Degradasi Lahan dan Kerusakan Lingkungan Ketimpangan Penguasaan dan Fragmentasi Lahan

50 dari jumlah rumah tangga petani RTP di Indonesia tidak menguasai lahan sawah Gambar 20. Putra 2009a menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa fragmentasi lahan atau penyusutan kepemilikan lahan yang menjadi dampak dari sistem bagi waris dan konversi lahan menyebabkan skala usahatani terus menurun. Lahan pertanian petani yang sempit tidak akan dapat memberikan kesejahteraan kepada petani. Agar usahataninya menguntungkan, petani yang memiliki lahan sempit disarankan untuk dapat melakukan usaha bersama dengan pemilik lahan lain di wilayahnya. Menurut Jamal et al. 2002, masalah fragmentasi lahan dimungkinkan dapat dikurangi dengan memperbaiki sistem waris dan mengubah status kepemilikan tanah dari Hak Milik HM menjadi Hak Guna Usaha HGU. Gambar 20 Distribusi rumah tangga petani dari penguasan lahan sawah McCulloh, 2008; dalam Tambunan, 2008 51

3. METODOLOGI PENELITIAN

Daerah penelitian mencakup pulau Jawa Gambar 21, yang terdiri dari provinsi Banten, Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Waktu penelitian berlangsung mulai dari bulan Maret 2009 sampai dengan Juni 2010. Pelaksanaan penelitian dikelompokkan dalam enam tahapan kegiatan utama, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, pembuatan basisdata geospasial, zonasi agroekologi dan penghitungan daya dukung, validasi data, analisis indeks keberlanjutan, dan analisis kebijakan. Diagram alir pelaksanaan penelitian diperlihatkan pada Gambar 22.

3.1 Pengumpulan Data

Penelitian menggunakan data lingkungan biofisik, ekonomi, dan sosial- budaya yang mencakup data primer dan sekunder. Penggunaan ketiga jenis data tersebut didasarkan pada kepentingan untuk evaluasi keberlanjutan lahan sawah yang sesuai dengan azas pertanian berkelanjutan, yaitu layak ekologi, layak ekonomi, manusiawi, adil, dan luwes Gips, 1986; dalam Sabiham, 2008. Data lingkungan biofisik digunakan untuk karakterisasi zona agroekologi lahan sawah agar potensi dan daya dukungnya dapat ditentukan. Data lingkungan biofisik tersebut meliputi topografi rupabumi, data tanah, sistem lahan, penutup lahan Gambar 21. Lokasi penelitian keberlanjutan lahan sawah untuk mendukung penataan ruang 52 lahan, agroklimat, dan ketersediaan air irigasi. Data ekonomi dan sosial-budaya diutamakan pada data yang mempengaruhi petani padi sawah secara langsung dalam menjalankan usaha tani. Selain itu, juga dikumpulkan data spasial yang berkaitan dengan aspek legal penggunaan lahan, yaitu peta status kawasan yang terdiri dari status kawasan hutan dan peta pola pemanfaatan ruang RTRW Pengumpulan Data Validasitidak Pembuatan Basisdata Geospasial Basisdata Geospasial Data Spasial: PetaCitra Satelit Data Atribut: Data Statistik, dll Analisis Kebijakan Pengelolaan Lahan Sawah UU No. 262007 PP No.262008 PP-RTRWN, dll Analisis Indeks Keberlanjutan Pengolahan Data Geospasial : - Kompilasi data - Interptretasi Citra Satelit Inderaja Kebijakan Teknis Penataan Ruang Ya tidak - Zonasi Agroekologi - Penghitungan Daya Dukung Gambar 22. Diagram alir penelitian keberlanjutan lahan sawah untuk mendukung penataan ruang 53 Provinsi. Penggunaan data status kawasan tersebut dimaksudkan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya tumpang tindih alokasi penggunaan lahan pada zona agroekologi lahan sawah yang dipetakan. Data yang dikumpulkan adalah dalam bentuk geospasial digital peta dan citra satelit Landsat ETM, SPOT-5tahun2007, Alos Prismtahun 2007 dan Avnir- 2tahun 2007 dan data diskriptif data statistik, jurnal ilmiah, laporan. Agar posisi keruangannya menyatu dengan sistem referensi Nasional, georeferensi semua data geospasial yang digunakan tersebut mengacu pada sistem ellipsoid World Geodetic System tahun 1984 WGS’84. Data geospasial ini memiliki keunggulan dalam memberikan informasi posisi keruangan pada permukaan bumi, sehingga penggunaannya untuk zonasi agroekosistem lahan sawah merupakan pilihan yang tepat. Data untuk penelitian tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber. Data primer dikumpulkan melalui interpretasi citra Inderaja, analisis laboratorium, dan survei lapangan; sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait, seperti Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional BAKOSURTANAL, Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian BBSDLP Kementerian Pertanian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG, Badan Pusat Statistik BPS, Kemeterian Kehutanan KemHut, dan Kementerian Pekerjaan Umum KemPu. Jenis data, kegunaan, dan sumber data dimaksud dirangkum pada Tabel 9.

3.2 Pengolahan Data

Pengolahan data geospasial menggunakan teknologi SIG dan Penginderaan Jauh Inderaja. Kedua teknologi ini memiliki hubungan erat. Menurut Maguire 1991, teknologi SIG merupakan hasil integrasi dari teknologi Inderaja, katografi, komputer grafis CAD: Computer Automated Design, dan basisdata DBMS = database management system. Teknologi Inderaja berfungsi untuk mendukung kemampuan SIG dalam hal pengolahan data dari citra satelit Inderaja. Teknologi kartografi dan komputer grafis mendukung kemampuan SIG dalam visualisasi data. Teknologi basisdata mendukung kemampuan SIG untuk menghimpun dan mengintegrasikan data geospasial dan atribut diskriptif.