Rupiah. Tjakrawiralaksana 1985 menyatakan bahwa konversi tenaga kerja yang sering digunakan pada penelitian di Indonesia adalah satu tenaga wanita
dewasa setara dengan 0.8 tenaga pria dewasa dan satu tenaga mesin traktor dan diesel setara dengan tiga tenaga pria dewasa dan satu tenaga ternak setara
dengan dua tenaga pria dewasa. 10.
Tingkat pendidikan formal petani Ζ adalah jumlah waktu total yang
dibutuhkan petani untuk menempuh pendidikan formal mulai dari SD hingga pendidikan formal terakhirnya yang dinyatakan dalam tahun.
11. Pengalaman tani
Ζ adalah lamanya waktu yang dilalui petani semenjak pertama kali menanam tebu hingga saat penelitian ini dilakukan yang
dinyatakan dalam tahun. 12.
Pola kemitraan Z
3
adalah variabel dummy yang digunakan untuk menunjukkan pola kemitraan yang dilakukan oleh petani 0 = pola kemitraan
TRK, 1 = pola kemitraan TRB. 13.
Ukuran usahatani Z
4
adalah luas lahan tebu keseluruhan yang diusahakan oleh petani yang diukur dalam hektar.
V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA
5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu
Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690 004 ton gula hablur dan menjadi 2 517 374 ton pada tahun 2009 atau dengan laju peningkatan rata-rata
4.94 persen pertahun. Peningkatan produksi gula terbesar terjadi pada tahun 2004 dimana produksi gula nasional meningkat 419 726 ton dibandingkan dengan
dengan tahun sebelumnya. Pulau Jawa masih merupakan daerah penghasil gula terbesar dengan rata-rata produksi pertahun mencapai 1 249 237 ton pertahun
2000-2009. Sedangkan Luar Jawa pada kurun waktu yang sama sebesar 872 038 ton pertahun. Informasi selengkapnya berkaitan dengan produksi gula di Jawa,
Luar Jawa dan Nasional dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Produksi Gula di Jawa, Luar Jawa dan Nasional Periode 2000-2009
Tahun Jawa Ton
Luar Jawa Ton Total Ton
2000 946 000
744 004 1 690 004
2001 955 467
770 000 1 725 467
2002 941 354
814 000 1 755 354
2003 1 024 918
607 000 1 631 918
2004 1 206 644
845 000 2 051 644
2005 1 386 742
855 000 2 241 742
2006 1 431 027
876 000 2 307 027
2007 1 586 786
1 037 000 2 623 786
2008 1 584 428
1 084 000 2 668 428
2009 1 429 000
1 088 374 2 517 374
Sumber: Ditjenbun Kementan, 2010 data diolah
Perkembangan produksi gula nasional tidak bisa lepas dari perkembangan produksi tebu karena tebu merupakan bahan baku utama gula di Indonesia. Dalam
kurun waktu 2000-2009, produksi tebu nasional cenderung mengalami peningkatan dengan laju peningkatan rata-rata yaitu 4.23 persen pertahun. Pada
tahun 2009, produksi tebu mencapai 32 398 636 ton.
Tabel 15. Perkembangan Produksi Tebu di Jawa, Luar Jawa dan Nasional Periode 2000-2009
Tahun Jawa Ton
Luar Jawa Ton Nasional Ton
2000 14 221 524
9 448 000 23 669 524
2001 16 216 872
9 730 000 25 946 872
2002 15 030 117
9 486 000 24 516 117
2003 17 418 889
7 843 000 25 261 889
2004 19 587 130
9 764 000 29 351 130
2005 26 316 916
10 075 000 36 391 916
2006 19 023 360
11 737 000 30 760 360
2007 21 337 000
13 646 813 34 983 813
2008 22 488 000
11 854 703 34 342 703
2009 20 038 636
12 360 000 32 398 636
Sumber: Ditjenbun Kementan, 2010; Metadata, 2009 data diolah
Perkebunan tebu di Pulau Jawa masih memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan perkebunan tebu di Luar Pulau Jawa dengan laju
peningkatan rata-rata 5 persen pertahun. Produksi tebu yang lebih besar di Pulau Jawa ini salah satunya akibat lebih
luasnya lahan pengusahaan tebu di Jawa dibandingkan dengan di luar Pulau Jawa. Tabel 16. Perkembangan Luas Lahan Tebu di Jawa, Luar Jawa dan Nasional
Periode 2000-2009
Tahun Jawa
Luar Jawa Nasional
2000 209 450
131 210 340 660
2001 212 750
131 691 344 441
2002 227 402
123 320 350 722
2003 208 566
127 159 335 725
2004 212 160
132 633 344 793
2005 239 313
142 473 381 786
2006 247 592
148 849 396 441
2007 275 976
151 823 427 799
2008 279 328
157 177 436 505
2009 269 706
153 247 422 953
Sumber: Ditjenbun Kementan, 2010; Metadata, 2009 data diolah
Berdasarkan Tabel 16 diatas diketahui luas areal tebu di Jawa pada tahun 2000 adalah 209 450 ha dan menjadi 269 706 pada tahun 2009 atau dengan laju
