Saran Kesimpulan dan Saran .1 Kesimpulan

130

5. INDEKS KEBERLANJUTAN LAHAN SAWAH BERDASARKAN ZONA AGROEKOLOGI

5.1 Rasional

Permasalahan keberlanjutan lahan sawah di Jawa mencakup aspek lingkungan biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya. Permasalahan yang bersifat multidimensi tersebut pada hakekatnya pertama kali dipicu oleh pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan sumberdaya lahan sawah menjadi tertekan, sehingga terjadi penyusutan lahan karena adanya konversi lahan sawah menjadi daerah permukiman dan industri. Apabila tekanan penduduk terhadap lahan sawah terus meningkat, cepat atau lambat daya dukung lahan sawah akan terlampaui. Terlampauinya daya dukung lahan sawah ini tentunya dapat berdampak pada timbulnya masalah degradasi lingkungan biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya. Dampak multidimensi tersebut berpotensi mengancam keberlanjutan lahan sawah. Terancamnya keberlanjutan lahan sawah dapat mengancam kelangsungan hidup manusia generasi mendatang. Oleh karena itu, keberlanjutan lahan sawah sangat berkaitan dengan daya dukungnya dalam menopang kelangsungan hidup manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seperti yang telah dikaji di bab sebelumnya bab 4, daya dukung lahan sawah dapat berperan untuk mendeteksi status keberlanjutan lahan sawah di suatu wilayah. Keunggulan daya dukung lahan sawah tersebut, namun demikian, belum dapat menjelaskan status keberlanjutan lahan sawah yang sesuai dengan kondisi ekologisnya. Keterbatasan ini disebabkan oleh basisdata kependudukan dikelola berdasarkan batas wilayah administrasi, bukan berdasarkan pada batas ekologi. Salah satu cara untuk mengetahui status keberlanjutan lahan sawah yang sesuai dengan kondisi ekologisnya adalah dengan melakukan pemetaan indeks keberlanjutan lahan sawah berdasarkan zona agroekologi. Zona agroekologi lahan sawah yang telah didefinisikan di bab 4 mencerminkan pewilayahan lahan sawah yang sesuai dengan potensi lahan dan daya dukung di suatu wilayah. Karena pertambahan penduduk, agroekosistem dalam zona agroekologi lahan sawah menjadi semakin tertekan, sehingga dapat menimbulkan perubahan atribut dimensi lingkungan biofisik ekologis, ekonomi, 131 dan sosial-budaya yang menjadi kaidah pertanian berkelanjutan. Untuk mendeteksi perubahan setiap dimensi pertanian berkelanjutan tersebut diperlukan indikator yang tepat, yaitu yang dapat mencirikan gejala kondisi keberlanjutan lahan sawah yang mulai terancam. Menurut Rao dan Rogers 2006, indikator keberlanjutan harus dari atribut yang dapat diukur dan dikuantifikasikan yang sesuai dengan tujuannya. Dalam penelitian ini, indikator dimensi ekologis dicerminkan oleh karakteristik zona agroekologi lahan sawah, seperti ketersediaan air, bahan organik tanah, ketersediaan unsur hara tanah, bahaya banjir, pencemaran air tanah, serangan hama dan penyakit tanaman, dan lain-lain. Indikator dimensi ekonomi dan sosial-budaya dicerminkan oleh kondisi dan nilai manfaat ekonomi, dan sosial-budaya masyarakat yang hidupnya tertumpu pada produksi lahan sawah. Indikator dimensi ekonomi yang penting adalah keuntungan yang diperoleh petani, modal usaha tani, pemasaran hasil produksi, ancaman konversi lahan, dan lain-lain. Indikator sosial-budaya yang dapat mencerminkan keberlanjutan lahan sawah diantaranya adalah motivasi bertani, kearifan lokal, adopsi teknologi, peran aktif kelompok tani Poktan, penguasaan lahan, dan lain-lain. Indikator multidimensi tersebut dapat diseleksi dengan analisis faktor, sehingga diperoleh indikator utama yang digunakan sebagai dasar pemetaan indeks keberlanjutan dengan menggunakan perangkat SIG. Peta indeks keberlanjutan digunakan untuk menentukan status keberlanjutan lahan sawah. Indikator utama yang mencakup dimensi ekologis, ekonomi, dan sosial-budaya di setiap zona agroekologi pada peta indeks keberlanjutan tersebut digunakan sebagai basis kajian pengelolaan lahan sawah untuk merumuskan kebijakan teknis dalam mendukung penataan ruang yang berkaitan dengan upaya untuk menjaga ketahanan pangan, terutama dari aspek ketersediaan pangan beras. 5.2 Tinjauan Pustaka 5.2.1 Konsep Indikator Keberlanjutan Pertanian Istilah indikator dalam keberlanjutan pertanian dapat dianalogikan dengan indikator kesehatan manusia. Apabila kita merasa sakit demam, suhu badan akan naik. Kenaikan suhu badan tersebut, namun demikian, belum dapat memastikan 132 jenis penyakit apa yang kita derita. Yang pasti kesehatan kita mulai terganggu. Contoh lainnya adalah tekanan darah. Apabila kita pergi ke dokter karena merasa kesehatan kita terganggu, dokter dipastikan akan mengukur tekanan darah kita. Tekanan darah yang naik merupakan indikator kesehatan jantung kita terganggu. Menurut Bach 2005, indikator adalah suatu parameter yang digunakan untuk menyederhanakan, mengkomunikasikan, dan mengkuantifikasikan suatu masalah. Indikator harus dapat memberikan informasi tentang makna fenomena yang terdekteksi. Suhu badan kita merupakan informasi sangat penting bagai kesehatan kita. Demikian juga dalam kesehatan lingkungan, banyaknya kandungan muatan sedimen air sungai memberikan informasi penting tentang terganggunya ekologi daerah aliran sungai DAS bagian hulu. Dalam contoh tersebut, indikator muatan sedimen air sungai mampu mengkomunikasikan masalah kesehatan kita atau lingkungan DAS. Dalam hal ini, komunikasi berperan dalam menyederhanakan fenomena yang kompleks. Ringkasnya, identifikasi indikator lingkungan dimaksudkan untuk mengkuantifikasi aspek penting lingkungan yang dapat menyederhanakan masalah-masalah kompleks sehingga informasi permasalahannya mudah dikomunikasikan untuk dicarikan solusinya. Bach 2005 menjelaskan konsep mengidentifikasi indikator keberlanjutan lingkungan berdasarkan hubungan sebab akibat antara tenaga pemicu driving force, kondisi tekanan pressure state, dampak impacts, dan respon responses, yang dikenal dengan model DPSIR Driving Force-Pressure-State- Impacts-Responses Gambar 53. Model DPSIR dimaksudkan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi indikator keberlanjutan lingkungan. Tenaga pemicu adalah aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan perubahan lingkungan berbagai sektor, seperti pertanian, transportasi, industri, dan lain-lain. Dampak adalah hasil dari tekanan tenaga pemicu pada ekosistem dan kesehatan manusia. Model DPSIR telah banyak diaplikasikan oleh organisasi-organisasi dunia seperti PBB, Bank Dunia, FAO untuk mengidentifikasi indikator keberlanjutan lingkungan. Contoh aplikasi model DPSIR terbaru adalah indeks keberlanjutan lingkungan Environmental Sustainability Index, ESI yang dikembangkan oleh Forum Ekonomi Dunia Wolrd Economic Forum, WEF yang bekerjasama