DAS Citarum Kondisi Umum Delapan DAS di Jawa 1. DAS Ciujung

64 terbentuk meliputi aluvial coklat kekelabuan, aluvial kelabu dan aluvial hidromorf Puslittanak, 2001. Berdasarkan interpretasi citra satelit Landsat tahun 2001, jumlah luas lahan hutan, perkebunan dan hutan mangrove adalah 27.974,31 ha 17,97 dari luas DAS Cisadane. Pertanian lahan kering merupakan jenis penggunaan lahan terbesar yaitu 66.122,11 ha 42,48, sedangkan sawah 17, permukiman 15,7, dan semak belukar 0,11 Gambar 16. Dalam interpretasi tersebut tutupan awan mencapai 6,66 sehingga tidak diketahui jenis penggunaan lahan sesungguhnya dari lahan yang tertutup awan tersebut. Gambar 16. Kondisi tutupan lahan berdasarkan citra Landsat tahun 2001 di DAS Cisadane

4.3.3. DAS Citarum

Sungai Citarum merupakan salah satu sungai yang panjang di Pulau Jawa, dengan panjang 269 km dan mempunyai DAS seluas 6.080 km 2 . Sungai Citarum terletak di Provinsi Jawa Barat. Sungai ini bermata air di Gunung Wayang 1.700 m dan sebelum mengalir ke Laut Jawa terlebih dahulu melintasi bagian tengah Pulau Jawa bagian barat. 65 Penduduk yang tinggal di DAS Citarum cukup besar, khususnya yang terkonsentrasi di bagian hulu yaitu di daerah Bandung dan kurang lebih. Jumlah penduduk di DAS Citarum kurang lebih 11 juta jiwa atau kepadatan penduduk kurang lebih 1.809 jiwa per km 2 pada tahun 2005. Curah hujan tahunan rata-rata di DAS Citarum sebesar 2.300 mm. Berdasarkan peta isohyet hujan, pusat hujan berada di sekitar Gunung Tangkuban Perahu 4.500 mmtahun, sekitar Cariu-Jonggol 4.000 mmtahun dan Gunung Patuha 3.500 mmtahun. Di sekitar Bandung hingga Cianjur hujan kurang lebih 2.500 mmtahun. Di DAS Citarum terdapat beberapa anak-anak sungai yaitu Sungai Citarik 265 km 2 , 32 km, Sungai Cisangkuy 286 km 2 , 32 km, Sungai Cisokan 964 km 2 , 79 km, dan Sungai Cipamingkis 1.887 km 2 , 53 km. Untuk memantau debit Sungai Citarum, maka dilakukan pengukuran debit. Jumlah stasiun pengukuran debit di DAS Citarum kurang lebih 74 stasiun yang tersebar merata dengan durasi pengamatan yang bervariasi. Dari stasiun hidrometri tersebut, banyak stasiun yang kondisinya rusak dan tidak beroperasi lagi karena kerusakan alat, lokasi dipindah atau ditiadakan sehingga tidak memiliki kontinuitas data yang baik. Di DAS Citarum telah dibangun 3 buah bendungan yaitu: Saguling, Cirata dan Jatiluhur sejak tahun 1963 hingga 1988. Manfaat dari ketiga bendungan besar tersebut adalah untuk penyediaan air bagi kebutuhan PLTA, pertanian, industri, perikanan, domestik, pengendali banjir dan sebagainya Tabel 17. Pada tahun 1963 bersamaan dengan pembangunan bendungan Jatiluhur, dibangun saluran pemindah aliran antar DAS yang menghubungkan Sungai Citarum ke Ciliwung melalui saluran Tarum Barat 70 km dan dari Sungai Citarum ke sungai Cilalanang melalui saluran Tarum Timur 40 km dengan kapasitas maksimum masing-masing saluran 30 m 3 detik. Fungsi utama dari kedua saluran pemidah tersebut adalah penyediaan air baku untuk air minum masyarakat Jakarta, irigasi dan industri. 