Penentuan Atribut Indikator Analisis Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah

70 Terganggunya keseimbangan ekosistem ini menimbulkan dampak. Agar keberlanjutan terjaga, dampak yang terjadi perlu direspon oleh pemangku kepentingan stakeholders dalam bentuk pengelolaan agroekosistem lahan sawah. Indikator tenaga pendorong yang mencerminkan sistem produksi pertanian dikelompokkan dalam komponen agroekosistem lahan sawah, yang terdiri dari modal sumberdaya lahan, modal sumberdaya manusia, modal keuangan, modal infrastruktur, dan modal sosial. Indikator tekanan menunjukkan stres agroekosistem karena tekanan yang dipicu oleh tenaga pendorong. Tertekannya agroekosistem lahan sawah dinyatakan dengan empat atribut indikator, yaitu kualitas air, stres lahan, stres tanaman, dan penurunan kesuburan tanah degradasi tanah. Kondisi gangguan keseimbangan ekosistem dan dampak yang timbul karena tekanan dari tenaga pendorong ditunjukkan oleh kerentanan agroekosistem lahan sawah vulnerability agroecosystem. Atribut indikator keberlanjutan untuk kepekaan agroekosistem ini dinyatakan dengan indikator lingkungan bahaya banjir, ekonomi perolehan keuntungan, dan sosial fragmentasi lahan. Pengelolaan agroekosistem lahan sawah adalah untuk merespon timbulnya dampak yang mengancam keberlanjutan sebagai akibat dari tekanan tenaga pendorong. Atribut indikator keberlanjutan untuk pengelolaan agroekosistem dituangkan dalam bentuk perangkat kebijakan dari hasil rumusan pengelolaan agroekosistem lahan sawah. Atribut indikator keberlanjutan untuk perangkat kebijakan tersebut berkaitan dengan adopsi teknologi pemupukan berimbang, konservasi tanah dan air, efisisensi pengairan, dan pemberdayaan sosial kelembagaan, seperti peningkatan fungsi peyuluhan dan mempermudah perolehan pupuk. Semua atribut indikator keberlanjutan tersebut dapat diintegrasikan dengan teknologi SIG dalam satuan pemetaan zona agroekologi. Agregasi atribut indikator yang dihasilkan melalui proses SIG ini merupakan indeks keberlanjutan yang dapat digunakan untuk mengkaji keberlanjutan agroekosistem lahan sawah. 71

3.4.2 Penapisan Variabel Indikator

Penapisan variabel indikator dimaksudkan untuk menyeleksi variabel- variabel indikator, sehingga diperoleh indikator utama yang mempengaruhi keberlanjutan lahan sawah. Proses penapisan variabel indikator menggunakan metode statistik multivariat analisis faktor factor analysis, seperti yang telah dijelaskan oleh para ahli King, 1969; Srivasta dan Carter, 1983; Timm, 2002; Supranto, 2004. Fungsi analisis faktor adalah untuk mereduksi data atau meringkas variabel, dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel. Variabel yang terseleksi merupakan variabel utama yang dapat menjelaskan sebagian besar varian informasi yang terkandung dalam variabel asli original variables. Variabel-variabel yang diteliti mempunyai hubungan saling terkait. Hubungan interdependensi variabel ini dijadikan sebagai dasar untuk pengurangan variabel. Variabel-variabel yang mempunyai hubungan interdependensi dapat digabung menjadi satu faktor, sehingga bisa diperoleh variabel-variabel atau faktor dominan utama yang dapat menjelaskan sebagian besar varian informasi yang terkandung dalam variabel aslinya. Seperti yang telah dikemukakan, keberlanjutan lahan sawah dipengaruhi oleh faktor biofisik, ekonomi, dan sosial- budaya. Atribut indikator keberlanjutan dari masing-masing faktor tersebut memiliki hubungan interdependensi. Oleh karena itu, penggunaan analisis faktor merupakan pilihan tepat untuk menentuan indikator utama yang dapat menjelaskan pengaruh faktor biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya terhadap keberlanjutan lahan sawah.

