solo 18,7, dan Brantas 14,4. Dengan menggunakan klasifikasi dari Walker and Reuter 1996, maka sungai Citarum
tergolong baik; sungai Ciujung, Cisadane, Cimanuk, Citanduy, Serayu, Bengawan Solo dan Brantas tergolong sedang. Jika disandingkan dengan KRS ada indikasi
bertolak belakang, karena dengan indikator KRS seluruhnya kritis namun dengan CV ada sungai yang tergolong baik hingga sedang. Oleh karena itu maka
penggunaan metode kesehatan DAS yang mampu menggabungkan berbagai indikator yang dapat digunakan untuk penentuan klasifikasi baik-buruknya
kondisi sungai yang ada menjadi sangat penting.
126
BAB VII. TINGKAT KESEHATAN DAS
7.1. Indikator Karakteristik DAS
DAS merupakan suatu wilayah kesatuan ekosistem bentanglahan yang dibatasi oleh puncak-puncak gunung atau perbukitan dan igir-igir yang
menghubungkannya, di dalamnya terdapat sistem sungai yang saling berhubungan, curah hujan yang jatuh dialirkan melalui sistem sungai tersebut dan
keluar melalui satu outlet tunggal Gunawan, 2002. Di dalam DAS terdapat berbagai komponen yang saling berinteraksi, seperti tanah, vegetasi, air, sungai,
penduduk, biota, dan sebagainya. Dipandang dari keluaran yang bersifat biofisik, pengelolaan DAS difahami sebagai sistem perencanaan yang menggunakan
masukan input pengelolaan dan masukan alamiah untuk menghasilkan keluaran output yang berupa barang dan jasa serta dampak terhadap sistem lingkungan
baik di dalam maupun di luar DAS Hufschmidt, 1986. Untuk menghimpun berbagai indikator karakteristik DAS secara
menyeluruh yang menyangkut hidrologi, erosi tanah, sedimentasi, iklim, kualitas air, tutupan lahan dan perubahannya, jumlah penduduk, teknologi konservasi
tanah, pengelolaan lahan dan sebagainya cukup sulit dilakukan karena data dan informasi tersebut tersebar di berbagai instansi. Belum adanya database dan
sistem informasi mengenai pengelolaan DAS yang baku menyebabkan data karakteristik DAS di daerah penelitian cukup sulit untuk dihimpun. Untuk itulah
maka di dalam penelitian ini sumber data diperoleh dari berbagai literatur yang diperoleh dari berbagai sumber.
Analisis hidrologi didasarkan pada 5 indikator sesuai dengan metode yang dilakukan yaitu koefisien rejim sungai KRS, koefisien variasi limpasan CV,
indeks penggunaan air IPA, indeks koefisien simpanan air KSA, dan indeks debit jenis IDJ. Jumlah dan distribusi limpasan dari debit sungai menunjukkan
indikasi sifat atau karakteristik DAS di hulunya dalam memberikan respon terhadap hujan yang jatuh sebagai masukan terhadap DAS. Nilai limpasan bisa
dinyatakan dalam : 1 debit aliran yang merupakan jumlah per satuan waktu, 2 koefisien variasi limpasan, dan 3 koefisien rejim sungai KRS yaitu nisbah