37 Tabel 8. Informasi pendangkalan beberapa waduk di Jawa
No Bendungan
Luas DAS
km
2
DAS Volume
Tampung 10
6
m
3
Sedimen 10
6
m
3
Umur tahun
Laju Sedimentasi
10
6
m
3
tahun Penurunan
Tampungan tahun
1 Gajah
Mungkur 1350
B. Solo 735,0
320,00 21
15,20 1,40
2 Sengguruh
1659 Brantas
21,5 19,18
15 1,20
5,58 3
Selorejo 236
Brantas 62,3
19,61 33
0,60 0,95
4 Sutami
2050 Brantas
343,0 167,39
30 5,57
1,62 5
Bening 85.5
Brantas 33,0
8,83 19
0,46 1,40
6 Lahor
160 Brantas
36,1 4,09
28 0,15
0,40 7
Mrica 1022
Serayu 193,5
56,25 15
3,75 1,94
8 Cacaban
59 Cacaban
90,0 37,02
45 0,82
0,91 9
Malahayu 63
Kabuyutan 69,0
36,88 76
0,48 0,70
10 Wadaslintang
196 Serayu
443,0 -
16 -
- 11
Sempor 43
Sempor 52,0
12,04 26
0,46 0,90
12 Kedung
Ombo 614
Serang 723,0
- 14
- -
13 Saguling
2283 Citarum
875,0 85,00
17 5,00
0,58
Sumber: Ditjen SDA, 2006 tidak dipublikasikan
2.5. Kesehatan DAS
DAS dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-
ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks Salomons, 2004. Proses-proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur
hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Sedangkan kegiatan sosial- ekonomi dan budaya masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap
sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam air, tanah, dan
hutan yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS Departemen Kehutanan, 2009.
Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas
lahan, dan percepatan degradasi lahan Smith et al., 2003. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan
kritis dan penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk
berusaha di lahannya. Oleh karena itu, peningkatan fungsi kawasan budidaya
38 memerlukan perencanaan terpadu agar beberapa tujuan dan sasaran pengelolaan
DAS tercapai, seperti: 1 erosi tanah terkendali, 2 hasil air optimal, dan 3 produktivitas dan daya dukung lahan terjaga. Dengan demikian degradasi lahan
dapat terkendali dan kesejahteraan masyarakat dapat terjamin Mengingat komponen yang bekerja di dalam suatu DAS cukup banyak dan
saling berkaitan seperti komponen biofisik, hidrologis, sosial, ekonomi dan kelembagaan, maka cukup sulit untuk menilai kinerja dari DAS tersebut.
merupakan kunci dalam program monitoring dan evaluasi monev kinerja DAS, yaitu dalam upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang
dibutuhkan untuk tujuan evaluasi dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan DAS.
Asdak 1995 memandang bahwa DAS sebagai suatu ekosistem sehingga bisa merupakan satuan unit monitoring dan evaluasi monev karena setiap ada
masukan ke dalam ekosistem tersebut dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang berlangsung dengan melihat keluaran dari ekosistem tersebut. Ekosistem
adalah Wilayah DAS yang terdiri dari komponen tanah, vegetasi dan airsungai berperan sebagai prosesor. Kegiatan monev yang menghasilkan informasi tentang
tingkat kesehatan DAS yang bersangkutan pada sistem pengelolaan yang diterapkan bisa dipandang sebagai kegiatan diagnose. Berdasarkqan pemahaman
di atas dibangun sistem diagnose kesehatan DAS melalui rangkaian penyelenggaraan monev DAS. Pada akhirnya hasil diagnose tersebut diharapkan
dapat merupakan dasar dalam penyusunan perencanaan dan implementasi pengelolaan DAS sebagai suatu upaya terapi atau penyehatan.
Penentuan kesehatan DAS saat ini telah banyak dikembangkan untuk menilai kinerja pengelolaan DAS. Metode yang digunakan adalah metode
pembobotan dan skoring dari berbagai parameter yang ada di dalam DAS. Dalam Peraturan Dirjen RLPS Nomor: P.04V-SET2009 tentang Pedoman Monitoring
dan Evaluasi DAS disebutkan bahwa untuk kegiatan monev DAS digunakan lima kriteria yaitu penggunaan lahan, tata air, sosial, ekonomi dan kelembagaan.
