Manajemen Lingkungan PEMBAHASAN UMUM FLUKS KARBON TERHADAP ALIRAN SUNGAI DAN KESEHATAN DAS

158 antar fluks DOC dari masing-masing sungai yang sangat tinggi karena pengaruh dari debit sungai. Tabel 38. Korelasi antara indeks kesehatan DAS dan parameter karbon sungai No Parameter Nilai Korelasi TOC TIC DOC DIC POC PIC 1 IKDAS dan konsentrasi karbon mgl -0,33 -0,12 -0,32 -0,11 -0,22 -0,24 2 IKDAS dan fluks karbon tontahun -0,46 -0,31 -0,47 -0,32 -0,34 -0,23 3 IKDAS dan karbon yield tonkm2tahun -0,21 0,16 0,24 0,15 -0,17 0,13 Hubungan antara indeks kesehatan DAS dan konsentrasi karbon menunjukkan hubungan yang kurang signifikan dan nilai korelasi tertinggi -0,33. Oleh karena itu, hubungan tersebut tidak dapat digunakan sebagai sebuah indikator bahwa semakin kecil indeks kesehatan suatu DAS, yang menandakan bahwa DAS tersebut semakin sakit atau rusak, maka konsentrasi karbon juga semakin besar. Besarnya kandungan karbon dalam perairan belum tentu langsung mengindikasikan bahwa DAS tersebut sakit. Untuk itu perlu dianalisis faktor- faktor lain dalam penentuan indeks kesehatan DAS.

8.5. Manajemen Lingkungan

Tingkat kerusakan DAS di Pulau Jawa sudah terjadi sejak lama dan memiliki kecenderungan kerusakan yang semakin meningkat. Upaya perbaikan yang telah dilakukan selalu kalah cepat dibandingkan dengan laju kerusakan lingkungan yang ada sehingga bencana banjir, kekeringan, pencemaran, erosi, sedimentasi dan lainnya juga semakin meningkat. Salah satu indikator kerusakan DAS tersebut adalah semakin menurunnya trend debit sungai. Seluruh sungai- sungai di daerah penelitian, baik di hulu, tengah dan hilir mengelami trend debit sungai yang semakin menurun secara signifikan dari tahun ke tahun. Konsekuensinya adalah ketersediaan air akan semakin menurun, khususnya pada musim kemarau. Dalam kontek fluks karbon, trend debit yang berkurang ini akan menyebabkan pasokan karbon ke pesisir akan semakin berkurang. Padahal sungai mempunyai peran yang sangat penting dalam siklus karbon global, dan sungai 159 berfungsi sebagai penghubung karbon antara daratan dan lautan. Karbon tersebut dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi makhluk hidup di perairan sungai dan laut. Meskipun demikian hingga saat ini belum dikenali secara menyeluruh mengenai pengaruh fluks karbon terhadap kualitas lingkungan secara baku. Di beberapa tempat menunjukkan bahwa besarnya fluks karbon akan meningkatkan kualitas lingkungan dan sebaliknya. Namun dengan makin meningkatnya erosi karbon ke daratan yang disebabkan semakin terdegradasinya lahan dan mengalir ke sungai-sungai di Jawa telah meningkatkan nilai CO2 di perairan sungai. Rata-rata emisi karbon dari sungai-sungai di Jawa sebesar 4259 µatm. Dibandingkan dengan rata-rata saturasi atmosfer dunia yaitu 380 µatm, maka sungai-sungai di Jawa memiliki nilai yang lebih besar. Oleh karena itu, upaya pengelolaan lingkungan perlu dilakukan guna mengatasi permasalahan yang ada. Upaya manajemen lingkungan yang dilakukan bersifat generik karena sangat berkaitan dengan aspek-aspek lain yang sangat komplek. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah pengelolaan DAS secara terpadu. Pengelolaan DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah direncanakan serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu. Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi, kelembagaan, dan hukum. Pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat melakukan kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan efisien. Dalam ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian, implementasipelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya - upaya pokok berikut: a Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan landuse dan konservasi tanah dalam arti yang luas. b Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian daya rusak air. 160 c Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi terestrial lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air. d Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS. Dalam pengelolaan DAS terpadu tersebut, sasaran yang ingin dicapai pada dasarnya adalah: a Terciptanya kondisi hidrologis DAS yang optimal. b Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat. c Tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan informal masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS dan konservasi tanah. d Meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS secara berkelanjutan. e Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan. Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengelolaan DAS selain harus mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran perlu pula disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan DAS, karakteristik biogeofisik dan sosekbud DAS, peraturan dan perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS terpadu tersebut menjadi hal yang penting berkaitan prioritas pembangunan nasional seperti yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2010-2014, dimana pada prioritas ke sembilan dari sebelas prioritas yaitu pengelolaan lingkungan hidup dan bencana, pengelolaan DAS akan dilakukan di sebelas DAS kritis untuk memulihkan kerusakan lingkungan. Selain itu, pengelolaan DAS juga berkaitan dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 pada tahun 2020 jika tanpa bantuan luar negeri dan 41 jika memperoleh bantuan luar negeri. Pengelolaan DAS menjadi bagian dari kegiatan sektor 161 kehutanan dalam program aksi nasional pengurangan emisi gas rumah kaca. Kegiatan Kehutanan yang akan dilaksanakan untuk memberikan kon tribusi dalam penanganan perubahan iklim terdiri dari : a rehabilitasi hutan dan lahan dalam DAS; b pembangunan hutan kemasyarakatan dan hutan desa; c pembangunan hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat; d restorasi ekosistem pada HPH; e pembangunan hutan rakyat kemitraan; f penanggulangan kebakaran hutan; g penanganan perambahan dan pemberantasan illegal logging; h pencegahan deforestasi; dan i pemberdayaan masyarakat. Dalam rencana aksi nasional untuk menurunkan emisi sebesar 26, kontribusi sektor kehutanan adalah sebesar 0,392 giga ton CO 2 dengan biaya sebesar Rp. 46,46 trilyun, terdiri dari pemerintah sebesar Rp.16 trilyun dan swasta sebesar Rp.30,4 trilyun. Sedangkan untuk menurunkan 41, tambahan kontribusi kehutanan yang diperlukan sebesar 310 juta ton CO 2 dengan tambahan dana sebesar Rp. 36,93 trilyun yang diharapkan berasal dari dukungan internasional Yudhoyono, 2009. 162

