Kerangka Berfikir TINJAUAN PUSTAKA

36

D. Kerangka Berfikir

Dari penjelasan diatas maka penelitian ini mencoba untuk melihat proses komodifikasi, interdependensi, figurasi dan habitus sebagai komponen yang mendukung terjadinya pergeseran pada nilai guna sampah menjadi upah dalam proses transformasi sosial pekerja sektor informal maka dapat disusun kerangka berfikir sebagai pola bertindak dalam mencari jawaban atas pertanyaan penelitian. Kerangka berfikir yang dimaksud dapat dilihat pada bagan berikut : Bagan 1.2 Kerangka Pemikiran Bagan di atas menunjukkan bahwa timbulnya transformasi sosial bukanlah tanpa sebab tetapi dipengaruhi oleh ragam faktor. Faktor-faktor yang menyebabkan adalah desakan ekonomi, kontak dengan masyarakat lain, penduduk yang heterogen, kekacauan sosial dan perubahan sosial itu sendiri, adanya hubungan relasi- relasi baru yang tercipta, pergeseran habitus dan figurasi yang semua saling mengikat dan saling bergantungan. Pekerja sektor informal pemulung, pelapak dan bandar adalah masyarakat dinamis, untuk dapat bertahan mereka terus mengembangkan dan menciptakan peluang opportunity Pekerja Sektor Informal Pemulung sampah Bandar upah Pelapak TRANSFORMASI SOSIAL Komodifikasi Relasi sosial dan Interdependensi Figurasi dan Habitus 37 yang dapat merubah keinginan dan keyakinan.Kelahiran peluang yang dapat merubah keinginan dan keyakinan semacam itu terjadi bersamaan dengan pergeseran distribusi dan relasi-relasi kekuasaan. Pergeseran distribusi dan relasi-relasi kekuasaan tersebut dipengaruhi oleh kondisi sosial yang terjadi dimasa lalu, pada saat ini dan konsekuensinya dimasa yang akan datang. Pergeseran distribusi dan relasi-relasi kekuasaan tersebut bisa terjadi karena kebijakan dan program yang direncanakan, tetapi juga karena tuntutan perkembangan masyarakat. Apapun faktor yang menentukannya, satu hal yang menjadi keyakinan adalah bahwa transformasi sosial tersebut tidak terjadi secara mendadak dan tiba-tiba.Transformasi sosial tersebut terjadi dengan banyak pergeseran sikap dan tindakan kolektif dalam transformasi sosial tersebut tidaklah terjadi sekali lalu berhenti, tetapi terjadi secara berulang dan teratur. Pergeseran tersebut diterima oleh masyarakat dan dianggap sebagai suatu yang lumrah karena telah menjadi keinginan dan kesepakatan bersama. Gejala komodifikasi yang terjadi pada proses mengubah sampah menjadi upah yang dilakukan oleh masyarakat Mojosongo. Jika merujuk dari pemikiran Karl Marx bahwa akibat ekonomi uang yang berdasarkan semangat menciptakan keuntungan yang sebanyak- banyaknya diberbagai faktor kehidupan. Komodifikasi memunculkan budaya populer yang berawal dari konsumsi massa, masyarakat komoditas atau masyarakat konsumenlah sebagai penyebabnya. Apa yang dilakukanolehmasyarakat kapitalisme terhadap kebudayaan adalah menjadikannya patuh pada hukum komoditi kapitalisme. Masyarakat seperti ini hanya menghasilkan kebudayaan industri culture industry satu bentuk kebudayaan yang ditujukan untuk massa dan produksinya berdasarkan mekanisme kekuasaan sang produser dalam penentuan bentuk, gaya, dan maknanya. Perkembangan masyarakat konsumen mempengaruhi cara-cara pengungkapan nilai estetik. Perkembangan tentang model konsumsi baru dalam konsep nilai estetik sangat penting karena terjadi perubahan mendasar terhadap cara dan bentuk hasil produksi. Produsen penghasil suatu produk dituntut kreativitasnya untuk merekayasa dan menyesuaikan dengan selerapasar. Dalam kaitan dengan tema penelitian ini, sampah menjadi upahpada masyarakat Mojosongo telah muncul menjadi barang dagangan atau diperdagangkan dengan suatu jaringan antara elemen-elemen yang berkepentingan. Di sini pelaksanaan daur ulang sampah tidak lagi dikerjakan secara individu seperti sebelumnya, tetapi muncul dalam bentuk-bentuk jasa yang diperdagangkan. Komodifikasi proses daur ulang sampah telah dikemas menjadi sebuah komoditi, proses daur ulang tidak lagi dihasilkan murni oleh masyarakat yang memilikinya akan tetapi ada campur tangan industri dengan segala sistem pasar dalam proses 38 produksi, dengan adanya campur tangan pemerintah dan aktor-aktor lain dalam proses daur ulang sampahakan mengalami pergeseran bentuk atau makna karena diproduksi berdasarkan keinginan massa dan selera pasar. Mencermati penjelasan tentang komodifikasi diatas, sampah dijadikan sebagai komoditas yang dikomersialisasikan, memiliki nilai jual yang tinggi, meskipun demikian perlu adanya proses pengolahan untuk dapat menaikkan nilai jual. Proses daur ulang sampah menjadi upah tersebut tidaklah dapat terlaksana secara otonom, tetapi saling bergantung satu sama lain yakni kerjasama antara pemulung, pelapak dan bandar. Masyarakat Mojosongo baik dalam kelompok keluarga,organisasi, komunitas dan masyarakat luas society , masing-masing menjalin hubungan interdependensi yang saling terikat mengembangkan relasi-relasi sosial melalui interaksi sosial yang dinamis untuk mencakupi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Relasi-relasi tersebut adalah orang-orang yang telibat dalam proses daur ulang sampah masyarakat yang melaksanakan dan berperan serta dan pihak- pihak yang mendukung seperti para pelaku bisnis pabrik plastik. Keterlibatan berbagai aktor-aktor tersebut menunjukkan adanya hubungan relasi sosial yang memiliki kepentingan masing-masing untuk mengembangkan industri daur ulang sampah. Relasi-relasi tersebut yang terbangun dari adanya proses kerjasama dalam daur ulang sampahsebagai suatu bisnis yang disebutkan oleh Norbert Elias dalam Usman 2013:2 dengan istilah figurasi. Figurasi tersebut adalah hubungan antara individu atau masyarakat yang tidak saling mengikat tetapi saling ketergantungan, masyarakat mengembangkan relasi sosial baru dengan karakteristik yang berbeda dari relasi sosial sebelumnya dengan melalui kesepakatan baru yang diterima secara kolektif sehingga figurasi yang tercipta dari relasi sosial baru tersebut akan menciptakan habitus baru dalam masyarakat Mojosongo sebagai identitas barukarakteristik. Proses daur ulang sampah menjadi upah pada pekerja sektor informal dilaksanakan sebagai bisnis persampahan adalah merupakan hasil yang dibangun diatas relasi-relasi kekuasaan. Sampah dikendalikan oleh masyarakat dan DKP Dinas Kebersihan dan Pertamanan sementara panggung bisnis daur ulang sampah dikendalikan oleh pemulung, pelapak dan bandar pada posisi determinan. Pada masyarakat Mojosongo struktur hirarki dan determinan tersebut tidak saling berebut kekuasaan atau pengaruh karena masing-masing mengembangkan habitus sosial yang mampu memandu pengetahuan, sikap dan tindakan secara individual dan kolektif segenap anggota masyarakat. 39