3.4.3 Standarisasi Data Atribut

Standarisasi adalah upaya untuk membakukan nilai atribut data agar dapat diintegrasikan untuk memperoleh informasi yang standar. Dalam penelitian ini, atribut indikator keberlanjutan diukur dengan satuan yang berbeda-beda. Misalnya, ketersediaan air diukur dengan satuan literdetikha, kandungan C- organik tanah dalam persen , unsur hara P-tersedia dan K-tersedia dalam ppm, keuntungan petani dalam nilai ordinal, motivasi bertani dalam nilai ordinal, dan lain-lain. Nilai-nilai atribut indikator tersebut bersifat relatif dan tidak dapat 72 diintegrasikan karena satuannya berbeda-beda. Hal ini dapat berimplikasi pada nilai indeks keberlanjutan yang tidak standar baku. Melalui standarisasi, seluruh nilai atribut indikator keberlanjutan lahan sawah memiliki skala sama dan baku, sehingga dapat dijumlahkan dan nilai indeks yang dihasilkan bersifat standar.

3.4.4 Penilaian Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah

Nilai Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah IKLS dihitung dari nilai atribut indikator utama dari faktor biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya yang telah distandarkan. Untuk evaluasi keberlanjutan lahan sawah, nilai IKLS yang diperoleh diklasifikasikan menjadi empat kelas keberlanjutan, yaitu buruk 0 – 25, kurang 25 – 50, cukup 50 – 75, baik 75 – 100. Pengklasifikasian tersebut didasarkan pada nilai kisaran range hasil perhitungan IKLS.

3.4.5 Pengkategorian Indeks Keberlanjutan Lahan Sawah

Pengkategorian IKLS dimaksudkan untuk mengelompokkan nilai IKLS yang dihitung dari indikator utama keberlanjutan lahan sawah faktor biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya di setiap zona agroekologi. Proses pengkateogorian IKLS tersebut menggunakan analisis diskriminan. Penggunaan fungsi diskrimanan untuk pengkategorian IKLS ini mengacu pada konsep yang dijelaskan oleh Supranto 2004. Dengan analisis diskriminan ini, nilai IKLS di setiap zona agroekologi yang diperlakukakan sebagai variabel tidak bebas dapat dikelompokkan sesuai dengan karakteristik lahan yang dicerminkan oleh indikator-indikator utama sebagai variabel bebas yang dapat berfungsi sebagai faktor penghambat maupun pendukung keberlanjutan lahan sawah. Peranan indikator utama sebagai faktor penghambat atau pendukung keberlanjutan lahan sawah dimaksud dapat dicerminkan oleh nilai koefiesien diskriminan. Apabila nilai koefsien diskriminan variabel bebas indikator utama bernilai negatif, maka indikator utama tersebut berperan sebagai faktor penghambat. Sebaliknya, nilai koefisien diskriminan variabel bebas indikator utama bernilai positif, maka indikator utama tersebut berperan sebagai faktor pendukung keberlanjutan lahan sawah. 73

3.5 Analisis Kebijakan

Kebijakan policy merupakan serangkaian keputusan yang diambil oleh mereka yang memiliki tanggungjawab dan otoritas di area kebijakan yang ada Keeley dan Scoones, 1999; dalam Abidin, 2004. Kebijakan itu biasanya dikaitkan dengan kepentingan keputusan pemerintah karena pemerintah mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat dan bertanggungjawab melayani kepentingan umum. Oleh karena itu, kebijakan sering diartikan dengan kebijakan publik Abidin, 2004. Parsons 2008 menjelaskan bahwa sebuah kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Yang paling pokok dalam kebijakan adalah adanya tujuan, sasaran atau kehendak Abidin, 2004. Analisis kebijakan adalah upaya mencapai kehendak untuk mengatasi isu-isu dan masalah yang terjadi di masyarakat. Genesis kebijakan itu diawali dengan pengenalan isu-isu yang berkembang di masyarakat dan mendefinisikannya menjadi suatu masalah. Tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut dituangkan dalam bentuk kebijakan. Dasar utama dalam analisis kebijakan adalah pendefinisian masalah. Pemahaman proses tentang terjadinya masalah adalah sangat penting bagi penanganan suatu masalah tertentu melalui kebijakan Parsons, 2008. Gambar 31 memperlihatkan diagram alir analisis kebijakan. Diagram alir proses analisis kebijakan keberlanjutan lahan sawah diperlihatkan pada Gambar 32. Pendefinisian masalah berdasarkan pada permasalahan keberlanjutan lahan sawah yang telah dipetakan pada peta IKLS. Rumusan kebijakan untuk penyelesaian masalah merupakan hasil pengkajian pengelolaan lahan sawah dengan mempertimbangkan peraturan perundang- undangan yang berlaku dalam merespon masalah dampak yang ditimbulkan oleh tekanan terhadap agroekosistem lahan sawah karena peningkatan jumlah Isu Masalah Kebijakan Gambar 31. Diagram alir analisis kebijakan