BAB IX. SIMPULAN DAN SARAN

9.1. Simpulan

1. Karakteristik fluks karbon sungai-sungai di Jawa memiliki pola yang sama dengan pola musiman debit sungai. Pada musim penghujan konsentrasinya lebih tinggi daripada saat musim kemarau, sedangkan konsentrasi karbon inorganik memiliki pola berkebalikan dengan pola musiman hujan. Terjadinya pengenceran terhadap sumber-sumber inorganik karbon menyebabkan konsentrasinya rendah saat musim penghujan. Dibandingkan dengan sungai- sungai besar di dunia, fluks karbon sungai di Jawa lebih kecil. Secara keseluruhan, fluks DOC sungai-sungai di Jawa kurang lebih 1,38 juta tontahun 1,38 TgCtahun. Jumlah ini setara dengan 6,58 dari total fluks DOC dari sungai-sungai di Indonesia atau 0,66 dari sungai-sungai di dunia. Berdasarkan sebarannya, fluks karbon sungai ke utara Jawa lebih besar dibandingkan dengan selatan Jawa. Distribusinya adalah sekitar 27 mengalir ke Laut Jawa, 61 ke Selat Madura, dan 13 ke Samudera Hindia. Sungai- sungai di Jawa memiliki nilai pCO 2 11,2 kali lebih besar dari emisi atmosfer. 2. Trend debit sungai-sungai di Jawa, baik di hulu, tengah dan hilir memiliki trend yang turun kecuali hilir Citarum. Di hilir, trend penurunan debit tahunan lebih besar, namun di hulu memiliki tingkat kekritisan yang lebih besar. Trend penurunan debit tersebut belum tentu disebabkan oleh pengaruh perubahan iklim namun lebih disebabkan oleh pengaruh antropogenik, seperti: perubahan penggunaan lahan, peningkatan pemanfaatan air untuk irigasi, domestik, industri di bagian hilir, pengaruh pembendungan dan saluran irigasi, dan menurunnya aliran dasar dari hulu dan tengah DAS. Penurunan trend debit sungai-sungai di Jawa akan semakin meningkatkan kekeringan, mempengaruhi ekosistem estuari, transpor hara, sedimen dan unsur-unsur makro dan mikro dari daratan ke lautan, sirkulasi salinitas dan fluks karbon. 3. Berdasarkan analisis kesehatan DAS terhadap sungai-sungai di daerah penelitian menunjukkan bahwa sungai-sungai di Jawa telah mengalami kerusakan lingkungan. DAS yang memiliki aliran sungai ke arah utara atau bermuara di sekitar Laut Jawa dan Selat Madura sudah tergolong dalam