Rahmad Santosa, 2011, Transformasi Sosial Perdesaan: Studi fenomenologis proses

28 Karena sektor informal ini dapat memberikan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi orang –orang yang dikatagorikan miskin. Variabel pengangguran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan. Hal ini terjadi karena tidak semua orang yang menganggur adalah orang miskin. Banyak orang-orang seperti part timer atau freelancer, mereka bekerja kurang dari 8 jam sehari dikatakan pengangguran tapi mereka mempunyai penghasilan seperti orang yang bekerja bahkan lebih. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen sektor informal dan pengangguran secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen kemiskinan dengan tingkat keyakinan 95. Secara simultan sektor informal dan pengangguran berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Bali tahun 2004-2010. Dari hasil pengujian secara parsial sektor informal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Bali tahun 2004-2010. Sedangkan pengangguran tidak berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kemiskinan di Provinsi Bali tahun 2004 -2010. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian yang dilakukan Ayu 2013 menganalisis pengaruh sektor informal dan kemiskinan. Dan menunjukan bahwa peningkatan pertumbuhan sektor informal yang terjadi di Provinsi Bali akan diikuti dengan penurunan kemiskinan di Provinsi BaliSedangkan penelitian ini meneliti mengenai upaya sektor informal “persampahan” pemulung, pelapak dan bandar dalam bekerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Persamaan dengan penelitian ini adalah kesamaan dalam hal tujuan pencapaian sektor informal dalam pengentasan kemiskinan masyaakat dalam mencapai kesejahteraan.

3. Penelitian terdahulu tentang transformasi sosial

a. Rahmad Santosa, 2011, Transformasi Sosial Perdesaan: Studi fenomenologis proses

pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, jurnal kependidikan, volume 41, No 1, Mei 2011, Halaman 1-10. Rahmad Santosa dalam penelitiannya mengungkapkan prose terjadinya transformasi sosial. Oleh karena itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan perspektif paradigma fenomenologis. Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan Santosa 2011, simpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagi berikut. Pertama , embrio transformasi sosial di Desa Panjangrejo diawali dari kreasi seorang anak yang berperan sebagai innovator indigenous, selanjutnya berperan sebagai agen perubahan agent of change yang mampu mengubahgerabah tradisional menjadi gerabah dankeramik moderen, yang diikuti 29 dengantumbuhnya kesadaran akan tanggung jawab sosialnya untuk menularkan kepada oranglain. Kedua , kreasi individu indigenouscreation yang disebarkan kepada warga masyarakat yang lain melalui berbagai forum pertemuan tradisional yang berkembang dalam masyarakat dan difasilitasi oleh pimpinan formal dan non formal menjadi pemicu terjadinya dinamika internal dalam masyarakat yang bersangkutan sehingga menjadi gerakan pembuatan gerabah dan keramik oleh masyarakat yang lebih luas. Ketiga , inovasi yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri indigenous innovations merupakan bentuk adaptive innovation sehingga memiliki daya tolak resistensi yang rendah bagi warga masyarakatnya. Dengan demikian, hal ini mampu menjadi trigger terjadinya proses pemberdayaan masyarakat serta transformasi sosial dalam masyarakat yang lebih luas. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian yang dilakukan Santosa 2011 menganalisis inovasi yang dilakukan oleh masyarakat kemudian disebarluaskan sehingga memberikan dampak positif untuk masyarakat dalam proses transformasi sosial yang lebih luas. Sedangkan penelitian ini meneliti mengenai transformasi sosial pekerja sektor informal persampahan dalam proses mengubah sampah menjadi upah untuk mencapai kesejahteraan. Persamaan dengan penelitian ini adalah kesamaan dalam inovasi dan kerjasama dalam proses mencapai transformasi sosial. b. Nela Agustin K, 2014, Analisis Transformasi Wilayah Peri Urban pada Aspek F isik dan Sosial Ekonomi Kecamatan Kartasura, Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, volume 10 3: 265-277 September 2014, pp.266-277. Nela Agustin meneliti mengkaji permasalahan perkembangan wilayah peri-urban yang muncul sebagai zona transisi dari sifat pedesaan menuju sifat kekotaan, akibat perkembangan eksternal suatu perkotaan ternyata mampu memberikan karakteristik yang berbeda antarbagian wilayah, terutama pada aspek fisik maupun sosial ekonominya, seperti yang terjadi pada Kecamatan Kartasura. Kecamatan Kartasura yang memiliki ciri perkembangan perkotaan yang terpengaruh oleh Kota Surakarta dan eksisitensi pedesaan yang dipengaruhi oleh wilayah pedesaan, ternyata memiliki sejarah perubahan lahan yang cukup besar di tahun 1997-2002, yang berawal pada beberapa titik saja. Oleh karena itu, diyakini ada proses transformasi wilayah secara berkala yang memunculkan perubahan kondisi dan pola laju transformasi. Dan diketahui hasil penelitian yang menyebutkan bahwa selama proses transformasi antara 2002-2012, WPU Kecamatan Kartasura mengalami perkembangan menuju pertumbuhan sifat 30 perkotaan pada wilayahnya, dengan masih adanya pergeseran aktivitas pertanian ke arah non-pertanian dan perubahan aktivitas sosial ekonomi masyarakatnya, serta ditambah dengan adanya persebaran laju transformasi yang tidak merata. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustin 2014 Berdasarkan kondisi transformasinya bisa disimpulkan bahwa pada perkembangannya ditemui beberapa kondisi, antara lain: masih adanya pergeseran sektor pertanian ke arah non-pertanian yang ditunjukkan pada perubahan lahan dan mata pencaharian yang berakibat pada penurunan hasil pertanian, adanya peningkatan kuantitas dan kualitas aksesibilitas dan utilitas umum, transformasi perilaku sosial ekonomi terjadi dengan pergeseran ke sifat kekotaan, dimana ditemui adanya penurunan kegiatan sosial kemasyarakatan dan peningkatan perilaku ekonomi perkotaan. Sedangkan berdasarkan laju transformasinya dapat diketahui bahwa transformasi wilayah peri-urban Kecamatan Kartasura pada tahun 2002-2012 sangat dipengaruhi oleh perkembangan urban area dan aksesibilitas karena transformasi terjadi lebih cepat di daerah-daerah yang berdekatan dengan Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta, serta di sekitar jalan-jalan utama seperti Jalan A.Yani dan Jalan Brigjen Slamet Riyadhi, dimana hal ini menyebabkan terjadinya ketidakmerataan laju transformasi yang diterima oleh bagian wilayah-wilayah di Kecamatan Kartasura. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian yang dilakukan Agustin 2004 menganalisis permasalahan perkembangan wilayah peri-urban yang muncul sebagai zona transisi dari sifat pedesaan menuju sifat kekotaan sehingga menimbulkan transformasi yang tidak merata. Sedangkan penelitian ini meneliti mengenai transformasi sosial pekerja sektor informal persampahan dalam proses mengubah sampah menjadi upah untuk mencapai kesejahteraan. Persamaan dengan penelitian ini adalah kesamaan dalam konsep transformasi sosial.

4. Perbandingan dengan PenelitianTerdahulu