106 BRA-KB, nilai pCO
2
terbesar terjadi di bulan September dan terendah saat debit sungai terjadi bulan November Gambar 38. Namun secara kseluruhan pCO
2
di DAS Brantas mencapai nilai tertinggi pada bulan Maret bersamaan dengan
besarnya debit sungai. Besarnya pCO
2
di Brantas disebabkan oleh keberadaan batuan kapur dan limbah industri kapur, khususnya pengaruh dari pembuangan
limbah industri pengolahan batu marmer yang dibuang di sekitar Porong dekat lokasi pengambilan sampel Aldrian et al., 2008. Selain itu sumber-sumber
kelebihan CO
2
dapat pula berasal dari: erosi tanah yang membawa karbon, lahan basah, limbah perkotaan, limbah industri, dan produk organisme heterotropik dan
asimilasi oleh fitoplankton Abril et al., 2000.
2,000 4,000
6,000 8,000
10,000
Sep Nov
Jan Mar
Jun Sep
p C
O 2
u a
tm
CIU-K1 CIU-K2
CIS-K2 CIS-K1
CIT-K CIM-K2
CIM-K1 SER-K2
SER-K1 CID-K
SOL-K BRA-KA
BRA-KB
Gambar 38. Variasi musiman dari pCO
2
di daerah penelitian
5.5. Jebakan Karbon
Pembangunan bendungan dalam rangka menyediakan sumber air untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia ternyata telah menimbulkan masalah
lingkungan seperti terjebaknya hara, berkurangnya sedimen, meningkatkan intrusi air laut karena pasokan air sungai berkurang, dan menurunkan produktivitas
keanekaragaman dan sifat-sifat ekosistem di estuari. Pasokan air, kandungan hara, karbon, sedimen dan material lain yang terlarut dalam air tertahan oleh bendungan
dan mengendap di dasar bendungan sehingga daerah hilir lebih sedikit pasokannya jika dibandingkan dengan sebelumnya ketika belum dibangun
bendungan tersebut.
107 Umumnya jebakan-jebakan karbon tersebut terjadi pada bendungan-
bendungan besar yang mampu menampung volume air sungai dalam jumlah yang sangat besar. Bendungan besar menyebabkan waktu tinggal time retention air
berlangsung cukup lambat. Pada bendungan kecil umumnya jebakan biogeokimia tidak terlihat dengan jelas.
Pada penelitian ini, jebakan karbon yang terjadi pada sungai Ciujung, Cisadane, Cimanuk dan Serayu tidak terlihat secara jelas pola dari konsentrasi
karbon sebelum dan setelah melalui bendung. Konsentrasi karbon di bagian hulu dan hilir dari bendung yang ada tidak menunjukkan adanya perubahan konsentrasi
karbon yang besar. Pola dari konsentrasi DOC terlihat bahwa pada musim kemarau, konsentrasi DOC di bagian hilir lebih kecil daripada pada di bagian
hulu. Pada bulan Januari, konsentrasi DOC di bagian hilir lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian hulu Lampiran 14-25.
Tidak terlihat jelasnya pola perbedaan adanya jebakan karbon sebelum dan sesudah bendung sungai disebabkan oleh karakteristik dari bendung tersebut.
Bendung yang terdapat di keempat sungai tersebut bukan merupakan bendungan atau waduk besar melainkan bendung atau bangungan irigasi yang lebih berfungsi
mengatur air untuk irigasi. Waktu tinggal time retention dari volume air tersebut tidak terlalu lama dibandingkan dengan air yang terdapat pada bendungan besar,
seperti Jatiluhur, Saguling, Cirata, Karangkates dan sebagainya. Bahkan pada musim penghujan saat debit sungai besar, air tidak tertahan pada bendung tersebut
tetapi mengalir ke hilir. Demikian pula halnya yang terjadi di DAS Brantas, untuk mengetahui
jebakan karbon diambil sampel di bagian hulu, tengah dan hilir dari bendungan kaskade yaitu di Karangkates, Wlingi, dan Lodoyo. Ternyata tidak ada jebakan
karbon yang terjadi secara signifikan pada sistem bendungan kaskade tersebut. Hal ini diduga karena kecilnya bendungan tersebut, sehingga tidak dapat
menjebak karbon dan disebabkan oleh aktivitas respirasi terjadi yang menyebabkan variasi DOC di bagian tengah bendungan Karangkates. Hal ini
didukung oleh pernyataan Aldrian et al., 2008 yang mengatakan bahwa pengambilan sampel dari sistem bendungan tersebut kurang representatif, karena
hanya diambil dibagian permukaan air saja.
108
BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI
Metode Mann-Kendall merupakan salah satu model statistik yang banyak digunakan dalam analisis perhitungan pola kecenderungan trend dari parameter
alam seperti debit dan iklim. Tingkat signifikasi dari kecenderungan penurunan debit tersebut diindikasikan dari nilai Z dan nilai α. Makin besar nilai Z negatif
maka semakin kuat bukti adanya penurunan. Sebaliknya jika nilai Z positif maka menunjukkan adanya kenaikan debit.
6.1. Kecenderungan Debit Sungai di Hulu 6.1.1. Kecenderungan Debit Tahunan
Dalam analisis kecenderungan dengan metode Mann-Kendall ini, untuk hulu DAS Bengawan Solo dilakukan di dua stasiun untuk mewakili dua sub DAS
yang luas yaitu Stasiun Padas untuk sub DAS hulu Bengawan Solo SOL-1A dan Stasiun Nambangan untuk DAS Bengawan Madiun SOL-1B. Pada Stasiun
Gadang mewakili hulu DAS Brantas BRA-1, meskipun data yang tersedia cukup panjang yaitu 1974-2005, pada perhitungannya dilakukan pemisahan waktu yaitu
periode tahun 1974-1987 dan 1991-2001. Hal ini disebabkan pada tahun 1990 peralatan pengukur debit di stasiun Gadang diganti dengan peralatan otomatis dan
hasil pencatatan debit yang dihasilkan lebih besar jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pencatatan data tersebut berlangsung hingga tahun 2003,
sehingga dalam perhitungan kecenderungan periode waktu tersebut dipisahkan. Berdasarkan hasil perhitungan kecenderungan debit sungai dengan
menggunakan metode Mann-Kendall dari data debit sungai rata-rata tahunan untuk daerah hulu, menunjukkan bahwa semua sungai di daerah penelitian
mempunyai kecenderungan menurun dengan nilai signifikasi yang cukup tinggi. Tiga stasiun di bagian hulu yang memiliki nilai signifikan
yang tinggi dengan α = 0,01 atau tingkat kepercayaan 99,99 yaitu di stasiun CIU-1, CIM-1, SER-1,
SOL-1A, dan BRA-1A Tabel 24.