65
PULAU JAWA
ZAE BANTEN
ZAE JABAR
ZAE JATENG
ZAE DIY
ZAE JATIM
ZAE – KAB. r
ZAE – KAB. n
ZAE.G. N1..n
1g
ZAE.G. N1..n
1g
ZAE.G. N1..n
1g
ZAE.G. N1..n
1g
Gambar 28. Rancangan teknik pengambilan sampel
ZAE – KAB. 1
ZAE – KAB. 1
Klaster Klaster
ZAE.A. N1..n
1a
ZAE.B. N1..n
1b
ZAE.A. N1..n
1a
Kabupaten 2
ZAE.B. N1..n
1b
ZAE.A. N1..n
1a
Kabupaten 1
ZAE.B. N1..n
1b
ZAE.A. N1..n
1a
Kabupaten 5
ZAE.B. N1..n
1b
Stratifikasi Stratifikasi
Kabupaten 1
66 difokuskan pada kebijakan yang perlu diambil dalam mengatasi permasalahan
keberlanjutan lahan sawah. Pengambilan sampel lingkungan biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya yang
mencerminkan kondisi faktual dilakukan secara terpadu, dengan menggunakan teknik sampel klaster dan stratifikasi, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 28.
Pemilihan teknik pengambilan sampel tersebut didasarkan atas cakupan daerah penelitian yang sangat luas dan penyesuaian dengan ketersediaan biaya dan
waktu. Pada teknik sampling yang digunakan tersebut, populasi data ZAE yang
ada di setiap provinsi ZAE-PROV: ZAE Banten, ZAE Jabar, ZAE Jateng, ZAE DIYDaerah Istimewa Yogyakarta, ZAE Jatim dikelompokkan berdasarkan pada
ZAE yang ada di setiap wilayah kabupaten ZAE-KAB. Sampel data ZAE-KAB di setiap ZAE-PROV dipilih secara purposive, yaitu di kabupaten Serang dan
Pandegelang untuk provinsi Banten; kabupaten Cianjur, Subang, Cirebon, Bogor untuk provinsi Jawa Barat Jabar; kabupaten Pekalongan, Kudus, Demak, dan
Sragen untuk provinsi Jawa Tengah Jateng; kabupaten Kulon Progo, dan Bantul untuk provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta DIY; kabupaten Tuban, Madiun,
Magetan, Malang, dan Jember untuk provinsi Jawa Timur Jatim. Populasi data di setiap ZAE-KAB distratifikasi berdasarkan tipe ZAE, yaitu A, B, C, D, E, F,
G, H, dan I. Pengambilan sampel di setiap kelompok strata ZAE yang ada di setiap kabupaten yang terplih dilakukan secara acak proporsioanal yang
disesuaikan dengan luasan ZAE. Dari semua data ZAE-KAB tersebut, empat kabupaten, yaitu Cianjur, Subang, Sragen, dan Jember dipilih untuk pengambilan
sampel secara intensif. Pemilihan empat kabupaten tersebut mewakili kondisi agroklimat beriklim basah Cianjur dan Subang, intermediet Sragen, dan
kering Jember. Selain itu, keempat kabupaten tersebut juga mewakili daerah penghasil beras unggulan yang ada di Jawa. Dengan pertimbangan tersebut,
sampel data di keempat kabupaten tersebut dapat berperan sebagai pewakil utama kondisi ekosistem di Jawa. Agar lokasi sampel sesuai dengan ZAE lahan sawah,
lokasi geografi dari sampel yang dikumpulkan direkam dengan GPS. Dengan teknik pengambilan sampel tersebut, jumlah sampel yang dikumpulkan adalah
624 sampel dengan tingkat kesalahan sekitar 4. Penghitungan tingkat kesalahan
67 tersebut menggunakan rumus yang dijelaskan oleh Eriyanto 2007 sebagai
berikut: n = Z
2
p1-pe
2
n = jumlah sampel
Z = nilai tingkat kepercayaan pada distribusi Z
p 1-p = variasi populasi diasumsikan p = 0,5 untuk populasi yang heterogen e
= tingkat kesalahan sampling error yang dikehendaki
3.4 Analisis Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah
Pertanian berkelanjutan diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya untuk menghasilkan kebutuhan pokok manusia sandang, pangan, papan, sekaligus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam Sabiham, 2008. Analisis indeks keberlanjutan lahan sawah
IKLS dimaksudkan untuk mengevaluasi status keberlanjutan pertanian lahan sawah di suatu wilayah yang telah dipetakan zona agroekologi dan daya
dukungnya. Analisis IKLS dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan, yaitu 1 penentuan indikator keberlanjutan di setiap faktor, 2 penapisan indikator, 3
standarisasi data, 4 penilaian IKLS, dan pengkategorian IKLS. Proses analisis IKLS yang didasarkan pada faktor lingkungan biofisik L, faktor ekonomi E,
dan faktor sosial S, dan Budaya B diperlihatkan pada Gambar 29. Faktor multidimensi tersebut merupakan penentu keberlanjutan lahan sawah yang
berbasiskan agroekologi. Indikator adalah suatu alat ukur untuk meringkas infomasi yang relevan
atau masuk akal dari fenomena tertentu Bach, 2005. Menurut Rao dan Rogers 2006, indikator menginformasikan status fungsi suatu sistem dari suatu mesin,
manusia, ekosistem atau negara. Indikator keberlanjutan adalah atribut suatu sistem yang dapat dihitung dan diukur untuk menjastifikasi keberlanjutan sistem
tersebut. Atribut indikator keberlanjutan ini bersifat multidimensi dari faktor lingkungan, ekonomi, dan sosial. Indikator-indikator akan memiliki makna
apabila dituangkan dalam bentuk agregasi indeks. Indeks keberlanjutan dapat digunakan untuk mengkaji keberlanjutan sistem secara terpadu.