peningkatan rata-rata 3.04 persen pertahun. Sedangkan luas lahan pengusahaan tebu di Luar Jawa pada tahun 2000 sebesar 131 210 ha dan berkembang menjadi
153 247 ha pada tahun 2009 atau dengan laju peningkatan rata-rata 1.82 persen
pertahun. Faktor lain yang membuat produksi gula di Jawa lebih besar dibandingkan dengan di Luar Jawa adalah jumlah pabrik gula. Informasi berkaitan
dengan jumlah pabrik gula dan kapasitas gilingnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah Pabrik Gula dan Kapasitas Gilingnya
Pemilik PG Jumlah Pabrik
Kapasitas Ton Cane Day TCD
Jawa PTPN IX
8 19 970
PTPN X 11
34 550 PTPN XI
16 38 550
PT Kebonagung 2
5 800 PT PG Rajawali I
3 12 600
PT Madu Baru 1
3 200 PT Candi Baru
1 2 000
PT PG Rajawali II 5
11 502 Jumlah
47 128 172
Luar Jawa PTPN II
2 8 000
PTPN VII 2
10 500 PTPN XIV
3 8 000
PT PG Gorontalo 1
8 000 PT Gunung Madu Plantation
1 12 000
Sugar Group 3
31 300 Jumlah
12 77 800
Total Jawa dan Laur Jawa 59
205 972 Sumber: Metadata, 2009
Jumlah pabrik gula yang beroperasi di Jawa adalah 47 pabrik dengan kapasitas terpasangnya 128 172 TCD. Sedangkan di Luar Jawa, jumlah pabrik gula yang
beroperasi adalah 59 pabrik dengan kapasitas terpasang sebesar 77 800 TCD.
5.1.2. Konsumsi Gula
Laju peningkatan konsumsi di Indonesia rata-rata pertahun untuk kurun 2000-2009 sebesar 4.84 persen. Peningkatan konsumsi yang signifikan terjadi
pada konsumsi gula untuk industri dimana pada tahun 2000, kebutuhan gula industri sebesar 690 ribu ton menjadi 2.15 juta ton pada tahun 2009 atau dengan
laju kenaikan sebesar 14.3 persen pertahun. Berdasarkan data Pusdatin Kementan 2010, industri minuman merupakan konsumen terbesar diantara industri
pengguna gula yaitu sebesar 5 persen, diikuti oleh industri pengolah susu 4
persen, industri roti dan biskuit 2 persen, industri kembang gula 1 persen dan terakhir adalah industri kecap dan sirup 1 persen.
Berbeda dengan peningkatan laju peningkatan konsumsi gula untuk industri, laju peningkatan gula untuk konsumsi rumah tangga relatif stabil yaitu
0.92 persen pertahun yaitu dari 2.5 juta ton pada tahun 2000 menjadi 2.7 ton pada tahun 2009. Meskipun begitu, rumah tangga masih merupakan konsumen gula
terbesar yaitu sebesar 87 persen dari total konsumsi gula nasional Pusdatin Kementan, 2010.
Konsumsi gula diperkirakan akan terus naik kedepannya sering dengan dan pendapatan serta pertumbuhan industri makanan dan minuman Malian et al,
2006. Berdasarkan hasil peramalan terhadap produksi dan konsumsi gula nasional yang dilakukan oleh Hernanda 2011 diketahui bahwa jumlah konsumsi
gula tahun 2014 mencapai 5 530 562 ton dengan rata-rata kenaikan konsumsi sekitar 7 persen pertahun. Sedangkan produksi gula nasional pada tahun 2014
diperkirakan hanya 2 458 594 ton. Secara implisit, hal ini menunjukkan bahwa swasembada gula nasional tahun 2014 tidak akan tercapai jika tidak ada loncatan
dalam produksi gula dan kecenderungan untuk impor masih akan terus berlanjut.
5.1.3. Impor Gula
Ketidakseimbangan antara konsumi dan produksi gula defisit dipenuhi pemerintah dengan jalan melakukan impor. Gula diimpor ke Indonesia dalam tiga
bentuk yaitu, raw sugar, gula kristal putih GKP, dan gula kristal rafinasi GKR. Payung hukum yang menaunginya adalah Peraturan Menteri Perdagangan No.
19M-DAGPER42006 tentang Ketentuan Impor Gula, Peraturan Menteri Perdagangan No. 256M-DAG32008 tentang Impor GKP, dan Peraturan Menteri
Perdagangan No. 19M-DAGPER52008 tentang Impor Gula. Impor GKP hanya dapat dilakukan oleh Importir Terdaftar IT yang telah ditunjuk
pemerintah. Importir-importir ini adalah PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT RNI. Sedangkan GKR boleh diimpor oleh industri pengguna gula berdasarkan ijin
pemerintah untuk bahan baku. Volume impor gula Indonesia selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan fluktuasi permintaan pasar dan juga
fluktuasi produksi gula yang dihasilkan pabrik-pabrik gula. Dalam rentang 2001 – 2009, impor gula tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan total jumlah impor 2