Model Fungsi Produksi ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TEBU
untuk pupuk TSP ini juga lebih kecil dibandingkan dengan nilai elastisitas pada fungsi produksi rata-ratanya yaitu 0.0963. Pada pola tanam keprasan penambahan
penggunaan pupuk TSP masih mungkin dilakukan. Variabel pupuk KCL X5 pada pola tanam non-keprasan memiliki nilai
elastistas fungsi produksi batas sebesar 0.0579. Artinya penambahan input sebesar 10 persen dengan input lain tetap akan dapat meningkatkan produksi batas sebesar
0.579 persen. Nilai elastisitas pada fungsi produksi batas ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai elastisitas pada fungsi produksi rata-ratanya sebesar
0.0659. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel pupuk KCL X5 kurang elastis atau tidak rasional lagi untuk melakukan penambahan pupuk KCL guna
meningkatkan produksi. Pada pola keprasan, variabel pupuk KCL X5 memiliki nilai elastistas fungsi produksi batas sebesar 0.1070. Artinya penambahan input
sebesar 10 persen dengan input lain tetap akan dapat meningkatkan produksi batas sebesar 1.070 persen. Nilai elastisitas pada fungsi produksi batas ini lebih besar
dibandingkan dengan nilai elastisitas pada fungsi produksi rata-ratanya sebesar 0.0745 atau petani masih rasional untuk menambah penggunaan pupuk KCL guna
meningkatkan produksinya. Penggunaan pupuk baik pupuk Urea X3, pupuk TSP X4 dan pupuk
KCL X5 berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa pada pola non-keprasan, petani cenderung kurang maksimal dalam alokasi penggunaan pupuk Urea dan
lebih banyak menggunakan pupuk TSP dan KCL. Sedangkan pada pola tanam keprasan kondisi ini berlaku sebaliknya. Hasil ini senada dengan hasil penelitian
dari Clowes dan Breakwel 1998 dimana penggunaan pupuk nitrogen pada pola tebu non-keprasan lebih sedikit dibandingkan pada tebu keprasan. Sedangkan
penggunaan pupuk fosfat dan kalium sebaliknya. Pada pola tanam non-keprasan, penggunaan pupuk fosfat berguna untuk mengembangkan akar dan pupuk kalium
berguna untuk meningkatkan kemampuan serap tanah. Sedangkan pada pola tanam keprasan, penggunaan pupuk nitrogen lebih banyak berguna untuk
mempercepat pertumbuhan tanaman. Pada pola tanam non-keprasan, variabel pestisida padat X6 memiliki
nilai elastisitas produksi batas sebesar 0.0819. Artinya, penambahan penggunaan input sebesar 10 persen dan input lain tetap maka akan meningkatkan produksi
batas sebesar 0.819 persen. Nilai elastisitas pada fungsi produksi batas ini lebih kecil dari nilai elastisitas pada fungsi produksi batas rata-ratanya yaitu sebesar
0.874. Hal ini berarti penambahan penggunaan pestisida padat pada pola tanam non-keprasan tidak rasional dilakukan guna meningkatkan produksi. Sedangkan
pada pola tanam keprasan, variabel pestisida padat X6 memiliki nilai elastisitas produksi batas sebesar 0.1106. Artinya, penambahan penggunaan input sebesar 10
persen dan input lain tetap maka akan meningkatkan produksi batas sebesar 1.106 persen. Nilai elastisitas produksi pada fungsi produksi batas ini lebih besar dari
nilai elastisitas pada fungsi produksi batas rata-ratanya yaitu sebesar 0.874. Hal ini berarti penambahan penggunaan pestisida padat pada pola tanam non-keprasan
masih rasional dilakukan untuk menambah produksi. Variabel pestisida cair X7 pada pola tanam non-keprasan memiliki nilai
elastisitas produksi batas sebesar 0.0819. Artinya bahwa penambahan 10 persen input dan input lain tetap maka akan meningkatkan produksi batas sebesar 0.819
persen. Nilai elastisitas pada fungsi produksi batasnya juga lebih kecil dari nilai elastisitas pada fungsi produksi rata-ratanya yaitu sebesar 0.0874. Penambahan
penggunaan pestisida cair pada pola tanam non-keprasan sebaiknya dikurangi karena sudah tidak rasional untuk meningkatkan hasil produksi. Pada pola tanam
keprasan, variabel pestisida cair X7 memiliki nilai elastisitas produksi batas sebesar 0.0844. Artinya bahwa penambahan 10 persen input dan input lain tetap
maka akan meningkatkan produksi batas sebesar 0.844 persen. Nilai elastisitas produksi pada fungsi produksi batasnya lebih besar dari nilai elastisitas pada
fungsi produksi rata-ratanya yaitu sebesar 0.0733. Penambahan penggunaan pestisida cair pada pola tanam keprasan masih rasional dilakukan untuk
meningkatkan hasil produksi. Pada pola tanam non-keprasan, penggunaan pestisida padat X6 lebih
elastis dibandingkan pada pola tanam keprasan. Sedangkan penggunaan pestisida cair X7, baik pada pola tanam non-keprasan maupun keprasan cenderung sama.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa sebagian besar petani masih menggunakan pestisida berdasarkan pada pengalaman dan kondisi
perkembangan gulma dan hama pengganggu di lapangan. Jenis pestisida padat yang digunakan oleh petani adalah Gesapak dan Karmex. Sedangkan pestisida
cair yang sebagian besar digunakan adalah adalah DMA, Gramson, Round Up dan Andal. Penggunaan jenis pestisida tersebut karena jenis gulma yang menyerang
adalah gulma berdaun kecil Srati et al, 2008. Selain itu, petani lebih banyak menggunakan pestisida cair dibandingkan dengan pestisida padat karena harga
pestisida cair lebih murah dibandingkan dengan pestisida padat. Bahkan pada pola keprasan, petani hanya sediikit menggunakan pestisida padat dibandingkan
dengan penggunaan pestisida cair. Hal ini ditandai dengan tidak signifikannya penggunaan pestisida padat pada pola tanam keprasan.
