Daya Dukung Lahan Sawah

118 Pengelolaan lahan sawah tersebut diasumsikan tanpa adanya gangguan bencana alam yang berarti, terutama banjir dan kekeringan. Potensi luas panen dan produksi padi di setiap provinsi yang berdasarkan zona agroekologi lahan sawah disajikan pada Tabel 25 dan 26. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat merupakan lumbung padi andalan, dengan potensi produksi padi per tahun 11,737,780 ton GKG 33 , 10,817,616 ton GKG 31 , dan 10,104,863 ton GKG 29. Kontribusi produksi padi dari ketiga provinsi ini mencapai 93 dari produksi padi per tahun di Jawa 35,403,127 ton GKG. Tingginya potensi produksi padi tersebut bersesuaian dengan potensi luas panen yang sebagian besar berada di zona B S1IP200. Tabel 25. Potensi luas panen di Jawa per tahun berdasarkan zona agroekologi lahan sawah ha Zona Agrokologi Lahan Sawah Banten DKI. Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Total A S1IP300 73,340 28,356 1,017 3,910 106,624 B S1IP200 157,038 2,630 982,087 1,173,569 76,715 1,536,479 3,928,519 C S1IP100 9,290 15,654 1,965 9,735 36,644 D S2IP300 28,541 28,541 E S2IP200 125,259 3,946 72,928 44,054 29,263 275,451 F S2IP100 51,860 17,508 6,547 7,629 83,544 G S3IP300 11,754 2,123 13,915 27,793 H S3IP200 101,021 526,441 594,606 306 401,293 1,623,667 I S3IP100 467 3,006 3,765 740 5,052 13,030 Total 383,785 6,576 1,759,249 1,879,635 87,289 2,007,277 6,123,810 Sumber: hasil analisis Apabila dibandingkan dengan data produksi padi sawah aktual dari BPS tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008, produksi padi sawah potensial berdasarkan zona agroekologi lahan sawah di Jawa masih lebih besar Gambar 47. Hal ini 119 dimungkinkan disebabkan oleh berbagai hal, seperti kejadian banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit tanaman, dan atau pemupukan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Kondisi yang tidak menguntungkan ini, namun demikian, belum menimpa semua wilayah lumbung beras. Satu-satunya wilayah lumbung beras yang produksi padi sawah aktualnya berhasil Tabel 26. Potensi produksi padi sawah di Jawa berdasarkan zona agroekologi lahan sawah ton GKGtahun Zona Agroekologi Lahan Sawah Banten DKI. Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Total A S1IP300 441,510 170,704 6,123 23,537 641,874 B S1IP200 945,370 15,833 5,912,166 7,064,886 461,826 9,249,601 23,649,682 C S1IP100 55,926 94,235 11,827 58,607 220,594 D S2IP300 160,969 160,969 E S2IP200 706,461 22,255 411,316 248,465 165,045 1,553,542 F S2IP100 292,491 98,744 36,922 43,030 471,187 G S3IP300 61,476 11,103 72,778 145,356 H S3IP200 528,339 2,753,288 3,109,790 1,600 2,098,760 8,491,777 I S3IP100 2,443 15,722 19,691 3,868 26,422 68,145 Total 2,182,613 6 38,088 10,104,863 29 10,817,616 31 522,167 1 11,737,780 33 35,403,127 100 Gambar 47. Perbandingan produksi padi sawah potensial dan aktual di Jawa 5 10 15 20 25 30 35 40 2005 2006 2007 2008 Tahun P ro d u k s i ju ta t o n t h Produksi potensial Produksi aktual Produksi 2005 2006 2007 2008 Potensial ton GKG 35.403.127 35.403.127 35.403.127 35.403.127 Aktual ton GKG 29.764.392 28.880.220 30.466.339 32.346.997 Perbedaan ton GKG -5.638.735 -6.522.907 -4.936.788 -3.056.130 -16 -18 -14 -9 120 menembus produksi potensial adalah provinsi D.I Yogyakarta. Selama periode 2005-2008, produksi padi sawah aktual di provinsi ini berkisar antara 559,890 tonth GKG hingga 798,232 tonth GKG. Produksi padi di provinsi D.I Yogyakarta adalah 522.127 tonth GKG. Selain itu, pencapaian produksi padi sawah seperti di D.I Yogyakarta juga diraih