Motivasi dan Persepsi Petani terhadap Hutan Kemenyan

Khusus penghasilan dari penyadapan getah kemenyan, dibahas untuk mengetahui berapa persentase pendapatan yang diperoleh dari hutan kemenyan dibandingkan terhadap pendapatan total selama satu tahun. Mayoritas masyarakat yang tinggal di kedua desa masih memiliki kebun kemenyan dengan luasan yang bervariasi mulai dari 0,5 sampai 2 hektar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata dalam setahun petani kemenyan memperoleh penghasilan sebesar Rp 21.641.900 dimana Rp 13.233.600 diperoleh dari hasil penjualan getah kemenyan. Jika pendapatan dari menyadap getah kemenyan dibandingkan dengan pendapatan secara keseluruhan maka sebesar 60,69 diperoleh dari hasil kebun kemenyan, artinya kebun kemenyan masih memiliki andil yang besar sebagai sumber mata pencaharian. Besarnya pendapatan tentunya dipengaruhi oleh luas kemenyan yang dimiliki. Oleh karena itu, dalam analisa selanjutnya, responden distratifikasi menjadi 3 kelompok berdasarkan luas kebun kemenyan. Hal ini dilakukan untuk melihat perbandingan pendapatan dari masing-masing strata dan sebagai hasilnya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Persentase pendapatan kotor petani dari kemenyan terhadap pendapatan total No Luas Kemenyan ha Jumlah Responden Rata-Rata Pendapatan Rptahun Persentase pendapatan Sawah Kebun Kemenyan Total 1 1 22 1.260.000 7.069.091 8.463.636 16.792.727 50,99 2 1 - 1,99 33 366.545 7.899.455 15.649.091 23.905.091 65,61 3 ≥ 2 5 7.603.200 18.278.000 25.881.200 70,95 Rata-rata 60 663.300 7.564.800 13.233.500 21.641.900 60,69 Dari kedua desa yang menjadi lokasi penelitian, getah kemenyan masih menjadi andalan petani untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, baik yang luas lahannya dibawah 1 hektar, 1-1,99 hektar maupun 2 hektar ke atas dimana pendapatan dari hutan kemenyan memberikan proporsi di atas 50. Artinya adalah lebih dari setengah penghasilan petani secara keseluruhan diperoleh dari hasil penyadapan getah kemenyan. Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa petani yang memiliki luas hutan kemenyan ≥ 2 Ha tidak memiliki pendapatan dari sawah. Dengan pemilikan hutan kemenyan dan kebun yang sedemikian luas, petani tidak punya cukup waktu dan tenaga untuk mengelola sawah sekaligus. Selain karena keterbatasan waktu dan tenaga, petani merasa bahwa penghasilan dari kemenyan dan kebun masih mampu mencukupi kebutuhan keluarga mereka.

5.2.2. Analisa Finansial Kelayakan Usaha Pengelolaan Hutan Kemenyan

Dalam kajian pengelolaan hutan kemenyan ini, aspek ekonomi lain yang penting untuk diketahui, yaitu analisa kelayakan usaha dari pengelolaan hutan kemenyan. Untuk analisa kelayakan usaha ini ada tiga 3 parameter yang digunakan. Ketiga parameter tersebut adalah Nilai Bersih Sekarang Net Present Value , Rasio Pendapatan dan Biaya Benefit Cost Ratio dan Internal Rate of Return IRR. Dalam analisa finansial kelayakan usaha dilakukan dalam dua 2 skenario, yaitu dengan memperhitungkan sewa lahan skenario 1 dan tanpa memperhitungkan sewa lahan skenario 2. Nilai masing-masing parameter ini disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Analisa finansial pengelolaan hutan kemenyan per satuan hektar selama 50 tahun No Analisa Finansial Nilai Skenario 1 Skenario 2 1 Net Present Value NPV Rp 17.226.428 Rp 24.901.670 2 Benefit Cost Ratio BCR 2,37 2,85 3 Internal Rate of Return IRR 22,6 28,8 Dari analisa finansial kelayakan usaha pengelolaan hutan kemenyan, untuk nilai NPV diperoleh nilai sebesar Rp 17.226.428 dan Rp 24.901.670 pada suku bunga interest rate 13. Dari hasil analisa ini dapat disimpulkan bahwa usaha ini layak dilaksanakan karena menghasilkan keuntungan. Begitu juga halnya dengan analisa kelayakan usaha dengan menggunakan metode BCR. Dengan metode ini dihasilkan indeks sebesar 2,37 pada skenario 1 dan 2,85 pada skenario 2, artinya pengelolaan hutan kemenyan ini layak dilaksanakan karena jika dibandingkan antara penerimaan dan pengeluaran cenderung memperoleh