Analisis Skala Usaha ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TEBU
produksinya sekitar 8 sampai dengan 12 bulan sehingga harus menunggu lama untuk memperoleh hasil usahataninya.
Hasil pendugaan faktor pengalaman sebagaimana yang disajikan pada Tabel 34 menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh negatif dan nyata
terhadap inefisiensi teknis usahatani tebu di daerah penelitian. Hasil ini senada dengan hasil penelitian Adhiana 2005 dan Msuya dan Ashimogo 2007.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa semakin lama petani berusahatani tani tebu, maka akan sulit berpindah pada komoditas lain. Beberapa petani
beranggapan bahwa bertani tebu memberikan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dibandingkan dengan usahatani lain seperti singkong maupun kelapa
sawit. Selain itu, ada “culture” dalam usahatani tebu, yaitu terbentuknya gotong- royong antar petani. Bahkan di beberapa afdeling, petani juga sudah mampu
menghitung pendapatan usahataninya berdasarkan pada jumlah tebu yang dihasilkan. Kemampuan ini tidak lepas dari pembinaan-pembinaan yang
dilakukan oleh para sinder PTPN VII Unit Usaha Bungamayang maupun dari koperasi.
Kemitraan Z3. Kemitraan merupakan variabel yang digunakan untuk
mewakili kemitraan petani TRK dan TRK. Hasil analisis menunjukkan bahwa kemitraan memberikan efek negatif terhadap inefisiensi teknis dan tidak nyata.
Kemitraan yang dijalin antara petani dengan pabrik memberikan manfaat yang besar kepada para petani khususnya terkait dengan penyediaan input-input
produksi. Tetapi ada kecenderungan terjadinya keterlambatan penyaluran input di beberapa afdeling sehingga proses produksi tidak berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Akan tetapi, kondisi ini seharusnya tidak menjadi masalah jika para petani mampu mengalokasikan sebagian hasil penjualan gulanya untuk
dicadangkan guna mengantisipasi jika terjadi keterlambatan pasokan input dari pabrik. Selain itu, ada harapan dari petani kepada pabrik untuk memberikan
jaminan harga yang lebih baik baik gula yang dihasilkan. Permasalahan ini sebenarnya sudah direspon oleh pabrik dengan mengadakan lelang gula yang
dihasilkan petani. Pabrik menjadi fasilisator dalam lelang tersebut dengan mempertemukan
petani dengan
para pedagang
distributor. Dalam
pelaksanaannya, proses lelang sering tidak sesuai dengan harapan karena jumlah
pedagang yang datang hanya sedikit sehingga harga yang terjadi tetap tidak sesuai dengan harapan petani.
Ukuran Usahatani Z4. Ukuran usahatani adalah keseluruhan luasan
lahan yang diusahakan oleh para petani contoh. Tabel 34 menunjukkan bahwa ukuran usahatani berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi petani
contoh. Tanda negatif pada variabel ukuran usahatani menunjukkan bahwa petani yang mempunyai lahan luas relatif lebih efisien dibandingkan dengan petani yang
memiliki lahan sempit. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, ukuran luasan lahan ini terkait dengan modal usahatani. Petani yang mempunyai lahan
luas akan memperoleh penghasilan yang lebih besar sehingga ketersediaan modal cukup untuk menggunakan input secara proporsional.
Berdasarkan pada Tabel 34 juga diketahui bahwa dari beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis usahatani tebu, ukuran usahatani
merupakan faktor yang paling mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis. Hal ini dapat dilihat dari nilai parameter dugaannya dimana nilai parameter dugaan
ukuran usahatani memiliki nilai paling besar diantara nilai parameter faktor-faktor yang lain. Artinya petani yang memiliki lahan yang luas cenderung lebih efisien
karena mereka mampu mengalokasikan input mereka secara proporsional dan tepat waktu. Pada penelitian ini, para petani yang tergabung dalam TRB
cenderung lebih efisien dibandingkan dengan petani TRK karena rata-rata lahan petani TRB juga lebih luas dibandingkan dengan rata-rata luas lahan petani TRK
baik pada pola tanam non-keprasan maupun keprasan. Faktor kedua adalah kemitraan. Akan tetapi meskipun nilai parameter ini
negatif tetapi tidak signifikan. Hal ini berarti kemitraan telah mampu membantu petani dalam mencapai efisiensi teknis melalui penyediaan input-input produksi
sehingga petani yang memiliki lahan yang lebih kecil mampu mencapai efisiensi teknis yang tinggi karena mampu mengalokasikan input secara proporsional.
Selain itu, dengan menjalin kemitraan dengan pabrik gula khususya kemitraan TRK, para petani mendapatkan tambahan pendapatan dari tetes dan natura. Tetapi
hal ini tidak menjadi efektif ketika harga gula yang diterima petani rendah karena pada gilirannya penerimaan petani juga menjadi rendah. Kondisi ini semakin berat
ketika petani harus mengembalikan pinjamannya disertai dengan bunganya yang