oleh provinsi Jawa Barat Jabar, yaitu dengan produksi 10,111.,069 tonth GKG. Produksi padi sawah potensial di provinsi Jawa Barat Jabar adalah 10,104,863 tonha GKG. Berdasarkan survei lapangan di provinsi D.I Yogyakarta, para petani padi sawah di wilayah ini 2 4 6 8 10 12 14 2005 2006 2007 2008 Tahun P ro d u k s i J u ta t o n t h Jatim Produksi Potensial Jateng Produksi Potensial Jabar Produksi Potensial Banten Produksi Potensial DI Yogyakarta Produksi Potensial DKI Jakarta Produksi Potensial Jatim Produksi Aktual Jateng Produksi Aktual Jabar Produksi Aktual Banten Produksi Aktual DI Yogyakarta Produksi Aktual DKI Jakarta Produksi Aktual umumnya mengelola tanah sawahnya sangat intensif. Bahkan, lahan sawah di zona agroekologi yang hanya mampu ditanami dua kali dalam setahun IP200 dipaksakan dengan penanaman padi tiga kali dalam setahun IP300 pada musim kemarau, yaitu dengan memompa air tanah Gambar 49. Di provinsi lainnya, yaitu Jawa Tengah Jateng, Jawa Timur Jatim, dan Banten; produksi padi sawah aktualnya belum melebihi produksi potensialnya. Dengan menggunakan 5 skenario konsumsi beras, yaitu 100, 110, 120 , 130, dan 140 kgkapitatahun, daya dukung lahan sawah di Jawa dari tahun 2005 hingga 2025 cenderung menurun sesuai dengan peningkatan konsumsi beras dan pertambahan jumlah penduduk Gambar 50. Daya dukung lahan sawah untuk 5 skenario tersebut semuanya berada pada kondisi bersyarat. Pada tahun 2020, daya dukung lahan sawah dengan potensi produksi beras sekitar 23,012,032 ton Gambar 48. Perbandingan produksi padi sawah potensial dan aktual di setiap provinsi di Jawa 121 GKGtahun dan jumlah penduduk mencapai 146.5 juta jiwa akan berada pada kondisi terlampaui apabila diterapkan konsumsi beras 140 kgkapitatahun. Kondisi daya dukung lahan sawah tersebut akan terwujud apabila daya dukung lahan hanya dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk, sedangkan faktor lainnya seperti iklim, konversi lahan sawah, kesuburan tanah, ekonomi, dan sosial- budaya dalam kondisi cateris paribus. Dalam penelitian ini, proyeksi jumlah penduduk dari tahun 2010 hingga 2025 yang diperoleh dari BPS http:www.datastatistik-indonesia.com menggunakan laju pertambahan penduduk sebesar 1. Walaupun hanya faktor penduduk yang mempengaruhi daya dukung lahan sawah, hasil penelitian ini masih memberikan makna cukup Gambar 49. Pengelolaan lahan sawah sangat intensif dengan memompa air tanah untuk mencapai IP300 lokasi: desa Parangtritis kecamatan Kretek, kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta, 15 Agustus 2009 Terlampaui Bersyarat Berkelanjutan Gambar 50. Daya dukung lahan sawah di Jawa berdasarkan lima skenario konsumsi beras 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 2005 2010 2015 2020 2025 Tahun D aya D u ku n g Konsumsi Beras:100 kgkap th Konsumsi beras:110 kgkapth Konsumsi Beras:120 kgkapth Konsumsi Beras: 130 kgkapth Konsumsi Beras:140 kgkapth 122 penting untuk menjaga keberlanjutan lahan sawah karena pemicu utama driving force dalam kepunahan sumberdaya lahan adalah faktor penduduk. Pengaruh faktor-faktor lainnya biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya terhadap keberlanjutan pertanian, seperti yang dijelaskan oleh Rao dan Rogers 2006, pada hakekatnya bersumber dari faktor penduduk. Soemarwoto 2008 menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jumlah penduduk, sumberdaya lain di samping lahan juga diperlukan dalam jumlah yang meningkat, sehingga kita dihadapkan pada masalah penyusutan dan habisnya sumberdaya. Selain itu, pertambahan jumlah