2. Hasil hutan bukan kayu HHBK hewani, yaitu meliputi semua hasil bukan
kayu dan turunannya yang berasal dari hewan dan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:
a. Kelompok hewan buru babi hutan, kelinci, kancil, rusa, buaya.
b. Kelompok hewan hasil penangkaran arwana, kupu-kupu, rusa, buaya.
c. Kelompok hasil hewan sarang burung walet, kutu lak, lilin lebah, ulat
sutera, lebah madu. HHBK dalam pemanfaatannya memiliki beberapa keunggulan dibanding
hasil hutan kayu, sehingga HHBK memiliki prospek yang besar dalam pengembangannya. Pemanfaatan HHBK tidak menimbulkan kerusakan yang
besar terhadap hutan dibandingkan dengan pemanfaatan kayu. Pada umumnya pemanenan HHBK tidak dilakukan dengan menebang pohon melainkan dengan
cara yang ramah lingkungan seperti dengan cara penyadapan, pemetikan, pemangkasan, pemungutan. Pemanfaatan HHBK dilakukan oleh masyarakat
secara luas dan membutuhkan modal kecil sampai menengah. Dengan demikian pemanfaatannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan usaha
pemanfaatannya dapat dilakukan oleh banyak kalangan masyarakat. Teknologi yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah HHBK adalah teknologi
sederhana sampai menengah. Bagian yang dimanfaatkan adalah daun, kulit, getah, bunga, biji, kayu, batang, buah dan akar cabutan. Dengan demikian pemanfaatan
HHBK tidak menimbulkan kerusakan ekosistem hutan Dephut 2009. Pemanfaatan HHBK memiliki potensi cukup besar untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Pemanfaatan HHBK saat ini masih terkendala beberapa faktor antara lain skala pemanfaatan HHBK
masih rendah, dilakukan dalam skala kecil oleh petani, terbatasnya modal petani untuk mengembangkan HHBK, data dan informasi HHBK belum tersedia, pola
pengembangan HHBK belum terfokus pada komoditas tertentu sehingga upaya pengembangan belum dilakukan secara intensif. Pemanfaatan HHBK masih
bertumpu pada pemungutan dan belum berbasis pada budidaya sehingga kelestarian hasil HHBK belum terjamin. Di samping itu pemanfaatan HHBK
belum didukung regulasi dan kewenangan yang jelas. Untuk mengembangkan HHBK agar lebih intensif maka kebijakan dan strategi pengembangan dilakukan
secara selektif terhadap jenis tertentu yang ditetapkan melalui penetapan jenis unggulan dilakukan pada sentra wilayah tertentu. Permasalahan yang terkait
dengan produk HHBK yang saat ini mendesak untuk diperhatikan secara serius adalah terjadinya penurunan potensi sebagai akibat adanya pemanfaatan dan
belum dikuasainya teknologi budi daya yang tepat. Hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan produk HHBK untuk memasok kebutuhan masyarakat,
baik permintaan dari dalam maupun luar negeri Dephut 2009.
2.2. Hutan Kemenyan
2.2.1. Budidaya Kemenyan
Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35Menhut2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu, menetapkan bahwa kemenyan masuk dalam kategori
hasil hutan bukan kayu HHBK nabati kelompok resin. Pada kelompok resin ini ada dua komoditi selain kemenyan, yaitu damar dan gaharu. Getah kemenyan
diperoleh dari pohon kemenyan Styrax spp dengan cara penyadapan. Pohon kemenyan berukuran sedang sampai besar, diameter antara 20-30 cm dan tinggi
mencapai 20-30 meter. Batangnya lurus, percabangannya sedikit dan kulit batangnya berwarna coklat kemerah-merahan. Tanaman kemenyan berdaun
tunggal, tersusun spiral, dan berbentuk oval, yaitu bulat memanjang dan ujungnya meruncing. Buah kemenyan berbentuk bulat, dan lonjong agak gepeng dan di
dalamnya terdapat biji berwarna coklat Sasmuko 2003. Tempat tumbuh tanaman kemenyan bervariasi, mulai dari dataran rendah
sampai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian tempat 60-2.100 meter dari permukaan laut. Tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan tempat
tumbuh yang istimewa. Tanaman ini dapat tumbuh pada jenis-jenis tanah: podsolik, andosol, lotosol, dan regosol. Kemenyan juga dapat tumbuh pada
berbagai asosiasi lainnya, mulai dari tanah yang bertekstur berat sampai ringan, dan tanah yang kurang subur sampai yang subur. Selain itu, tanaman ini juga
dapat tumbuh pada tanah yang berporositas tinggi, yaitu yang mudah meneruskan atau meresapkan air.
Tanaman Kemenyan termasuk jenis tanaman setengah toleran. Anakan kemenyan memerlukan naungan sinar matahari dan setelah dewasa, pohon
kemenyan memerlukan sinar matahari penuh. Selain itu, untuk pertumbuhan optimal kemenyan memerlukan curah hujan yang cukup tinggi, dan intensitas
merata sepanjang tahun Sasmuko 2003. Budidaya tanaman kemenyan diawali dengan pengambilan benih
kemenyan dari pohon induknya. Kriteria pohon induk kemenyan adalah : bergetah banyak dan berkualitas baik; bebas hama dan penyakit; berbatang lurus dan
silindris; bertajuk normal dan baik; serta bercabang sedikit dan berbatang bebas cabang relatif tinggi. Buah kemenyan yang dipilih untuk benih adalah yang masak
dan berwarna coklat tua. Pembuatan bibit kemenyan dilakukan dengan cara: persemaian dan
cabutan anakan dari permudaan alam. Cara lainnya, yaitu: stump, stek dan kultur jaringan masih dalam tahap penelitian pihak-pihak terkait. Persemaian merupakan
cara yang mudah dilakukan. Awalnya benih kemenyan ditabur pada bedeng tabur. Setelah berkecambah, kemudian dipindahkan pada polybag dan dipelihara sampai
bibitnya siap tanam di lapangan. Sebelum penanaman bibit kemenyan, terlebih dahulu dilakukan persiapan lapangan, yaitu membuat jalur tanam dan lubang
tanam. Jarak tanamnya disesuaikan dengan kondisi tanah dan kelerengan lahannya. Karena setengah toleran, anakan kemenyan yang ditanam di tempat
terbuka harus diberi naungan. Anakan kemenyan bisa juga ditanam di bawah pohon lainnya, misalnya di bawah pohon durian dan kaliandra
Menurut Sasmuko 2003, pohon kemenyan yang berdiameter lebih kurang 20 cm sudah bisa disadap kemenyannya. Sebelum penyadapan
kemenyannya, terlebih dahulu tumbuhan di sekitar pohonnya dibersihkan telebih dahulu dengan parang. Begitu juga tumbuhan yang melekat pada kulit pohonnya,
dibersihkan dengan “guris”. Penyadapan kemenyan dilakukan pada bagian pohon yang berada di bawah bagian tajuk yang berdaun hijau muda dan rindang. Mula-
mula kulit ditakik dicongkel sampai sedikit terangkat, dan tidak sampai lepas dengan “panuktuk” alat pemukul, lalu, permukaan kulit ini dipukul-pukul dengan
gagang “panuktuk” sebesar lingkaran lubang penyadapan yang diharapkan. Setelah 2-3 bulan, umumnya dalam takikan ini sudah terdapat kemenyan, dengan
menggunakan “agat” alat pemanen, kulit yang menutup takikan dibuka untuk mengambil kemenyan dari lubang takikan.