Hutan Desa Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

pengetahuan lokal tentang hutan dan mengerti arti penting hutan dalam kehidupan mereka. Dalam regulasi tentang Hutan Desa, penetapan areal kerja hutan desa dilakukan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan usulan BupatiWalikota yang ditembuskan kepada Gubernur. Areal kerja hutan desa sendiri merupakan hutan lindung atau hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan dan berada dalam wilayah administrasi desa. Sementara itu, aspek penentuan kriteria dilakukan oleh komponen pemerintahan, yaitu didasarkan atas rekomendasi dari Kepala Kawasan Pengelolaan Hutan KPH atau Kepala Dinas KabupatenKota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. Partisipasi masyarakat dalam penetapan areal kerja hutan desa terbatas pada pengajuan permohonan Kepala Desa kepada BupatiWalikota. Oleh karena itu, pada tingkat ini diperlukan keaktifan yang tinggi dari masyarakat untuk melakukan permohonan penetapan areal kerja hutan desa. Kecil kemungkinan bagi masyarakat untuk melewatkan potensi pemanfaatan hutan yang ada di sekitar mereka, apalagi bagi masyarakat yang berinteraksi dengan hutan secara intensif. Agar dapat mengelola hutan dan kelestariannya secara lebih terorganisir, masyarakat desa perlu membentuk suatu kelompok yang memang dikhususkan untuk pengelolaan hutan desa. Aspek yang dicakup dalam penatausahaan hutan desa cukup luas, mulai dari tahap pengusulan penetapan areal hutan desa sampai dengan pengelolaan hutan desa itu sendiri. Karenanya diperlukan kompetensi yang memadai dari lembaga desa bukan hanya dalam aspek pengelolaan hutan, tapi juga dari segi administrasi dan hukum yang terkait Dephut 2008. Selanjutnya dalam Dephut 2008 juga disebutkan bahwa pemerintah perlu melakukan fasilitasi untuk melancarkan tahap-tahap pembentukan lembaga desa dan meningkatkan kompetensinya. Kegiatan fasilitasi ini harus dimasukkan ke dalam program kerja Dinas Kehutanan Pemerintah Daerah setempat. Pemerintah diantaranya dapat melakukan bimbingan teknis tentang hal-hal yang mungkin belum diketahui secara umum oleh masyarakat desa, seperti penyusunan rencana kerja hutan desa dan pemberian informasi pasar dan modal. Masyarakat terutama harus diberitahu tentang manfaat hutan desa dan pengelolaannya. Selain itu, masyarakat juga perlu dibantu agar dapat menyusun Rencana Kerja Hutan Desa RKHD dan Rencana Tahunan Hutan Desa RTHD. Manajemen hutan lestari atau Sustainable Forest Management harus mampu mengakomodir tiga macam fungsi kelestarian, yaitu kelestarian fungsi produksi ekonomi, kelestarian fungsi lingkungan ekologi dan kelestarian fungsi sosial, ekonomi, dan budaya bagi masyarakat setempat. Ketiga hal ini akan diakomodir sekaligus dalam pengelolaan hutan desa. Masyarakat desa merupakan pelaku utama dalam pengelolaan sumber daya hutan, karenanya kelestarian fungsi produksi dapat terjaga dengan mengedepankan pengelolaan hutan berdasarkan kearifan lokal yang didukung penguasaan teknologi. Masyarakat desa bertempat tinggal di sekitar hutan dan secara otomatis merupakan bagian dari ekosistem hutan yang juga akan terpengaruh oleh perubahan-perubahan pada hutan, karenanya kelestarian fungsi lingkungan dapat terjaga dengan mempertahankan kesadaran masyarakat akan fakta tersebut. Ujung tombak pengelolaan hutan desa berada pada masyarakat. Kearifan lokal sangat dihargai dalam pola pengelolaan hutan desa sehingga adanya diversifikasi pola pengelolaan hutan desa di daerah yang berbeda merupakan suatu hal yang sangat mungkin dan ini merupakan hal yang positif. Ditambah lagi, pengetahuan lokal yang dimiliki oleh masyarakat desa sebenarnya relevan dengan konsep konservasi hutan menurut ilmu pengetahuan modern. Kemampuan dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan hutan secara lestari ini merupakan hal yang perlu dijaga agar tidak memudar, misalnya melalui pendidikan dan pelatihan yang dapat dilaksanakan secara periodik dalam lembaga desa pengelola hutan. Dengan mendorong masyarakat desa untuk mengelola hutan desa secara optimal maka kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan juga akan terbangun dengan sendirinya.

2.3.2. Hutan Kemasyarakatan

Untuk menguatkan posisi kebijakan ini dalam peraturan perundangan, maka sebagai payung hukumnya dimuat dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 37Menhut-II2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan. Dalam peraturan perundangan ini yang dimaksud dengan Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi dengan ketentuan bahwa kawasan hutan lindung dan hutan produksi dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Dalam penyelenggaraan hutan kemasyarakatan adapun azas yang dipakai adalah manfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, musyawarah-mufakat dan keadilan. Ketiga azas ini harus dipegang teguh oleh masyarakat pengelola sebagai dasar peyelenggaraan pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan pola hutan kemasyarakatan. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.37Menhut- II2007 juga disebutkan bahwa penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dapat dilakukan oleh masyarakat setelah memperoleh izin dari Menteri Kehutanan yang dikenal dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan atau disingkat