penduduk juga mengakibatkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, kondisi daya dukung lahan sawah dengan tingkat konsumsi beras 140 kgkapitatahun yang terlampaui pada tahun 2020 patut menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan pangan. Apabila ditinjau berdasarkan pada konsumsi energi yang sesuai dengan Pola Pangan Harapan PPH Nasional, konsumsi beras 140 kgkapitatahun yang mendekati konsumsi beras nasional 139.15 kgkapitatahun adalah terlalu besar. Jika dibandingkan dengan negara lainnya di Asia, konsumsi beras di Jepang hanya 60 kgkapitatahun dan Malaysia 80 kgkapitatahun. Konsumsi beras 140 kgkapitatahun adalah setara dengan 1,400 kilo kalori kkalkapitahari atau 64 dari konsumsi energi yang ditetapkan oleh PPH Nasional, yaitu 2,200 kkalkapitahari. Sesuai dengan standar PPH Nasional, konsumsi karbohidrat dari padi-padian adalah 50 atau setara dengan 1,100 kkalkapitahari Hardinsyah et al., 2001. Konsumsi energi 1,100 kkalkapitahari setara dengan konsumsi beras 278 gram beraskapitahari atau 110 kg beraskapitatahun. Namun demikian, berdasarkan penelitian ini, daya dukung lahan sawah di Jawa dengan konsumsi 110 kgkapitatahun masih akan tetap berada pada kondisi bersyarat hingga pada tahun 2025. Kondisi daya dukung lahan sawah seperti ini membuat upaya bagi Indonesia untuk mencapai dan mempertahankan ketahanan pangan menjadi berat, mengingat sekitar 54 produksi beras nasional dipasok dari Jawa BPS, 2008. Apabila kebijakan penerapan konsumsi beras 139.15 kgkapitatahun tetap dipertahankan, kebutuhan beras di Jawa tidak dapat dipenuhi sendiri. Bahkan, dalam jangka panjang diperkirakan kebutuhan beras di Jawa harus dipasok dari daerah atau negara lain harus impor. Untuk mencapai keberlanjutan lahan sawah agar 123 ketahanan pangan terjaga, beberapa langkah kebijakan yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah pengendalian jumlah penduduk, konversi lahan, serta diversifikasi pangan. Kondisi daya dukung lahan sawah di Jawa yang cukup mengkhawatirkan tersebut secara detil dijelaskan di setiap provinsi Gambar 51. Dari 5 skenario konsumsi beras yang dirancang, kondisi daya dukung lahan sawah terburuk terjadi di provinsi DKI Jakarta, yang kemudian diikuti secara berurutan oleh provinsi Banten, DI. Yogyakarta, Jawa Barat, serta Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kondisi ini bersesuaian dengan urutan kepadatan penduduk seperti yang diperlihatkan pada Gambar 52. Hasil penelitian ini mencerminkan perbedaan tekanan penduduk terhadap sumberdaya lahan sawah sebagai produsen beras. Semakin tinggi kepadatan penduduk semakin tinggi tekanannya terhadap sumberdaya lahan sawah. Dengan demikian, semakin tinggi tekanan penduduk, semakin rendah daya dukung lahan sawah. Hasil yang disajikan pada Gambar 51 juga menunjukkan bahwa titik kritis daya dukung lahan sawah berbeda di setiap provinsi, tergantung pada konsumsi beras. Untuk semua konsumsi beras yang diskenariokan, daya dukung lahan sawah di provinsi DKI. Jakarta dengan produksi padi 38,088 ton GKGtahun 0 dari produksi padi sawah di Jawa dari tahun 2005 hingga 20025 telah terlampaui. Kondisi ini bisa dimaklumi mengingat kepadatan penduduk provinsi ini sangat tinggi dan merupakan daerah metropolitan, sebagai pusat kegiatan pelayanan jasa dan manufaktur. Di daerah produsen beras, seperti di provinsi Banten dan Jawa Barat, dengan konsumsi beras 100 kgkapitatahun, status daya dukungnya sudah termasuk bersyarat dari tahun 2005 hingga 2025, sedangkan di provinsi DI. Yogyakarta akan menjadi terlampaui pada