26 Besarnya jumlah penduduk di Pulau Jawa menyebabkan kepadatan
penduduk pulau tersebut menjadi cukup tinggi yaitu 938 jiwakm
2
. Kepadatan penduduk dari tahun ke tahun selalu meningkat. Distribusi kepadatan penduduk
terkonsentrasi di DKI Jakarta yang pada tahun 2000 mencapai 12.592 jiwakm
2
. Di provinsi lain di Jawa kepadatan penduduk hampir kurang lebih 1.000 jiwakm
2
, sedangkan kepadatan penduduk nasional hanya mencapai kurang lebih 108
jiwakm
2
pada tahun 2000. Oleh karena itu kepadatan penduduk Pulau Jawa hampir 9 kali lipat dari kepadatan penduduk nasional. Provinsi Papua yang
luasnya hampir 16 persen dari total luas Indonesia kepadatan penduduknya 7 jiwakm
2
BPS, 2004. Untuk lebih jelasnya perbandingan kepadatan penduduk di Jawa dan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan kepadatan penduduk per provinsi, Jawa dan nasional
dari tahun 1971-2000 No
Provinsi Kepadatan Penduduk jiwakm
2
1971 1980
1990 2000
1 DKI Jakarta
7762 9794
12439 12592
2 Banten
- -
493 559
3 Jawa Barat
467 794
1023 1033
4 DI Yogyakarta
785 863
916 980
5 Jawa Tengah
640 780
876 959
6 Jawa Timur
532 609
678 726
7 Pulau Jawa
589 706
832 938
8 Indonesia
62 78
95 108
Sumber: BPS, 2004
2.3.2. Penggunaan Lahan
Dampak aktivitas penggunaan lahan di DAS merupakan isu penting yang dihadapi oleh para pengelola sumberdaya alam Johnson et al., 2005.
Meningkatnya aktivitas manusia untuk merubah ekosistem alam ke lahan budidaya, khususnya pertanian merupakan komponen yang penting dalam
perubahan lingkungan global Herpin et al., 2002. Saat ini, daerah tropis merupakan representasi dari fenomena perubahan tutupan lahan yang cukup cepat,
dan pembukaan hutan untuk pertanian mencapai jutaan hektar per tahunnya Mellilo, 1996.
Bertambahnya penduduk, memunculkan konsekuensi baru berupa perubahan penggunaan lahan guna menopang kehidupan penduduknya Pfeffer et
27 al
., 2005. Di Jawa, perubahan penggunaan lahan telah berlangsung dari abad 19 lalu akibat konversi lahan dari hutan menjadi peruntukan lain. Hal ini berlangsung
sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Pada pertengahan abad 20, kurang lebih 10 juta ha hutan atau kurang lebih 80 luas Pulau Jawa telah dikonversi
menjadi lahan pertanian Smiet, 1990. Pada waktu yang sama penduduk meningkat 10 kali lipat selama kurun waktu 130 tahun 1815-1945. Pada tahun
1998 pertambahan penduduk berbanding terbalik dengan luas hutan yang terus berkurang hingga tersisa kurang lebih 23, yaitu 7 hutan lindung dan 16
hutan produksi Lavigne and Gunnel, 2007. Perkembangan sebaran hutan alam antara tahun 1891, 1963 dan 1987 tersebut disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Perkembangan sebaran hutan alam di Jawa tahun 1891, 1963, dan
1987 Sumber: Whitten et al., 1996 dalam Lavigne Gunnel, 2006 Dari beberapa tipe penggunaan lahan, konversi lahan sawah di Jawa terus
berlangsung hingga saat ini. Secara keseluruhan terjadi pengurangan dari total 3,48 juta ha pada tahun Pelita III tahun 1978-1983 menjadi 3,38 juta ha pada
tahun 1999, yang terjadi di semua propinsi. Pengurangan terbesar terjadi di Jawa Barat dan Banten, yaitu seluas 65 ribu ha. Di DKI hanya terjadi pengurangan