66 Tabel 17. Profil bendungan di DAS Citarum No Bendungan Luas DAS km 2 Kapasitas Bruto 10 6 m 3 Kapasitas Efektif 10 6 m 3 Kegunaan Selesai Dibangun 1 Saguling 2.283 982 609 PLTA 700 MW 1986 2 Cirata 4.119 2.165 709 PLTA 500 MW 1988 3 Jatiluhur 4.500 3.000 1.825 PLTA 150 MW, pertanian 24.000 ha, industri 45,75 juta m 3 , perikanan 43,3 juta m 3 , domestik 400,5 juta m 3 1963 Sumber: Departemen PU, 2001 Dalam pembagian kawasan hulu, tengah dan hilir dari DAS Citarum telah disepakati yaitu penggal sungai di atas Bandung yang terletak di daerah pegunungan antara Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara dan Gunung Patuha di sebelah selatan ditetapkan sebagai bagian hulu Sungai Citarum. Penggal antara Bandung dan Jatiluhur sebagai bagian tengah dan di bawah Jatiluhur sebagai bagian hilir. Formasi geologinya yang utama terdiri dari produk vulkanik Kuarter tua dengan fasies endapan Miocene, granit, granodiorit, alluvium, fasies vulkanik Pleistosen dan fasies batugamping Miosen. Permasalahan yang berhubungan dengan aliran air di daerah ini adalah kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan. Pada banjir dengan kala ulang 5 tahunan, kurang lebih seluas 22,5 km 2 di daerah Bandung Selatan akan tergenang banjir. Berdasarkan data penggunaan lahan tahun 1983, di DAS Citarum terdapat hutan 20, sawah 26,25, lahan pertanian 24,75 dan lain-lain 29 Departemen PU, 2001. Kondisi penggunaan lahan tahun 2001 telah berubah yakni hutan menjadi kurang lebih 13,24, sawah 12,95, lahan pertanian 53,24 dan permukiman 9,45, perkebunan 0,72, dan semak belukar 0,44 Baplan Dephut, 2002. Gambaran mengenai kondisi tutupan lahan di DAS Citarum disajikan pada Gambar 17. 67 Gambar 17. Kondisi tutupan lahan berdasarkan citra Landsat tahun 2001 di DAS Citarum Perubahan tutupan lahan di Citarum Hulu dari tahun 1983-2002 memperlihatkan bahwa perubahan hutan berkurang 54 persen, pertanian menurun 55 persen, permukimanperkotaan meningkat 233 persen, serta industri meningkat 868 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan DAS Citarum telah terjadi dimulai dari daerah hulunya. Indikasi kerusakan ini dapat dirasakan dengan semakin menurunnya rata-rata debit minimum di Stasiun Nanjung dari 6,35 m 3 detik di tahun 1951 menjadi 5,70 m 3 detik pada tahun 1998. Di sisi lain nilai rata-rata debit maksimum meningkat dari 217,6 m 3 detik 1951 menjadi 285,8 m 3 detik 1998. Kerusakan DAS Citarum hulu ini diindikasikan pula oleh menurunnya nilai indeks konservasi dari 0,7 di tahun 1950 menjadi 0,4 pada tahun 2000 Wangsaatmaja, 2001. Meskipun di DAS Citarum sudah terdapat tiga waduk besar, namun dalam pembangunan pengelolaan sungai, khususnya untuk mendukung sektor pertanian, saat ini telah dikaji kemungkinan pengembangan infrastruktur keairan di DAS Citarum. Sejumlah pembangunan waduk dan irigasi potensial yang telah dikaji pada tingkat pra-kelayakan, antara lain: a Waduk Talagaherang dan daerah irigasinya; b Waduk Maya dan daerah irigasinya; c Waduk Bodas dan 68 daerah irigasinya; d Dam pada Sungai Cilame dan Cipunagara, yang bersama- sama akan membentuk satu waduk, dipadukan dengan Waduk Sadawarna dan sebagian dari Waduk Cibeber; e Waduk Cipunagara dan bendungan pengatur di Sadawarna, yang digabungkan dengan Daerah Irigasi Sadawarna dan sebagian Daerah Irigasi Cibeber; f Waduk Cibeber, dengan saluran penghubung antara Sungai Cipunagara dan Cibeber serta Daerah Irigasi Cibeber; g Waduk Kandung dan daerah irigasinya; dan h Waduk Sukawana terletak di daerah Cimahi. Pelaksanaan untuk Waduk Sukawana diharapkan dapat menghasilkan debit sebesar 0,17 m 3 detik IWACO, 2002.

4.3.4. DAS Cimanuk