tahun 2020. Dengan konsumsi beras 110 kgkapitatahun, status daya dukung lahan sawah di provinsi-provinsi yang berperan sebagai lumbung padi andalan seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur termasuk bersyarat dan berlanjut dari tahun 2005 hingga 2025. Dengan konsumsi beras 120 kgkapitatahun, status daya dukung lahan sawah di provinsi Banten menjadi terlampaui pada tahun 2025, sedangkan di provinsi D.I Yogyakarta telah terjadi pada tahun 2015. Yang penting dicatat dari hasil penelitian ini adalah daya dukung lahan sawah di provinsi Jawa Tengah dan 124 Jawa Timur. Antara tahun 2005-2025, daya dukung lahan sawah di kedua provinsi ini tetap berada di status berlanjut untuk konsumsi beras 100 dan 110 kgkapitatahun, sedangkan di provinsi Banten dan Yogyakarta masih dalam status bersyarat. Dengan konsumsi beras 130 kgkapitatahun, daya dukung lahan sawah di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai menjadi bersyarat. Hasil penelitian ini bermakna bahwa konsumsi beras 110 kgkapitatahun atau setara 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 2005 2010 2015 2020 2025 Tahun D aya D u ku n g Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Barat Banten D.I Yogyakarta DKI. Jakarta 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 2005 2010 2015 2020 2025 Tahun D aya D u ku n g Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Barat Banten D.I Yogyakarta DKI. Jakarta Berkelanjutan Berkelanjutan Bersyarat Bersyarat Bersyarat Terlampaui Terlampaui 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 2005 2010 2015 2020 2025 Tahun D aya D u ku n g Jawa Tengah Jawa Timur Jawa Barat Banten D.I Yogyakarta DKI. Jakarta Berkelanjutan Bersyarat Terlampaui 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 2005 2010 2015 2020 2025 Tahun D aya D u ku n g Jaw a Tengah Jaw a Timur Jaw a Barat Banten D.I Yogyakarta DKI. Jakarta Berkelanjutan Bersyarat Terlampaui 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 2005 2010 2015 2020 2025 Tahun D aya D u ku n g Jaw a Tengah Jaw a Timur Jaw a Barat Banten D.I Yogyakarta DKI. Jakarta Berkelanjutan Bersyarat Terlampaui a Konsumsi beras 100 kgkapitatahun b Konsumsi beras 110 kgkapitatahun c Konsumsi beras 120 kgkapitatahun d Konsumsi beras 130 kgkapitatahun e Konsumsi beras 140 kgkapitatahun Gambar 51. Daya dukung lahan sawah di setiap provinsi berdasarkan lima skenario konsumsi beras a,b,c,d,e 125 dengan 1,130 kkaloranghari atau 51.4 dari kebutuhan energi 2,200 kkaloranghari dengan asumsi 1 gram beras mengandung 3.70 kkal merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar konsumsi beras nasional dengan pertimbangan sebagai berikut, yaitu 1 paling mendekati standar kebutuhan energi 1,100 kkal atau 50 dari energi 2,200 kkal untuk memenuhi kebutuhan energi seorang manusia dalam sehari sebagaimana yang telah ditetapkan dalam PPH Nasional, 2 tidak terlalu memberatkan provinsi-provinsi lumbung padi andalan dalam penyediaan beras, dan 3 merupakan angka moderat untuk menjaga keberlanjutan lahan sawah. Dengan penerapan konsumsi beras 110 kgkapitatahun, daerah lumbung padi andalan, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur, memiliki peluang untuk mengekspor beras, sedangkan provinsi lainnya seperti Banten dan D.I Yogyakarta masih dapat berswasembada beras untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Penerapan konsumsi beras 140 kgkapitatahun 389 gramkapitahari yang mendekati konsumsi beras standar nasional, yaitu 139.15 kgkapitatahun, dinilai terlalu tinggi karena konsumsi beras 389 gamkapitahari