82 Dalgaard et al. 2003 menjelaskan bahwa faktor ekologi dan agronomi
yang mempengaruhi kelangsungan produksi pangan merupakan faktor fisik, dan disebut sebagai faktor piranti keras hard agroecology. Melalui agroekosistem
dimana terjadi interaksi antara tanaman, hewan dan lingkungan, piranti keras agroekologi ini berinteraksi dengan faktor aktifitas manusia sosiologi, yang
disebut sebagai faktor piranti lunak agroekologi soft agroecology. Menurut Checkland 1999, dalam Dalgaard et al. 2003, masuk-keluarnya modal dalam
sistem pertanian tidak hanya ditentukan oleh faktor fisik saja, tetapi juga oleh faktor budaya cultural knowledge, pengalaman manusia, potensi pengembangan
teknologi, dan lain-lain. Berbeda dengan investasi dalam piranti keras, investasi piranti lunak bersifat fleksibel, dan bahkan perannya dapat menggantikan
sebagian investasi peran piranti keras agroekologi Pearce, 1996, dalam Dalgaard et al., 2003. Menurut Reijntjes et al. 1999, konsep utama dalam agroekologi
adalah adaptabilitas relung, yaitu fungsi atau peran suatu organisme dalam ekosistem serta sumberdaya kehidupannya yang menentukan kesempatannya
untuk bertahan hidup dan pengaruh positip atau negatipnya terhadap komponen lain. Agroekosistem dengan tingkat keanekaragaman tinggi cenderung lebih
Tanaman Hewan
Lingkungan
Agroekosistem
Manusia Masyarakat
Kepercayaan
Fisika Kimia
Ekologi Sosiologi
Ekonomi
Agronomi Filosofi
Teologi
Bahan
Gambar 33. Agroekologi merupakan integrasi dari ekologi, agronomi, sosiologi, dan ekonomi Dalgaard et al., 2003.
83 stabil dari pada yang ditempati oleh hanya satu spesies seperti dalam budidaya
monokultur. Suatu agroekosistem yang keanekaragamnya tinggi memberi jaminan yang lebih tinggi bagi petani. Jika keanekaragaman fungsional bisa
dicapai dengan mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki ciri saling melengkapi dan berinteraksi secara positif, maka bukan kestabilan saja
yang bisa diperbaiki, namum juga produktivitas pertanian dengan input rendah. Tujuan utama agroekologi adalah untuk menjawab permasalahan
keberlanjutan pertanian. Agroekologi diarahkan untuk meningkatkan ekonomi dan keberlanjutan ekologi dari agroekosistem, dengan memperhatikan kondisi
lingkungan, sosial dan ekonomi yang ada di daerah. Di dalam strategi agroekologi, pengelolaan
komponen-komponen yang mempengaruhi kelangsungan produksi pangan diarahkan ke konservasi dan peningkatan
sumberdaya pertanian lokal plasmanutfah, tanah, fauna, keragaman tanaman, dan lain-lain dengan mengembangkan metodologi yang mendorong partisipasi petani,
penggunaan budaya lokal, dan adaptasi usaha tani yang dapat mempertemukan kebutuhan lokal dan kondisi biofisik, ekonomi dan sosial Altieri, 1989.
4.2.3 Hubungan Zona Agroekologi dan Daya Dukung Lahan Sawah
Dalam agroekologi, faktor ekologis biofisik, ekonomi, dan sosial-budaya memiliki skala yang berbeda-beda. Ketiga faktor tersebut dapat diintegrasikan
dengan teknologi SIG Rao dan Rogers, 2006. Proses integrasi dengan teknologi SIG ini mendelineasi faktor-faktor ekologi yang mempengaruhi sistem produksi
pertanian di suatu wilayah, yang disebut sebagai zona agroekologi ZAE. Menurut FAO 1996, ZAE adalah suatu wilayah yang memiliki kesamaan
karakteristik tanah, bentuklahan landform, dan iklim, terutama faktor iklim dan edafik untuk persyaratan pertumbuhan tanaman dan sistem pengelolaan yang
diterapkan. Penciri ZAE tersebut, seperti yang dijelaskan oleh Wiradisastra 2003, utamanya ditekankan pada penciri tertentu, yaitu lingkungan pertumbuhan
tanaman yang dapat menghasilkan produk dan membawa keuntungan ekonomi. Syafruddin et al. 2004 mengemukakan bahwa pengelompokkan dalam ZAE
bertujuan untuk menetapkan areal pertanian dan komoditas potensial, berskala
84 ekonomi, dan tertata dengan baik agar diperoleh sistem usaha tani yang
berkelanjutan. Dalam penelitian ini, ZAE lahan sawah merupakan pengelompokan lahan
sawah berdasarkan kesamaan tingkat kesesuaian padi sawah dan tingkat intensitas pertanaman yang disesuaikan dengan ketersediaan air dan kondisi
sosial-budaya masyarakat petani setempat. Tingkat kesesuaian dan intensitas pertanaman padi sawah merupakan penciri utama dari ZAE lahan sawah.