Variabel tenaga kerja X8 pada pola tanam non-keprasan memiliki nilai elastisitas produksi batas sebesar 0.2204. Artinya bahwa penambahan 10 persen
input dan input lain tetap maka akan meningkatkan produksi batas sebesar 2.204 persen. Nilai elastisitas pada fungsi produksi batas ini lebih kecil dari nilai
elastisitas pada fungsi produksi rata-ratanya yaitu sebesar 0.2294. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada fungsi produksi batas kurang
elastics dibandingkan pada fungsi produksi rata-ratanya. Hal ini sama dengan yang terjadi pada pola tanam keprasan. Variabel tenaga kerja X8 pada pola
tanam keprasan memiliki nilai elastisitas produksi batas sebesar 0.0891. Artinya bahwa penambahan 10 persen input dan input lain tetap, maka akan meningkatkan
produksi batas sebesar 0.891 persen. Nilai elastisitas pada fungsi produksi batas ini juga lebih kecil dari nilai elastisitas pada fungsi produksi rata-ratanya yaitu
sebesar 0.1036. Meskipun nilai elastisitas tenaga kerja pada fungsi produksi batas baik pada pola tanam non-keprasan maupun keprasan cenderung kurang elastis,
tetapi petani masih rasional untuk menambah tenaga kerja untuk meningkatkan produksinya karena pada kenyataannya usahatani tebu merupakan usahatani yang
membutuhkan banyak tenaga kerja labour intensive. Tabel 29
juga menunjukkan varian dan parameter model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stocahstic frontier pola tanam non-keprasan dan keprasan
petani contoh . Parameter dugaan merupakan rasio dari varian efisiensi teknis
µ
i
terhadap varian total produksi
i
. Nilai petani contoh pada pola tanam non- keprasan adalah 0.8345. Secara statistik nilai yang di
peroleh tersebut nyata pada α 5 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa 83.45 persen dari variabel galat di
dalam fungsi produksi menggambarkan efisiensi teknis petani atau 83.45 persen
dari variasi hasil diantara petani responden disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 16.55 persen disebabkan oleh efek-efek stochastic
seperti iklim, cuaca, serangan hama penyakit dan kesalahan permodelan. Sedangkan pada pola tanam keprasan, nilai yang didapat adalah 0.8β4β. Artinya
82.42 persen dari variasi hasil diantara petani responden disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 17.58 persen disebabkan oleh efek-
efek stochastic seperti iklim, cuaca, serangan hama penyakit dan kesalahan permodelan.
Hasil pendugaan generalized Likelihood Ratio LR dari fungsi produksi stochastic frontier pola tanam non-keprasan petani contoh yaitu 11.93. Nilai
tersebut lebih besar dari tabel distribusi χ
2
10.65 yang nyata pada α 10 persen.
Ini berarti menolak hipotesis H , artinya terdapat pengaruh efisiensi dan
inefisiensi teknis petani. Begitu juga dengan hasil pendugaan generalized Likelihood Ratio LR dari fungsi produksi stochastic frontier pada pola tanam
keprasan yang menghasilkan nilai 26.14. Nilai ini lebih besar dari tabel distribusi χ
2
12.59 yang nyata pada α 5 persen. Hasil ini juga berarti menolak hipotesis H
, artinya terdapat pengaruh efisiensi dan inefisiensi teknis petani dalam pola tanam
keprasan.