Iklim Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Letak dan Topografi

truk. Setelah tebu ditebang, kemudian dibawa ke pabrik untuk ditimbang dan dilakukan penggiliangan oleh pabrik gula. Pada kelompok petani TRK, penentuan rendemen dilakukan dengan menggunakan rendemen sementara. Sedangkan untuk petani TRB, penentuan rendemen dilakukan dengan menggunakan rendemen tahun sebelumnya. Penjualan gula hasil giling dilakukan oleh para koordinator kelompok masing- masing, sedangkan untuk petani TRB penjualan gula dilakukan oleh pabrik karena mereka menjual tebunya. Baik gula yang dihasilkan oleh petani TRK maupun pabrik tebu sendiri dan TRB dijual dengan menggunakan sistem lelang. Penggunaan tenaga kerja pada usahatani tebu non-keprasan di daerah penelitian meliputi kegiatan kegiatan persiapan lahan, penanaman, penyulaman, pemupukan, klentek melepaskan daun kering, penyemprotan dan tebang angkut. Sementara kegiatan pada tebu kepras antara lain pembersihan kebun, pengeprasan, penyulaman, pemupukan, klentek, penyemprotan dan tebang angkut. Kegiatan usahatani di daerah penelitian rata-rata menggunakan tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita dan traktor. Tenaga kerja pria mendominasi dalam setiap kegiatan usahatani tebu. Sedangkan tenaga kerja wanita biasanya digunakan pada kegiatan pemupukan. Traktor digunakan dalam kegiatan persiapan lahan, yaitu untuk bajak 1, bajak 2 dan pembuatan jalur. Penggunaan tenaga kerja di daerah penelitian sebagian besar dilakukan dengan menggunakan sistem borongan. Tetapi ada beberapa petani yang menggunakan tenaga kerja harian, yaitu saat proses pemupukan dan penyemprotan. Menurut keterangan petani contoh, penggunaan tenaga borongan dapat menghemat penggunaan tenaga kerja. Upah borongan tenaga kerja pria pada setiap kegiatan dalam usahatani tebu antara Rp. 400-700 ribu per hektar. Sedangkan untuk upah borongan traktor berkisar antara Rp. 1.100.000 sampai Rp 1.300.000 rupiah per hektar. Upah harian untuk tenaga kerja pria dan wanita berkisar antara 35 sampai dengan 50 ribu rupiah. Hitungan konversi tenaga kerja borongan baik tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita dan tenaga kerja traktor adalah berdasarkan harga borongan per hektar dibagi dengan upah tenaga kerja pria atau wanita per hari yang berlaku di daerah penelitian.

6.2.3. Produktivitas Tebu, Pendapatan dan Biaya Usahatani Tebu Petani TRK dan Petani TRB

Pada pola tanam non-keprasan, rata-rata produktivitas petani TRK sebesar 65.48 ton per hektar dengan luasan lahan 1.29 hektar. Sedangkan rata-rata produktivitas petani TRB mencapai 66.37 ton per hektar dengan luasan lahan rata- rata 2.45 hektar. Pada pola tanam keprasan, rata-rata produktivitas tebu petani TRK sebesar 68.70 ton per hektar dengan luasan lahan rata-rata 1.62 hektar dan untuk petani TRB, rata-rata produktivitasnya mencapai 70.31 ton perhektar dengan luasan lahan rata-rata 2.82 hektar. Jumlah gula yang dihasilkan oleh petani TRK dan petani TRB pada pola tanam non-keprasan berturut-turut sebesar 2 810 kg per hektar dan 3 048 kg per hektar. Sedangkan jumlah gula yang dihasilkan oleh petani TRK dan petani TRB pada pola tanam keprasan berturut-turut sebesar 3 036 kg dan 3 563 kg. Meskipun jumlah gula petani TRB lebih besar dibandingkan dengan jumlah gula yang dihasilkan petani TRK, tetapi penerimaan petani TRK lebih besar dibandingkan dengan penerimaan petani TRB. Penerimaan petani TRK dengan pola tanam non-keprasan lebih besar dibandingkan dengan penerimaan petani TRB, yaitu berturut-turut Rp 30.96 juta dan Rp. 23.92 juta. Begitu juga dengan hasil analisis usahatani pada pola tanam keprasan dimana penerimaan usaha tani petani TRK lebih besar dibandingkan dengan penerimaan petani TRB, berturut-turut Rp 33.34 juta dan Rp 27.97 juta. Hal ini terjadi karena perbedaan sumber penerimaan antara petani TRK dengan petani TRB. Penerimaan usahatani petani TRK bersumber dari nilai lelang gula, nilai lelang tetes dan nilai jual natura. Pada saat penelitian ini dilakukan, harga lelang rata-rata gula sebesar Rp 8 105.55 per Kg, harga lelang tetes rata-rata sebesar Rp 1 616.67 per Kg dan harga gula di pasar rata-rata Rp. 10 500.00 per Kg. Jumlah tetes tebu yang dihasilkan oleh petani TRK pada pola tanam non- keprasan sebesar 1 558 kg dan pada pola tanam keprasan sebesar 1 683 kg. Jumlah natura yang didapatkan oleh petani TRK pada pola tanam non-keprasan sebesa 281 kg dan pada tanam keprasan sebesar 304 kg. Selain itu, petani TRK juga mendapatkan tambahan sisa rendemen, yaitu untuk petani TRK non-keprasan sebesar 334 Kg dan petani keprasan sebesar 361 Kg. Penerimaan usahatani petani TRB dihitung berdasarkan harga lelang gula yaitu Rp. 7 850.00. Petani TRB juga