lahan sawah sebanyak 7 ribu ha, namun bila dibandingkan dengan luas asal pada Pelita III, luas yang hilang tersebut mencapai 70. Hal ini terjadi karena pada
28 umumnya konversi lahan sawah ke non-pertanian terjadi di lokasi yang dekat kota
besar, termasuk Jakarta. Konversi lahan sawah di Jawa yang tidak terkendali tersebut mengancam
stabilitas ketahanan pangan nasional. Konversi lahan sawah dari tahun 1981-1999 mencapai 1.627.514 ha, yaitu rata-rata 85.659 hatahun, di Jawa mencapai
1.002.055 ha atau kurang lebih 61,6, dan sisanya di luar Jawa 625.459 ha atau kurang lebih 38,4 Sudaryanto, 2002. Di Jawa Barat, konversi lahan sawah
rata-rata 7.046 hatahun selama 1987-1991, di Jawa Tengah rata-rata 6.721 hatahun antara 1981-1986, dan di Jawa Timur rata-rata 8.285 hatahun selama
1987-1993 Rusastra dan Budhi, 1997. Dengan demikian, konversi lahan sawah di Jawa rata-rata 22.200 hatahun. Sebagian besar lahan sawah yang terkonversi
tersebut pada mulanya beririgasi teknis atau setengah teknis dengan produktivitas tinggi Sumaryanto et al., 2001. Jelas sekali bahwa konversi lahan yang terjadi
dua dekade terakhir ini mengakibatkan penurunan produksi padi nasional. Secara umum dapat dikatakan bahwa hingga saat ini belum ada data baku
mengenai besarnya konversi lahan sawah di Jawa yang sesungguhnya. Hal ini berkaitan dengan buruknya sistem pemantauan dan dokumentasi alih fungsi lahan
sawah yang ada. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil atau angka yang berbeda-beda sehingga cukup sulit memastikan mana yang paling
benar. Beberapa hasil penelitian mengenai konversi lahan sawah di Jawa tersebut adalah sebagai berikut Tabel 5.
Tabel 5. Luas konversi lahan sawah berdasarkan beberapa hasil penelitian
Tahun Lokasi
cakupan Jenis lahan
Estimasi hatahun
Sumber 1985 – 2000
Jawa Barat Sawah
4.000 Delft Hydraulic 1989
1981 – 1985 Jawa dan Bali
Sawah irigasi 13.400
BCEOM 1988 -
Jawa Sawah irigasi
20.000 JICA 1989
1990 Jawa
Sawah irigasi 22.500
Delft Hydraulic 1991 -
Jawa Sawah
20.000 World Bank 1988
- Indonesia
Sawah irigasi 25.900
Delft Hydraulic 1991 1990 – 1995
Indonesia Sawah
40.000 World Bank 1991
1981 – 1985 Jawa dan Bali
Sawah tadah hujan 5.700
BCEOM 1988 1990 – 2000
Jawa Sawah tadah hujan
8.200 Delft Hydraulic 1989
Sumber: Sumaryanto et al., 2001
29 Terus berlangsungnya konversi lahan sawah tersebut karena berlakunya
kaidah pemanfaatan terbaik dengan hasil tertinggi the best and the highest use of land
. Hal ini menyebabkan terjadinya penggeseran aktivitas yang intensitas ekonomi penggunaan lahannya lebih rendah ke arah aktivitas lain yang lebih
tinggi keuntungan ekonominya BPN, 2001, seperti dari lahan pertanian ke pariwisata, industri, dan perdagangan. Hal ini menyebabkan penggunaan lahan
untuk pertanian menjadi prioritas terakhir bagi berbagai kalangan. Tanpa kesungguhan pemerintah dalam memahami dan melindungi kepentingan
mempertahankan lahan sawah bagi ketahanan pangan dan menjaga kualitas lingkungan Agus et al., 2003, maka konversi lahan akan terus berlangsung,
bahkan akan semakin pesat. Oleh karena itu pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan langkah-langkah operasional untuk mengurangi terjadinya konversi
lahan sawah irigasi produktif.
2.4. Hidrologi 2.4.1. Kondisi Sungai