5.1.4. Motivasi dan Persepsi Petani terhadap Hutan Kemenyan
Faktor lain dari aspek sosial yang penting dikaji adalah motivasi dan persepsi masyarakat petani dalam mengelola hutan kemenyan. Bagi petani,
hutan kemenyan merupakan wujud kasih karunia Tuhan yang harus dikelola, dijaga dan dilestarikan. Karena dari hasil hutan kemenyan mereka dapat hidup
dari generasi ke generasi. Mereka meyakini hutan kemenyan mampu memberikan nafkah untuk melangsungkan hidup, bukan hanya bagi mereka saja tetapi juga
pada moyang mereka dahulu dan nanti kelak pada anak cucu mereka. Dari hasil wawancara di lapangan ketika ditanya faktor apa yang menjadi
motivasi petani dalam mengelola hutan kemenyan, secara keseluruhan petani memberikan jawaban untuk memenuhi kebutuhan keluarga sebagai mata
pencaharian dan sebagai upaya melanjutkan tradisi budaya dan warisan orang tua. Demikian juga dalam hal persepsi, dari keseluruhan responden ketika
diwawancarai telah menyadari betul fungsi dan manfaat hutan kemenyan bukan hanya sumber mata pencaharian tetapi lebih dari itu, keberadaan hutan kemenyan
juga memberikan manfaat-manfaat untuk menjaga daya dukung dan kualitas lingkungan, seperti tanah, air dan udara. Dari wawancara yang dilakukan terhadap
responden persepsi-persepsi positif masyarakat terhadap hutan kemenyan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Sebaran responden berdasarkan persepsi terhadap hutan kemenyan No Jenis
Persepsi Jumlah
Responden Jiwa Persentase
1 Sebagai sumber mata pencaharian
60 100
2 Pengatur tata
air 60
100 3 Kesuburan
tanah 50
83 4 Kualitas
udara 60
100 5 Habitat
satwa liar
50 83
5.2. Aspek Ekonomi Pengelolaan Hutan Kemenyan 5.2.1. Pendapatan Petani Responden
Ditinjau dari aspek ekonomi, kemenyan juga memberikan manfaat bagi petani pengelolanya. Hutan kemenyan telah menjadi bagian dari sejarah hidup
yang sudah sejak ratusan tahun lalu hingga sekarang menjadi sumber penghasilan. Secara umum penghasilan petani responden bersumber dari pertanian termasuk di
dalamnya kebun kemenyan. Besar kecilnya penghasilan petani, berbanding lurus dengan berapa luas lahan yang dimiliki dan berapa luas lahan yang mampu
diusahakan petani yang bersangkutan. Penghasilan disini adalah penghasilan kotor seluruhnya yang diperoleh petani selama satu tahun. Pada umumnya petani
responden memperoleh penghasilan rata-rata dari hasil panen sawah, kebun dan kemenyan sebesar Rp 21.641.900 dengan sebaran seperti pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran petani responden berdasarkan pendapatan No Penghasilan
Rp jutatahun Jumlah Responden Jiwa
Persentase 1 10-19
22 37
2 20-29 35
58 3
≥ 30 3
5 Total 60
100 Bila dilakukan pengelompokan terhadap petani responden berdasarkan
desa dimana mereka tinggal, maka diketahui bahwa rata-rata pendapatan dari petani di Desa Sampean lebih tinggi jika dibandingkan dengan penghasilan yang
diperoleh petani di Desa Simarigung Tabel 14. Namun perbedaan yang terjadi tidak terlalu signifikan, melihat kondisi petani di kedua desa juga hampir tidak
ditemukan perbedaan, baik dari sumber mata pencaharian, luas lahan yang diolah dan juga cara bertani.
Tabel 14. Pendapatan rata-rata petani responden berdasarkan desa No Nama
Desa Penghasilan RpTahun
Sawah Kebun Kemenyan Total
1 Simarigung 554.400 7.795.200 12.381.667 20.731.267 2 Sampean
772.800 7.734.400 13.901.667 22.008.867
Khusus penghasilan dari penyadapan getah kemenyan, dibahas untuk mengetahui berapa persentase pendapatan yang diperoleh dari hutan kemenyan
dibandingkan terhadap pendapatan total selama satu tahun. Mayoritas masyarakat yang tinggal di kedua desa masih memiliki kebun kemenyan dengan luasan yang
bervariasi mulai dari 0,5 sampai 2 hektar. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata dalam setahun petani kemenyan memperoleh penghasilan sebesar Rp
21.641.900 dimana Rp 13.233.600 diperoleh dari hasil penjualan getah kemenyan. Jika pendapatan dari menyadap getah kemenyan dibandingkan dengan pendapatan
secara keseluruhan maka sebesar 60,69 diperoleh dari hasil kebun kemenyan, artinya kebun kemenyan masih memiliki andil yang besar sebagai sumber mata
pencaharian. Besarnya pendapatan tentunya dipengaruhi oleh luas kemenyan yang
dimiliki. Oleh karena itu, dalam analisa selanjutnya, responden distratifikasi menjadi 3 kelompok berdasarkan luas kebun kemenyan. Hal ini dilakukan untuk
melihat perbandingan pendapatan dari masing-masing strata dan sebagai hasilnya disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Persentase pendapatan kotor petani dari kemenyan terhadap pendapatan total
No Luas
Kemenyan ha
Jumlah Responden
Rata-Rata Pendapatan Rptahun Persentase
pendapatan Sawah Kebun
Kemenyan Total 1
1 22
1.260.000 7.069.091 8.463.636 16.792.727 50,99
2 1 - 1,99
33 366.545
7.899.455 15.649.091
23.905.091 65,61
3 ≥ 2
5 7.603.200
18.278.000 25.881.200
70,95 Rata-rata
60 663.300 7.564.800 13.233.500 21.641.900
60,69
Dari kedua desa yang menjadi lokasi penelitian, getah kemenyan masih menjadi andalan petani untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, baik yang luas
lahannya dibawah 1 hektar, 1-1,99 hektar maupun 2 hektar ke atas dimana pendapatan dari hutan kemenyan memberikan proporsi di atas 50. Artinya
adalah lebih dari setengah penghasilan petani secara keseluruhan diperoleh dari hasil penyadapan getah kemenyan.