Konsep Indeks Keberlanjutan Pertanian
137 Tidak seperti hanya dengan kajian keberlanjutan lingkungan yang telah
banyak diinisiatif oleh lembaga internasional dan nasional, kajian keberlanjutan pertanian masih diinisiatif oleh para ahli secara individu. Dengan demikian,
metode yang ada berbeda-beda, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga grup, yaitu kajian berdasarkan agroekosistem, faktor total produktivitas, dan tingkat
usahatani Rao dan Rogers, 2006. Di Indonesia, kajian indeks keberlanjutan yang berkaitan dengan pembangunan pertanian telah dilakukan oleh beberapa
ahli. Penilaian indeks keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil telah dilakukan oleh Susilo 2003, dengan menggunakan Multidimensional Scaling
MDS. Agar lebih mudah diaplikasikan oleh para praktisi di daerah, Susilo 2006 telah membuat Indeks Keberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil
IBPK dengan menggunakan metode Sidik Kriteria Ganda SKG. Salah satu keunggulan metode SKG selain mudah dan mempunyai basis teori yang kuat, juga
dapat menangani berbagai jenis data kuantitatif dan kualitatif serta berbagai jenis variabel yang diukur dalam satuan yang berbeda-beda. Penilaian IBPK
terdiri dari beberapa tahap kegiatan, yaitu 1 inventarisasi indikator yang relevan berdasarkan dimensi ekologis, ekonomi, sosial, dan kelembagaan; 2 penapisan
indikator berdasarkan aspek potensi dan dampak pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan untuk menjamin kehidupan masyarakat pulau-pulau kecil, dan 3
penilaian IBPK dengan menggunakan model penjumlahan terbobot MJB yang dirumuskan sebagai berikut:
IBPK
m
= ∑WiXim Wi = bobot standar setiap atribut indikator ke-i
Xim = nilai skor standar setiap atribut indikator ke-i pada pulau ke-m. Penentuan nilai bobot dalam rumus IBPKm berdasarkan wawancara atau
diskusi dengan para praktisi pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia. Untuk masing-masing atribut mencerminkan pentingnya atribut tersebut di dalam
menentukan keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil. Indeks keberlanjutan pertanian yang berkaitan dengan sistem ketersediaan
beras IKSKB telah diteliti oleh Nurmalina 2008. Penelitian IKSKB dimaksudkan untuk menentukan status keberlanjutan sistem ketersediaan beras
berbasis wilayah. Analisis indeks keberlanjutan sistem ketersediaan beras ini
138 menggunakan berbagai data statistik yang dikelompokkan menjadi 5 dimensi,
yaitu ekologi, ekonomi, sosial-budaya, kelembagaan, dan teknologi; yang kesemuanya terdiri dari 60 atribut indikator Tabel 30. Penilaian indeks
keberlanjutan sistem ketersediaan beras dilakukan melalui empat tahapan kegiatan, yaitu 1 penentuan atribut indikator, 2 penilaian setiap atribut dalam
Tabel 30. Dimensi dan indikator sistem ketersediaan beras Nurmalina, 2008
Dimensi Indikator
Ekologi luas hutan, dosis pupukha, suhu tahunan, curah hujan tahunan, jumlah
bulan kering, Kesesuaian lahan, kemampuan lahan, sistem irigasi, produktivitas padi, alih
fungsi lahan, Pencetakan sawah, puso karena banjir, puso karena kekeringan, puso
karena jasad pengganggu, status lahan Ekonomi
Efisiensi ekonomi, tingkat keuntungan, PDRB, produksi padi, nilai tukar petani, upah riil buuruh, jumlah rumah tangga petani dengan luas lahan
0,5 ha, jumlah tenaga kerja pertanian di subsektor tanaman pangan, harga eceran beras, penduduk miskin, pangsa produksi padi, banyak desa
yang memiliki sarana pemasaran produksi
Sosial –budaya tingkat partisipasi konsumsi beras wilayah perkotaan, tingkat
partisipasi konsusmi beras wilayah pedesaan, desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai, penduduk, jumlah rumah tangga petani
padi, rumah tangga pertanian yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, pertumbuhan konsumsi per kapita, perempuan berpendidikan,
pendidikan formal, desa yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor tanman pangan
Kelembagaan Perkembangan KUD, kelembagaan sekolah tinggi penyuluhan pertanian,
sekolah pertanian pembangunan, Jumlah unit pelaksana teknis Balitbang BPTP, jumlah unit pelaksana teknis ditjen BP tanaman pangan
BPSBTPH, lembaga keungan mikro, kelompok usaha pertanian, jumlah kelompok taruna tani, junlah kelompok wanita tani
Teknologi Jumlah mesin pengolah lahan jenis traktor roda dua, jumlah alat
penanaman, jumlah alat pemupukan ure tablet, pompa air, jumlah mesin pemberantas jasad penggangu, jumlah mesin pemberantas jasad
pengganggu jenis emposan tikus fumigator. Jumlah mesin perontok padi, jumlah mesin pengering gabah, jumlah mesin pembersih gabah, jumlah
mesin penyosoh beras, jumlah mesin penggiling padi, jumlah mesin rice miling unit RMU, jumlah mesin pemecah kulit gabah
139 skala ordinal skoring berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi, 3
mereduksi dimensi atribut indikator dengan metode MDS seperti yang digunakan oleh Susilo 2003, dan 4 menilai indeks keberlanjutan berdasarkan nilai atribut
indikator terpilih yang telah distandarkan dengan menggunakan rumus:
X
ik
sd = nilai skor standar wilayah ke-i pada atribut ke-k, k = 1,2,.....,p X
ik
= nilai skor wilayah ke-i pada atribut ke-k, k = 1,2,..........p X
k
= nilai tengah skor pada setiap atribut ke-k, k = 1,2,..........p X
k
= simpangan baku pada setiap atribut ke-k, k = 1,2,..........p
Tabel 31. Faktor kunci dan alternatif kebijakan Nurmalina, 2008
Faktor kunci Strategi Kebijakan
Produktivitas Pengelolaan tanaman padi terpadu
Produksi padi Peningkatan indeks pertanaman
Konversi lahan sawah dan pencetakan sawah Lahan berkelanjutan
Kelembagaan pemerintah Peningkatan optimalisasi
Ketersediaan sistem irigasi Peningkatan investasi irigasi
Kesesuaian lahan Pencetakan sawah disesuaiakan
dengan zona agroklimat yang sesuai untuk tanaman padi
Pertumbuhan penduduk Keluarga Berencana KB
ditingkatkan Pertumbuhan konsumsi per kapita
Diversifikasi pangan
Hasil penelitian IKSKB yang dilakukan oleh Nurmalina 2008 menemukan delapan faktor kunci untuk menentukan strategi kebijakan dalam menjaga
keberlanjutan sistem ketersediaan beras di Indonesia Tabel 31. Faktor kunci tersebut merupakan permasalahan utama yang harus diatasi agar keberlanjutan
sistem ketersediaan beras terjaga. Penerapan kebijakan yang ditawarkan ini, namun demikian, tidak dapat menjelaskan lokasi lahan sawah yang menghadapi
permasalahan keberlanjutan yang disebabkan faktor produktivitas, produksi padi, X
ik
- X
k
S
k
X
ik
sd =
140 konversi lahan, sistem irigasi, dan kesesuaian lahan. Kelemahan ini disebabkan
oleh kajian yang dilakukan berdasarkan pada batas wilayah adminisistrasi, bukan berdasarkan batas dimensi ekologi.