BAB III METODE PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Dan WaktuPenelitian

1. Lokasi Penelitian Penelitian berada di wilayah Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta. Alasan memilih lokasi penelitian ini karena Kelurahan Mojosongo dikenal sebagai tempat yang didalamnya banyak terdapat usaha sektor persampahan. Hal tersebut didukung dengan letak tempat pembuangan akhir TPA Putri Cempo diwilayah ini dan 2 Tempat pembuangan sementara TPS yaitu TPS Kedungtungkul Kelurahan Mojosongo dan TPS lapangan Mojosongo. Keberadaan TPA dan TPS diwilayah ini menjadi cikal bakal berdirinya industri persampahandi Kelurahan Mojosongo. Lokasi penelitian dipilih yakni Desa Jatirejo dan Desa Randusari dengan dasar pemilihan 2 wilayah di Kelurahan Mojosongo mayoritas penduduknya bekerja atau membuka usaha sentra persampahan baik pemulung, pelapak dan bandar. Lokasi penelitian juga banyak berdiri pabrik pengolahan biji plastik sehingga akan memudahkan penelitian. Berbeda dengan wilayah lainnya di kelurahan Mojosongo yang dekat dengan wilayah kota Surakarta sehingga tidak banyak berkembang pekerjaan dalam sektor informal persampahan. Satuan analisis yang diteliti di lapangan adalah pemulung, pelapak dan bandar di Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Surakarta. Hal ini berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian.Pemulung yang dimaksud adalah pemulung gresek, pemulung rosokan, pemulung di TPS Tempat Pembuangan Sementara dan pemulung TPA Tempat Pembuangan Akhir. Sementara pelapak yang dimaksud adalah pelapak kecil dan pelapak besar yang memperoleh sampah dari pemulung pelapak setempat dan memiiki lokasi usaha di Mojosongo Surakarta. Bandar yang dimaksud adalah bandar pengolah biji plastik dan pengolah plastik daur ulang di wilayah Mojosongo Surakarta. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini telah di laksanakan selama 6 bulan terhitung dari bulan September 2016 hingga Februari 2017. Waktu penelitian terhitung sejak penyusunan proposal penelitian sampai penyusunan laporan penelitian. Penelitian ini diawali dengan tahap penyusunan proposal penelitian, penyusunan desain penelitian, pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan penelitian.