Kriteria penggunaan lahan dan tata air dianalisis untuk mengetahui kondisi kelestarian lingkungan berdasarkan parameter biogeofisik DAS. Jumlah indikator
yang digunakan sebanyak 19 indikator dan 21 parameter. Bobot penilaian
39 indikator yang digunakan adalah penggunaan lahan 20, tata air 50, sosial
10, ekonomi 10 dan kelembagaan 10. Penentuan bobot pada masing- masing indikator dan parameter tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan para
pakar melalui diskusi yang cukup intensif Tabel 9. Tabel 9. Indikator, parameter dan pembobotannya untuk monev DAS
No Indikator
Parameter 1
Penggunaan lahan 20 –
Indeks penggunaan lahan permanen 4 –
Kemampuan penggunaan lahan 4 –
Indeks erosi 8 –
Kerawanan tanah longsor 5 2
Tata air 50 –
Koefisien rejim sungai 10 –
Koefisien variansi 5 –
Indeks penggunaan air 5 –
Koefisien limpasan 10 –
Sedimentasi 10 –
Kualitas air 10 3
Sosial 10 –
Kepedulian individu 3 –
Partisipasi masyarakat 3 –
Tekanan penduduk 4 4
Ekonomi 10 –
Ketergantungan terhadap lahan 4 –
Tingkat pendapatan 2 –
Produktivitas lahan 2 –
Jasa lingkungan 2 5
Kelembagaan 10 –
Pemberdayaan lembaga lokal 2 –
Ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah 2 –
KISS koordinasi, integrasi, sinkronisasi, sinergi = 4 –
Kegiatan usaha bersama 2 Sumber: Departemen Kehutanan, 2009
Namun perlu disadari bahwa dalam penetapan pembobotan untuk evaluasi kinerja DAS ini masih diperlukan informasi permasalahan DAS yang dominan,
apakah lebih berat ke aspek biofisik atau sosial-ekonomi kelembagaan. Untuk saat ini nilai pembobotannya yaitu: tata air 50 , penggunaan lahan 20 , sosial
10 , ekonomi 10 , dan kelembagaan 10 . Meskipun hasil monev DAS ini bersifat indikatif, maka pengujian lapangan yang dilakukan secara terus-
menerus atau berurutan dan konsisten dengan metode yang sama untuk jangka waktu paling tidak untuk selama 2-5 tahun cukup diperlukan untuk menilai
kinerja DAS. Batasan operasional yang digunakan mengenai definisi kriteria adalah
suatu aspek yang dipandang penting untuk memungkinkan penilaian atas pengelolaan suatu DAS. Indikator adalah atribut kuantitatif dan atau kualitatif dan
atau deskriptif yang apabila diukur atau dipantau secara periodik menunjukkan arah perubahan. Parameter adalah variabel yang dipergunakan untuk
40 menunjukkan secara kuantitatif dan atau kualitatif yang diduga erat kaitannya
dengan kerusakan DAS Soejoko dan Fandeli, 2001. Metode lain yang dikembangkan untuk menentukan tingkat kesehatan
DAS adalah metode yang digunakan oleh Paimin et al., 2001 yang menggunakan tujuh kriteria, yaitu hidrolologi dengan bobot 40, produksi 5,
morfometri DAS 5, lahan 20, masukan teknologi 20, sosial 15, dan ekonomi 15. Indikator yang digunakan sebanyak 28 indikator, yaitu hidrologi
11 indikator, produksi 2, morfometri DAS 1, lahan 4, masukan teknologi 4 dan sosial dan ekonomi 8.
Hal yang sama dilakukan oleh Gunawan 2001 yang mengembangan penentuan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi geografi
di DAS Bengawan Solo. Metode yang dilakukan menggunakan lima kriteria yaitu: 1 limpasan dan debit sungai; 2 erosi dan sedimentasi; 3 penutup lahan; 4
sosial; dan 5 ekonomi, sedangkan indikator yang digunakan adalah sebanyak 14 indikator. Dari masing-masing indikator dikuantifikasikan ke dalam lima indeks
yaitu cukup baik, baik, sedang, jelek dan cukup jelek. Selanjutnya masing-masing indeks dijumlahkan tanpa dikalikan dengan pembobotan. Alasan tidak adanya
pembobotan karena pembobotan merupakan profesionalism adjustment yang tidak berbeda dengan subyektivitas seseorang yang agak dominan sehingga sulit
dikelompokkan. Soejoko dan Fandeli 2001 mengembangkan metode penentuan kesehatan
DAS di Serayu dengan menggunakan 14 indikator dari aspek fisik dan biotis yang mengindikasikan kerusakan ekosistem DAS. Dari data pengamatan di lapangan
diuji penilaian dengan mengkonversikan ke dalam bentuk skala. Untuk parameter tertentu yang kondisinya baik diberikan skala tinggi. Sebaliknya kondisi jelek
diberikan skala 1. Demikian pula diberikan pembobotan terhadap setiap parameter. Nilai bobot tersebut berada pada rentang 1 – 100. Bobot nilai 1 jika
cukup tidak penting dan bobot 100 jika parameter tersebut cukup penting. Hasil perkalian antara skala dari masing-masing indikator dikalikan dengan bobot
sehingga diketahui tingkat kekritisan DAS yaitu dari cukup kritis hingga cukup bagus.
41 Demikian beragamnya metode penentuan kesehatan DAS yang ada
menyebabkan Departemen Kehutanan dengan Peraturan Dirjen RLPS Nomor: P.04V-SET2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi DAS mencoba
memberikan pedoman mengenai penentuan yang standar. Namun demikian, penerapannya cukup sulit karena cukup terbatasnya data yang berkaitan dengan
indikator yang cukup banyak.
42
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di delapan sungai utama di Jawa, yaitu Sungai Ciujung, Cisadane, Citarum, Cimanuk, Citanduy, Serayu, Bengawan Solo, dan
Brantas. Tempat penelitian bukan semata-mata hanya dilakukan di satu bagian dari sungai untuk mengambil sampel kualitas air saja, namun juga meliputi
keseluruhan daerah aliran sungai DAS yang bersifat spasial. Kajian terhadap spasial DAS dilakukan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
hidrologi aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2007 sampai dengan bulan Desember 2008.
Gambar 12. Lokasi penelitian
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, alat penelitian yang digunakan adalah perangkat lunak SIG Arc View, Arc Info untuk analisis spasial, perangkat lunak
CO
2
SYS untuk menghitung tekanan parsial CO
2
, dan perangkat lunak MAKESENT 1.0 untuk mengolah data statistik debit. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi: peta RePPProT skala 1: 250.000, peta geologi skala 1:250.000, peta penggunaan lahan 1: 100.000 2003, mozaik citra
Landsat tahun 2001-2003, data debit, data hujan, data penduduk, dan data karbon. Data karbon yang digunakan merupakan data primer hasil pengukuran karbon
yang berasal dari ”The Brantas Cachment Water and Carbon Cycle” SARCS project 9401CW: Juni 2005 - Juni 2006 dan “Carbon, Nutrient and Water