Tingkat kesesuaian tanaman padi sawah mencerminkan tingkat kemantapan ekologis, sedangkan tingkat intensitas pertanaman menunjukkan budaya lokal
masyarakat petani dalam melakukan pengelolaan lahan untuk mendapatkan hasil dengan perolehan keuntungan yang optimal.
Sebagai wilayah pengelolaan sumberdaya lahan berkelanjutan, ZAE lahan sawah berperan penting sebagai basis kajian daya dukung lahan. Melalui ZAE
lahan sawah, permasalahan keberlanjutan pertanian padi sawah karena tekanan pertambahan jumlah penduduk dapat dideteksi, yaitu dengan mengidentifikasi
status daya dukung lahan sawah. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 34,
Gambar 34. Hubungan zona agroekologi lahan sawah dengan daya dukung lahan sawah
Produksi Padi Agroekologi
Tanaman Hewan
Lingkungan
Agroekosistem ZAE Lahan Sawah
Penduduk
Status Daya Dukung
Lahan Sawah Kebutuhan Pangan
Biofisik Ekonomi
Sos-bud
85 agroekosistem sebagai sistem produksi padi di zona agroekologi lahan sawah
berperan sebagai penghasil padi beras. Produksi beras yang dihasilkan agroekosistem ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan beras yang
diperlukan penduduk. Rasio antara suplai beras dari agroekosistem di zona agroekologi lahan sawah terhadap kebutuhan pangan beras yang diperlukan
penduduk di suatu wilayah mencerminkan status tingkat daya dukung lahan sawah. Informasi tentang status daya dukung lahan sawah ini berperan penting
untuk mengetahui tingkat tekanan penduduk terhadap sumberdaya lahan agroekosistem lahan sawah. Semakin tinggi tingkat tekanan penduduk semakin
besar tekanan yang diterima oleh agroekosistem lahan sawah. Tertekannya agroekosistem ini mencerminkan terancamnya keberlanjutan lahan sawah karena
pertambahan jumlah penduduk.
4.3 Bahan dan Metode
4.3.1 Interpretasi Citra Satelit Inderaja Data Inderaja satelit optik utama yang digunakan dalam penelitian ini
adalah citra ALOS PRISM dan AVNIR-2 komposit band 4,3,2, Juni 2007, serta Landsat ETM komposit band 7,4,2 yang difusi dengan band 8 Mei 2005
sebagai data pembanding. Semua data citra satelit tersebut telah terektifikasi terhadap peta Rupabumi skala 1: 25.000. Data pendukung yang digunakan
meliputi peta Rupabumi skala 1: 25.000 dan peta penutup lahan skala 1: 250.000 tahun 2000 yang ada di BAKOSURTANAL. Spesifikasi data citra satelit
Inderaja optik untuk penelitian disajikan pada Tabel 10. Interpretasi obyek diutamakan pada lahan sawah dan daerah permukiman
yang bertopografi datar, agar pengaruh topografi terhadap distorsi luasan lahan sawah yang diukur dari data citra dapat diabaikan. Interpretasi obyek dilakukan
secara visual dengan dukungan data sekunder dan survei lapangan. Delineasi obyek hasil interpretasi secara visual didijitasi secara langsung pada layar
komputer yang diiterasi pada berbagai skala. Interpretasi obyek tersebut didasarkan pada bentuk, ukuran, pola, tekstur, lokasi, dan tone Lillesand dan
Kiefer, 1979.