68
3.4.1 Penentuan Atribut Indikator
Diagram penentuan indikator keberlanjutan lahan sawah disajikan pada Gambar 30. Konsep penentuan atribut indikator keberlanjutan lahan sawah
memodifikasi konsep yang dikemukakan oleh Rao dan Rogers 2006. Dalam konsep ini, agroekosistem lahan sawah didefinisikan sebagai suatu sistem
pertanian berbasis ekologi yang terdiri dari tanaman padi sawah, manusia, dan organisme lainnya yang berada di suatu zona agroekologi, yang dimaksudkan
untuk produksi pangan beras. Indikator keberlanjutan lahan sawah diidentifikasi dengan model hubungan sebab akibat causality antara tenaga pendorong
driving force, tekanan pressure, kondisi keseimbangan state, dampak impacts, dan respon response, yang dikenal sebagai model DPSIR Driving
Gambar 29. Proses analisis indeks keberlanjutan lahan sawah
Penentuan Indikator Model DPSIR
Standarisasi Data Atribut
Penilaian IKLS Analisis Multivariat:
Analisis Faktor
Nilai IKLS Penapisan
Indikator
Indikator Terpilih
Pengkategorian IKLS
Analisis Diskriminan
69 Force-Pressure-State-Impact-Response. Tenaga pendorong yang berperan
sebagai pemicu adanya ancaman keberlanjutan lahan sawah bersumber dari aktivitas manusia di berbagai sektor energi, transportasi, industri, perumahan,
pertanian. Tenaga pendorong ini menekan agroekosistem lahan sawah. Tekanan dari tenaga pendorong mengakibatkan kondisi keseimbangan ekosistem
terganggu.
Agroekosistem Lahan Sawah
Stres Agroekosistem Lahan Sawah
Kerentanan Agroekosistem Lahan Sawah
Pengelolaan Agroekosistem Lahan Sawah
IndikatorVariabel: Modal SDL
Ketersediaan air N-total
P-total K-total
Penguasaan lahan Modal SDM
Pendidikan petani Usia petani
Modal Keuangan Modal usaha tani
Modal Infrastruktur Kondisi irigasi
Fasilitas pascapanen Pemasaran
Modal Sosial Motivasi bertani
Persepsi terhadap har- ga padi
Persepsi terhadap kon- versi lahan
Keanggotaan Poktan Budaya lokal
Indikator Variabel: Kualitas air :
Salinitas ppm Stres Lahan
Potensi konversi lahan Stres Tanaman
Serangan hama penyakit tanaman
Degradasi Tanah C-organik tanah
P-tersedia K-tersedia
IndikatorVariabel: Lingkungan
Bebas bahaya Banjir Ekonomi:
Perolehan keuntungan Sosial
Fragmentasi lahan IndikatorVariabel:
Ilmu dan Teknologi: Adopsi teknologi
Kelembagaan dan Sosial: Fungsi penyuluhan
Perolehan pupuk
Indeks keberlanjutan Lahan Sawah
Tenaga Pemicu Tekanan
Dampak Respon
Kondisi
Komponen Keberlanjutan Lahan Sawah
Gambar 30. Diagram penentuan indikator keberlanjutan lahan sawah