Konsep Pengukuran Variabel METODE PENELITIAN

persen, industri roti dan biskuit 2 persen, industri kembang gula 1 persen dan terakhir adalah industri kecap dan sirup 1 persen. Berbeda dengan peningkatan laju peningkatan konsumsi gula untuk industri, laju peningkatan gula untuk konsumsi rumah tangga relatif stabil yaitu 0.92 persen pertahun yaitu dari 2.5 juta ton pada tahun 2000 menjadi 2.7 ton pada tahun 2009. Meskipun begitu, rumah tangga masih merupakan konsumen gula terbesar yaitu sebesar 87 persen dari total konsumsi gula nasional Pusdatin Kementan, 2010. Konsumsi gula diperkirakan akan terus naik kedepannya sering dengan dan pendapatan serta pertumbuhan industri makanan dan minuman Malian et al, 2006. Berdasarkan hasil peramalan terhadap produksi dan konsumsi gula nasional yang dilakukan oleh Hernanda 2011 diketahui bahwa jumlah konsumsi gula tahun 2014 mencapai 5 530 562 ton dengan rata-rata kenaikan konsumsi sekitar 7 persen pertahun. Sedangkan produksi gula nasional pada tahun 2014 diperkirakan hanya 2 458 594 ton. Secara implisit, hal ini menunjukkan bahwa swasembada gula nasional tahun 2014 tidak akan tercapai jika tidak ada loncatan dalam produksi gula dan kecenderungan untuk impor masih akan terus berlanjut.

5.1.3. Impor Gula

Ketidakseimbangan antara konsumi dan produksi gula defisit dipenuhi pemerintah dengan jalan melakukan impor. Gula diimpor ke Indonesia dalam tiga bentuk yaitu, raw sugar, gula kristal putih GKP, dan gula kristal rafinasi GKR. Payung hukum yang menaunginya adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 19M-DAGPER42006 tentang Ketentuan Impor Gula, Peraturan Menteri Perdagangan No. 256M-DAG32008 tentang Impor GKP, dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 19M-DAGPER52008 tentang Impor Gula. Impor GKP hanya dapat dilakukan oleh Importir Terdaftar IT yang telah ditunjuk pemerintah. Importir-importir ini adalah PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT RNI. Sedangkan GKR boleh diimpor oleh industri pengguna gula berdasarkan ijin pemerintah untuk bahan baku. Volume impor gula Indonesia selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan fluktuasi permintaan pasar dan juga fluktuasi produksi gula yang dihasilkan pabrik-pabrik gula. Dalam rentang 2001 – 2009, impor gula tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan total jumlah impor 2 972 788 ton dengan proporsi impor terbesar adalah raw sugar yaitu sebesar 1.89 juta ton. Perkembangan impor berbagai jenis gula tahun 2001 – 2009 dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Perkembangan Impor Berbagai Jenis Gula di Indonesia Tahun 2001- 2009 Tahun Jenis Gula GKP Ton GKR Ton Raw Sugar Ton Total Ton 2001 18 688 239 801 1 026 301 1 284 790 2002 47 408 304 560 619 010 970 978 2003 125 882 466 914 896 829 1 489 625 2004 87 291 576 484 466 516 1 130 291 2005 402 648 702 412 893 307 1 998 367 2006 129 278 565 377 811 347 1 506 002 2007 375 603 710 025 1 887 160 2 972 788 2008 44 659 593 710 380 225 1 018 594 2009 13 000 149 838 1 210 708 1 373 546 Sumber: BPS, 2010 data diolah

