Analisis Kebijakan METODOLOGI PENELITIAN

75 terstruktur dalam bentuk hirarkhi. Dengan metode AHP, masalah dalam sistem yang kompleks diuraikan secara hirarkhi menjadi sub-sub sistem yang lebih sederhana. Selain itu, AHP juga memperlihatkan relasi antar sub-sub sistem yang membentuk masalah. Penguraian masalah secara berhirarkhi ini mempermudah pemahaman penyelesaian masalah sampai ke akar penyebab masalah. Penguraian masalah secara hirarkhi dalam metode AHP didasarkan pada pencapaian tujuan, penentuan kriteria, dan penetapan alternatif kebijakan Marimin, 2004. Untuk analisis kebijakan dalam keberlanjutan lahan sawah, tujuannya ditetapkan untuk mewujudkan pemanfaatan lahan sawah berkelanjutan berdasarkan zona agroekologi. Penentuan kriteria mengacu pada proses pencapaian pertanian berkelanjutan berdasarkan konsep agroekologi, yaitu melalui tiga aspek: ekologis lingkungan biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya. Masing-masing aspek kriteria diklasifikasikan menjadi beberapa sub-aspek sub-kriteria, yang merupakan hasil kajian pengelolaan lahan untuk mengatasi permasalahan keberlanjutan lahan sawah yang ditunjukkan oleh indikator utama. Masing-masing sub-kriteria kemudian dijabarkan dengan alternatif zona agroekologi, yang digunakan sebagai acuan pemilihan lokasi prioritas penerapan kebijakan untuk mengatasi permasalahan keberlanjutan lahan sawah. Lokasi prioritas penerapan kebijakan yang berbasiskan zona aagroekologi tersebut berperan untuk mendukung penataan ruang dalam aspek perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.

3.6 Tingkat Keandalan Penelitian

Penelitian indeks keberlanjutan lahan sawah yang berbasiskan data geospasial ini menggunakan skala 1: 250.000. Oleh karena itu, data dan informasi yang dihasilkan dalam penelitian bersifat indikatif. Data utama untuk delineasi zona agroekologi sebagai satuan pemetaan indeks keberlanjutan lahan sawah memiliki keterbatasan sebagai berikut: 1. Karakteristik lahan di setiap sistem lahan diasumsikan homogen dan distribusi jenis tanah pada tingkat great group yang ditampilkan bersifat dominan sekitar 60. 76 2. Luasan lahan sawah hasil interpretasi citra landsat ETM tahun 2005 diasumsikan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan lahan baku sawah yang dilindungi oleh UUPLPPB. 3. Peta status kawasan hutan skala 1: 250.000 yang bersumber dari Kementerian Kehutanan merupakan hasil pembesaran dari skala 1: 500.000. 4. Peta RTRW yang dibuat oleh Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2003 masih belum disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 262007 tentang Penataan Ruang. 5. Peta agroklimat yang dibuat berdasarkan data curah hujan tahun 1998- 2007 masih belum sepenuhnya mewakili kondisi dampak perubahan iklim saat ini, mengingat perubahan iklim masih terus berlangsung sampai dengan sekarang. 77

4. ZONA AGROEKOLOGI SEBAGAI BASIS KAJIAN KEBERLANJUTAN LAHAN SAWAH

4.1 Rasional

Ide konsep pertanian berkelanjutan di dunia diilhami oleh Komisi Brundtland yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan pada tahun 1987. Paradigma pembangunan berkelanjutan tersebut ditindaklanjuti dengan diselenggarakannya Konferensi Dunia di Rio de Janeiro pada tahun 1992, yang mendeklarasikan program pertanian berkelanjutan. Keluarnya gagasan pertanian berkelanjutan merupakan respon terhadap penurunan kualitas sumberdaya alam dan timbulnya masalah ekonomi dan sosial, sebagai dampak dari revolusi hijau yang memperkenalkan pupuk agrokimia, obat pestisida dan bibit unggul Edward, 1994; dalam Altieri, 2002. Proposal tentang konsep agroekologi merupakan upaya untuk memfasilitasi pemecahan masalah yang disebabkan oleh dampak revolusi hijau tersebut Gliessman, 2002. Tujuan utama konsep agroekologi adalah untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan Altieri, 1989, 2002. Munculnya konsep agroekologi di negara- negara maju pada hakekatnya merupakan keinginan para pakar pertanian untuk mengembalikan sistem pertanian yang sesuai dengan kaidah-kaidah ekosistem, dalam hal ini adalah agroekosistem. Pengalaman penerapan revolusi hijau yang mengabaikan kaidah-kaidah ekosistem dalam jangka pendek mungkin dapat meningkatkan produktivitas lahan. Namun demikian, dalam jangka panjang akan dapat mengakibatkan kehancuran sumberdaya alam dan lingkungan. Kekhawatiran inilah yang menjadi dasar pentingnya penerapan konsep agroekologi untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan. Agroekologi adalah ilmu tentang aplikasi konsep dan prinsip-prinsip ekologi untuk mendesain dan mengelola keberlanjutan agroekosistem. Aplikasi agroekologi dapat dikatakan sebagai metode untuk mendiagnosa sistem pertanian yang sehat, dengan mendelineasi prinsip-prinsip ekologi yang sesuai untuk mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan Gliessman, 1998, dalam Gliessman, 2002. Agroekologi ini bersifat multidimensi karena merupakan perpaduan ilmu ekologi, ekonomi, dan sosial Altieri, 2002; Dalgaard et al. 2003. Ketiga dimensi keilmuan tersebut adalah sebagai dasar penilaian keberlanjutan