mengandung energi 1,439 kkal 65 energi kebutuhanoranghari yang melebihi standar kebutuhan energi dari padi-padian, yaitu 1,100 kkalkapitahari atau 50 dari kebutuhan energi setiap orang dalam sehari, yaitu 2,200 kkal seperti yang ditetapkan dalam PPH nasional. Berdasarkan pada hasil penelitian ini, penerapan konsumsi beras 140 kgkapitatahun dapat mengakibatkan kondisi daya dukung lahan sawah di wilayah-wilayah yang berperan sebagai lumbung padi andalan seperti provinsi Jawa Tengah dan Jawa 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 2005 2010 2015 2020 2025 Tahun K ep ad at an ji w a km 2 DKI Jakarta Jawa Barat DI. Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Timur Gambar 52. Perkembangan kepadatan penduduk di Jawa 2005-2025. 126 Timur menjadi status bersyarat. Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan karena penerapan konsumsi beras 139.15 kgkapitahari membawa konsekwensi kepada pemerintah daerah untuk mengejar target produksi padi yang melebihi daya dukungnya. Penerapan konsumsi beras 110 kgkapitatahun tentunya harus disertai dengan kebijakan diversifikasi pangan agar kebutuhan energi setiap orang per hari yang masih terbiasa dengan konsumsi beras 139.15 kgkapitatahun masih dapat terpenuhi. Kebijakan diversifikasi pangan dimaksud sebenarnya sudah diarahkan dalam GBHN 1999-2004 bab IV, yang dinyatakan bahwa pembangunan pangan diarahkan untuk mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keanekaragaman sumberdaya pangan, kelembagaan, dan budaya lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan gizi dalam jumlah dan mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani dan nelayan serta peningkatan produksi Hardinsyah et al., 2001. Arahan kebijakan pangan tersebut dimaksudkan untuk mendukung terwujudnya ketahanan pangan. Dalam Propenas tahun 2000-2004 Republik Indonesia, 2000 telah diamanatkan tentang tujuan program ketahanan pangan, yaitu 1 meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan, dan konsumsi pangan bersumber pada ternak, ikan, tanaman pangan, hortikultura, dan kebun serta produk-produk olahannya, 2 mengembangkan kelembagaan pangan yang menjamin peningkatan produksi pangan dan distribusi, serta konsumsi pangan yang lebih beragam, 3 mengembangkan usahabisnis pangan yang kompetitif dan menghindarkan monopoli usahabisnis pangan, dan 4 menjamin ketersediaan gizi dan pangan bagi masyarakat. Untuk mewujudkan program diversifikasi pangan, Hardinsyah et al. 2001 telah memformulasikan susunan konsumsi pangan dari tahun 1999 hingga 2020 seperti pada Tabel 27. Penerapan konsumsi pangan dengan konsumsi beras 110 kgkapitatahun atau setara dengan 51,4 kebutuhan energi 2.200 kaklorganghari konsumsi energi yang disertai pangan umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buahbiji berlemak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain telah memenuhi target konsumsi energi 2.200 kkal yang ditetapkan dalam PPH nasional untuk tahun 2020. 127 Tabel 27 Pola konsumsi energi tahun 2002-2020 Hardinsyah et al., 2001 No. Kelompok Pangan Tahun 2002 2003 2004 2005 2020 1 Padi-padian 55,4 55,1 54,8 54,5 50 2 Umbi-umbian 3,5 3,7 3,8 4,0 6,0 3 Pangan hewani 5,2 5,6 5,9 6,3 12,0 4 Minyak dan lemak 8,1 8,2 8,3 8,4 10 5 Buahbiji berlemak 2,0 2,1 2,1 2,2 3,0 6 Kacang-kacangan 2,8 2,9 3,0 3,2 5,0 7 Gula 4,3 4,4 4,4 4,4 5,0 8 Sayur dan buah 3,6 3,7 3,9 4,0 6,0 9 Lain-lain 1,4 1,5 1,6 1,7 3,0 Total 86,4 87,2 87,9 88,7 100 4.5 Kesimpulan dan Saran 4.5.1 Kesimpulan 1. Lahan sawah di pulau Jawa dengan luas total 3,569,829 ha didominasi