5.1.4. Kebijakan Terkait Dengan Gula

Berbagai kebijakan yang pernah dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan gula, baik dalam bidang budidaya tebu sebagai bahan baku utama gula, tatanaiga gula maupun dalam industri gula adalah sebagai berikut: a. Kebijakan yang terkait dengan on farm meliputi: bongkar ratoon, yaitu pergantian tanaman keprasan dengan tanaman baru plant cane yang ditargetkan 70 ribu hektar setiap tahun, sedangkan untuk tanaman keprasan maksimal tiga kali kepras; b penyediaan bibit, dilakukan dengan membangun kebun bibit dasar KBD seluas 9.000 ha, kebun bibit induk KBI seluas 1 100 ha, kebun bibit nenek KBN seluas 200 ha dan kebun bibit pokok KBP seluas 35 ha setiap tahun; c penyediaan pengairan, khusus untuk lahan kering seluas 250 ribu ha dilakukan dengan pembangunan sumur bor, embung dan pompanisasi. Sedangkan untuk lahan irigasi seluas 100 ribu ha dilakukan pengaturan yang seimbang dengan tanaman lainnya, khususnya padi; d penyediaan pendanaan, untuk tanaman tebu secara efisien, tepat waktu dan tepat jumlah, baik dari sumber APBN, APBD dan lembaga perbankan. Dana tersebut dimanfaatkan untuk bongkar ratoon dan pemeliharaan tanaman serta pengadaan alat pengolahan tanah Metadata, 2009. b. Keppres No. 1911998 yang menghapus peran BULOG dalam tataniaga gula. Keppres tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 2511998 dan No. 505101998 yang mengatur tataniaga gula impor menurut mekanisme pasar oleh importer umum. Pemerintah juga mengeluarkan Inpres No. 511998 yang menghentikan progam pengembangan tebu rakyat dengan alasan untuk membebaskan petani dalam memilih komoditi usaha. Pada saat itu, tarif impor gula ditetapkan sebesar 0 persen. Penetapan tarif impor nol persen tersebut merupakan salah satu persyaratan dalam Letter of Intent LoI dengan IMF yaitu membebaskan perdagangan pangan yang selama ini dipegang oleh BULOG. c. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 643MPPKep992002 membatasi pelaku importir hanya importir produsen IP dan importer terdaftar IT. IP melakukan impor hanya untuk memenuhi kebutuhan industry dari IP tersebut. Sementara untuk IT, bahan baku dari PG milik IT minimal 75 persen berasal dari petani. Persyaratan lainnya impor gula dapat diijinkan jika harga ditingkat petani minimal Rp. 3 100Kg. d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 57 Tahun 2004 tentang Penetapan Gula Sebagai Barang Dalam Pengawasan, tanggal 26 Juli 2004 Keppres No. 572004. Tujuan pengaturan penetapan gula sebagai barang dalam pengawasan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Salah satunya dengan cara memberikan pengawasan terhadap perdagangan gula di dalam negeri, karena perdagangan gula merupakan salah satu kegiatan penting dan gula merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis bagi ketahanan pangan. Pengaturan tersebut mengacu pada ketentuan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang- barang dalam Pengawasan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2004, yang menetapkan beberapa hal, yaitu: 1 Gula ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Prp Tahun 1962 tentang Pengawasan Barang-barang Dalam Pengawasan. 2 Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pengawasan tersebut diatur oleh Menteri Perinustrian dan Perdagangan.

d. Keputusan Presiden No. 58 Tahun 2004 tentang Penanganan Gula yang

Diimpor Secara Tidak Sah tanggal 26 Juli 2004 Keppres No. 582004 Keputusan Presiden yang dikeluarkan pada 26 Juli 2004 ini bertujuan memberikan pengaturan terhadap gula ilegal yang sangat marak waktu itu. Diharapkan melalui pengaturan ini tidak ada lagi kontroversi soal penanganan gula ilegal. e. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 527MPPKep2004 jo Kep Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 08M-DAGPer42005 mengatur impor gula berdasarkan kuota pemerintah setelah melihat kondisi produksi dan persediaan dalam negeri. Kebijakan ini merupakan ketentuan International Commision for Uniform Methods of Sugar Analysis ICUMSA yang membedakan gula kristal putih, gula rafinasi dan raw sugar; kejelasan waktu dan pelabuhan impor, serta kenaikan harga referensi ditingkat petani menjadi Rp3 800kg. f. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 594MPPKep9 2004 tanggal 23 September 2004 tentang Penunjukan Surveyor Sebagai Pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor Gula. Menindaklanjuti Kepmenperindag No. 527MPPKep92004 yang antara lain menetapkan Surveyor sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis impor gula, maka dikeluarkan Kepmenperindag No. 594MPPKep9 2004. g. Peraturan Menteri Perdagangan No. 256M-DAG32008 tentang Impor GKP, dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 19M-DAGPER52008 tentang Impor Gula.

5.2. Perkembangan Kondisi Pergulaan di Lampung

Lampung merupakan salah satu daerah yang potensial untuk dikembangkan sebagai sentra gula nasional. Selain sebagai daerah penghasil tebu terbesar di luar Pulau Jawa, Lampung merupakan propinsi yang memiliki laju produktivitas tebu tertinggi di Indonesia. Lahan perkebunan tebu di Lampung terdiri dari lahan perkebunan rakyat, lahan perkebunan negara dan lahan