oleh zona agroekologi yang sesuai untuk tanaman padi sawah dan berada dalam kawasan budidaya, dengan luas total 3,101,354 ha 87. Sebagian besar dari zona agroekologi lahan sawah tersebut merupakan tanah sawah yang berbahan induk bahan volkan, dengan jenis tanah dominan Alluvial Epiaquepts dan Grumusol Epiaquerts. Dengan potensi luas panen 6,123,810 ha, zona agroekologi lahan sawah ini memiliki potensi produksi 35,403,127 ton GKGtahun atau setara dengan 23,012.032 ton berastahun. Meskipun didukung oleh budaya usahatani dengan penerapan IP200 yang bersifat ramah lingkungan, produktivitas lahan sawah di semua zona agroekologi masih menghadapi kendala karena rendahnya kandungan C- organik, N-total, P-tersedia, dan K-tersedia. 2. Kondisi daya dukung lahan sawah di setiap provinsi di Jawa berbeda-beda, tergantung pada kualitas zona agroekologi lahan sawah, jumlah penduduk, 128 dan tingkat konsumsi beras. Penerapan konsumsi beras standar nasional sebesar 139.15 kgkapita dinilai terlalu tinggi dan berpotensi mengancam keberlanjutan lahan sawah karena daya dukung lahan sawah di wilayah- wilayah produsen beras andalan seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat berada dalam kondisi bersyarat. Keberlanjutan lahan sawah di wilayah-wilayah tersebut akan terjaga hingga tahun 2025 apabila diterapkan konsumsi beras 110 kgkapitatahun atau setara dengan 1,130 kkalkapitahari. Penerapan konsumsi beras pada level ini dinilai paling ideal karena selain keberlanjutan lahan sawah dapat terjaga, konsumsi energi setiap orang dari pangan padi-padian sesuai dengan yang ditetapkan pada Pola Pangan Harapan nasional, yaitu 50 dari energi 2,200 kkal untuk memenuhi kebutuhan energi setiap manusia per hari.

4.5.2 Saran

1. Luasan zona agroekologi lahan sawah sekitar 3.1 juta ha dari hasil penelitian ini disarankan untuk dapat dimanfaatkan sebagai data indikasi luasan baku lahan sawah. Keunggulan zona agroekologi lahan sawah ini dapat mencerminkan distribusi potensi lahan sawah, status kawasan, dan sosial-budaya petani dalam melakukan penanaman padi sawah. 2. Agar penggunaan zona agroekologi lahan sawah sesuai dengan daya dukungnya, konsumsi beras 110 kgkapitatahun atau setara dengan energi 1,100 kkalkapitahari dapat dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan sebagai pengganti konsumsi beras 139.15 kgkapitatahun yang dinilai terlalu tinggi. Penerapan konsumsi beras 110 kgkapitatahun dinilai layak untuk menggantikan konsusmsi beras 139.15 kgkapitatahun karena kebutuhan energi sebesar 1,100 kkal atau 50 dari energi 2,200 kkal yang dibutuhkan setiap orang per hari sebagaimana yang ditetapkan dalam Pola Pangan Harapan PPH Nasional untuk tahun 2020 dapat terpenuhi. Dengan konsumsi beras 110 kgkapitatahun, produksi beras di Jawa sangat memungkinkan akan surplus, mengingat produksi beras aktual di Jawa dengan konsumsi beras 139.15 kgkapital sudah pernah mencapai 90 dari produksi beras potensialnya. Untuk mewujudkan keberlanjutan lahan sawah 129 di setiap wilayah, penerapan konsumsi beras 110 kgkapitatahun ini memerlukan komitmen pemerintah untuk melaksanakan kebijakan diversifikasi pangan dan pengendalian jumlah penduduk, konversi lahan, serta konservasi tanah dan air secara konsisten. 3. Untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah, pemupukan anorganik perlu diikuti dengan pupuk organik karena kandungan C-organik tanah sawah di Jawa tergolong rendah. Penambahan pupuk C-organik ini dapat memperbaiki degradasi kesuburan tanah sawah yang telah mengalami pelandaian produktivitas.